Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kesetiaan Ananda terhadap Buddha, Kisah Dua Angsa pada Relief Borobudur

24 September 2013   02:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:29 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13799661141196431882

Ilustrasi Angsa Suci dan komunitasnya pada Relief Candi Borobudur sumber: www borobudur tv

“Setiap agama, setiap kepercayaan memiliki kasih-sayang sebagai landasannya. Tanpa kasih sayang tidak ada kepercayaan, tidak ada agama yang manusiawi, yang bisa memikirkan dan peduli terhadap sesama makhluk. God is in you, within you, above you, around you, and behind you… Tuhan berada di dalam dirimu, di atasmu, di sekelilingmu, di belakangmu. Dia berada di mana-mana. Demikian pula dengan kasih. Maka, sesungguhnya tidak perlu mencari pemahaman di luar diri tentang Tuhan, tentang kasih. Carilah di dalam diri. Di dalam diri itu ada Tuhan, dan ada kasih. Sesungguhnya Tuhan berada dalam wujud kasih di dalam diri setiap orang. Kasih di dalam diriku adalah Tuhan, sebagaimana kasih di dalam dirimu. Kasih di dalam diriku, sebab itu, mempersatukan ‘aku’ dan ‘kamu’.” (Das, Sai. (2012). Swami Sri Sathya Sai Baba Sebuah Tafsir. Koperasi Global Anand Krishna)

Dua Angsa Suci Pemimpin Ratusan Angsa

Tersebutlah tentang ratusan angsa yang tinggal di atas telaga yang berada di gunung yang sulit didatangi manusia. Angsa-angsa tersebut putih bersih bulunya dengan kuning keemasan warna kakinya. Kala mereka terbang bersama, seperti kapas yang sedang terbawa angin saja nampaknya. Kelompok angsa tersebut dipimpin oleh raja angsa yang dibantu wakilnya. Kedua pemimpin angsa tersebut luar biasa indah penampilannya. Mereka mempunyai bulu emas bercahaya di seluruh tubuhnya. Mereka bisa berkomunikasi dengan berbagai bahasa hewan, sehingga di mana pun mereka berada semua hewan menunjukkan penghormatannya. Hanya beberapa orang yang tersesat jalan, kadang menemukan telaga dan berkesempatan melihat keindahan kedua pemimpin angsa.

Upaya Luar Biasa Menangkap Dua Angsa Suci

Bagaimana pun berita tentang keindahan dan kebijaksanaan kedua angsa menyebar ke seluruh pelosok negeri dan terdengar sampai di istana. Sang Raja berhasrat menangkapnya dengan segala cara. Perjuangan Sang Raja sangatlah luar biasa, dia sengaja membangun sebuah telaga besar yang sangat indah di pinggir kota. Berbagai ikan dikembang-biakkan di sana. Berbagai macam bunga teratai menambah kecantikan telaga. Pada malam hari telaga tersebut nampak bagai cermin raksasa, tempat memandang bulan dan bintang pada permukaan airnya. Para hewan mulai berdatangan ke  telaga baru bikinan Sang Raja. Beberapa gajah sering datang untuk mandi dan bermain air di sana. Sedangkan para rusa sering merumput di dekatnya. Sebuah telaga baru yang keindahannya sulit diungkapkan kata-kata.

Pada suatu hari, sekelompok angsa terbang di atas telaga dan melihat telaga baru yang mempesona. Mereka turun, bermain air dan bersantai melepaskan lelahnya. Kemudian mereka kembali ke atas gunung dan menceritakan kepada teman-temannya tentang telaga baru di pinggir kota.

Nasehat Dua Angsa Kepada Komunitasnya

Masyarakat angsa mohon kepada Sang Raja Angsa dan wakilnya untuk bersama-sama pindah ke telaga baru di pinggir kota. Konon telaga baru tersebut lebih hangat dan lebih nyaman daripada tempat tinggal mereka. Kedua pemimpin angsa menolak permintaan untuk tinggal di dekat pemukiman manusia. Burung-burung dan hewan mempunyai kebiasaan  hidup bebas dan bisa mengekpresikan perasaannya selaras dengan alam semesta. Tetapi manusia ingin memelihara burung dalam sangkar demi kesenangan mereka. Manusia merasa burung berbahagia dalam kurungan yang indah asal telah dicukupi makan dan minumnya. Manusia belum halus rasanya, belum pernah merasakan kebebasan dari pola pikiran lama yang telah membelenggunya. Hal tersebut membuat manusia tidak peka akan belenggu sangkar yang membuat burung kehilangan kebebasannya. Manusia sendiri tidak suka dikekang dalam rumah indah mereka. Dia sering keluar bepergian juga, namun mereka memelihara burung dalam sangkar di rumah mereka. Betapa tidak pekanya manusia. Manusia tidak peka karena manusia sendiri telah terjebak dalam sangkar dunia.

“Identitas palsu dan status sosial kita, demikian juga dengan afiliasi profesional, politik maupun religius yang kita miliki, secara bersama-sama membentuk zona aman yang kita tinggali. Inilah sangkar di mana kita terjebak. Dan, kita sudah terjebak dalam waktu yang begitu lama yang membuat kita jadi terbiasa. Burung yang ada di dalam sangkar tidak perlu bersusah-payah mencari makan dan minum setiap hari. Awalnya ia akan berusaha membebaskan diri, kemudian ia mulai menerima takdirnya dan malah menikmatinya. Sang burung tidak menyadari bahwa kenyamanan superficial tersebut dibayar dengan kebebasannya. Situasi yang kita hadapi kurang lebih sama. Meskipun sangkar yang mengurung kita jauh lebih besar ukurannya, dengan bergerak kesana-kemari memberi kesan seolah-olah kita bebas. Kita ini seperti hewan yang ditawan di taman safari buatan manusia, dengan secara salah menganggap taman tersebut sebagai hutan alami. Delusi semacam ini bisa sangat fatal. Ketika sangkar yang mengurung kita kecil, maka kita akan segera merasa sesak dan berusaha membebaskan diri. Namun, ketika sangkarnya sangat besar dan luas, maka sangat kecil kemungkinan bagi kita untuk merasa perlu membebaskan diri. Kita menjadi terbiasa hidup dan mati di dalamnya.” Terjemahan bebas dari buku (Krishna, Anand. (2010).The Hanuman Factor, Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Bagaimana pun para angsa tetap memohon, sehingga Sang Raja Angsa dan wakilnya akhirnya mengabulkan. Sang Raja berpesan agar selama berada di telaga baru di pinggir kota tetap menjaga kewaspadaan......

Sang Raja Angsa Terjebak Pemburu dari Istana

Mendengar kedatangan kedua angsa emas di telaga, Sang raja meminta seorang pemburu ulung untuk memasang jebakan. Saat Sang Raja Angsa sadar bahwa dia baru saja terperangkap dalam jebakan, Sang Raja Angsa memberitahu kepada seluruh angsa, agar telaga baru tersebut segera ditinggalkan. Seluruh angsa segera mematuhinya dan meninggalkan telaga yang dipenuhi jebakan. Akan tetapi Sang Wakil Raja Angsa yang tidak terperangkap, tetap tinggal di sana menemani Sang Raja. Sang Raja memerintahkan wakilnya untuk segera pergi, menemani para angsa untuk terbang menjauhinya. Tetapi Sang Wakil Raja Angsa tidak mematuhinya, dia tetap setia menemaninya.

Kala Sang Pemburu Ulung datang, Sang Wakil Raja Angsa berkata bahwa para manusia sulit membedakan antara Sang Raja Angsa dengan dia. Sang Wakil mohon agar Sang Raja Angsa dibebaskan dan dia ditangkap sebagai penggantinya. Sang Pemburu terkesima mendengar pernyataan Sang Wakil Raja Angsa. Dia mendapatkan pelajaran berharga, bahwa ada karakter angsa yang patut diteladani manusia karena kesetiaannya. Sang Pemburu Ulung lama merenung, dia belum pernah menemukan manusia yang kesetiaannya seperti Sang Wakil Raja Angsa. Kemudian, Sang Pemburu bahkan melepas Sang Raja Angsa menghormati kebijakan mereka. Akan tetapi kedua angsa tidak mau pergi juga, mereka tahu Sang Pemburu akan dihukum berat oleh Sang Raja karena telah melepaskan angsa buruan Sang Raja. Mereka segera hinggap di kedua pundaknya dan menemani Sang Pemburu menghadap Sang Raja.

“Sebaik-baiknya tindakan kita, masih belum ‘tepat” jika semangat dibaliknya adalah kepentingan diri, dan bukanlah kepentingan bersama. Dan, setepat-tepatnya tindakan kita, masih belum ‘mulia’ jika semangat dibaliknya sekedar kepentingan saja.  Entah kepentingan diri, atau kepentingan bersama.” (Krishna, Anand. (2011). Karma Yoga bagi Orang Moderen, Etos Kerja Transpersonal untuk Zaman Baru.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Bangkitnya Kesadaran Sang Raja

Mendengar laporan Sang Pemburu, Sang Raja membungkukkan kepala kepada kedua angsa yang bijaksana. Belum ada satu pun penasehat raja yang membabarkan dharma kebenaran begitu jelasnya. Kemudian Sang Raja Angsa diminta menyampaikan dharma tentang kesetiaan, tanggung jawab dan kebebasan. Setelah selesai bila ingin pergi dipersilakan. Sang Raja tidak lagi akan memasang jebakan hewan. Bila ada waktu diharap Sang Raja Angsa datang ke istana dan menyampaikan dharma kebenaran...... Konon setelah beberapa kali kehidupan, Sang Raja Angsa lahir sebagai Sang Buddha dan Sang Wakil Raja Angsa lahir sebagai murid Sang Buddha yang bernama Ananda.

Sang Raja mendengarkan dengan cermat laporan Sang Pemburu dan tidak ada sedikit pun rasa keangkuhan dalam dirinya, bahwa dia lebih bijak daripada Sang Pemburu bawahannya. Sang Raja juga ingin dekat dengan Sang Raja Angsa untuk belajar kepadanya. Sang Raja ingin bersahabat engan Raja Angsa yang bijak.

“Bersahabatlah dengan Para Bijak, kalimat ini dimaksudkan bagi para Saadhaka, yaitu mereka yang ‘sedang menjalani’ pelatihan rohani, bukan bagi mereka yang merasa ‘sudah selesai menjalani’nya. Bukan bagi mereka yang menganggap dirinya sudah cukup bijak, sehingga tidak lagi membutuhkan nasehat para bijak bagi dirinya. Kalimat ini dimaksudkan bagi mereka yang tidak angkuh, yang mau belajar dan siap menundukkan kepala. Kita akan terpengaruh oleh orang-orang yang berinteraksi dalam pergaulan kita. Karena itu mudah dimengerti: Bergaullah dengan para bijak, bersahabatlah dengan mereka, supaya kita sendiri nanti bisa menjadi bijak juga. Berbahagialah bila bertemu dengan seorang bijak yang sudi memberi nasehat, janganlah kita membantahnya. Bagaimana kita tahu bahwa dia seorang bijak?, tanya seorang teman. Gampang. Pertama : Nasihatnya selalu membebaskan, meluaskan, tidak membelenggu, tidak menyempitkan. Kedua : dia selalu bertindak tanpa pamrih, tanpa ‘memikirkan’ keuntungan bagi diri pribadinya. Seorang bijak tidak pernah membuat peraturan untuk membatasi gerak-gerak kita. Ia berupaya untuk menyadarkan diri kita supaya kita membatasi sendiri gerak-gerik kita, bahkan meninggalkan segala kebebasan yang tidak menunjang kesadaran kita.” (Krishna, Anand. (2006). Five Steps To Awareness, 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan, karya terakhir Mahaguru Shankara “Saadhanaa Panchakam”, Saduran & Ulasan dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Situs artikel terkait

http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/

http://www.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

September 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun