Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Hirarki Kebutuhan Manusia Menuju Hirarki Kesadaran Manusia

6 Juni 2012   23:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:19 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Abraham Maslow menggunakan piramida kebutuhan manusia untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang selalu berkembang. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Kebutuhan fisik adalah kebutuhan terendah. Kebutuhan berikutnya adalah rasa aman, seperti kebutuhan rumah, kesehatan di hari tua, dapat menyekolahkan putra-putrinya dan lain-lain. Setelah itu ada kebutuhan sosial untuk berhubungan dengan orang lain. Kemudian baru kebutuhan harga diri, agar dirinya dalam pergaulan sosial bisa dihargai. Dan akhirnya adalah  kebutuhan untuk aktualisasi diri, kebutuhan untuk melaksanakan karya nyata di tengah masyarakat. Sebetulnya Maslow di hari tuanya paham bahwa itu semua merupakan kebutuhan personal dan menambahkan kebutuhan transpersonal manusia, akan tetapi kebutuhan yang terakhir tersebut kurang dapat dipahami orang dan kurang terekspose.

Pada suatu saat,seseorang  mungkin sudah memperoleh semuanya, akan tetapi dia belum merasa bahagia juga. Semua kebutuhan luar tersebut tidak memberinya kebahagiaan selamanya. Kadang kebutuhannya terpenuhi, kadang terancam pemenuhannya dan kadang bahkan kebutuhan yang sudah berada dalam tangannya menghilang, sehingga kebahagiaan yang dirasakannya tidak bertahan lama. Hanya menggunakan pikirannya belaka, hanya memfokuskan pada aspek mental-emosionalnya saja manusia belum dapat menemukan kebahagiaan sejati. Dalam diri setiap orang tidak hanya aspek mental-emosionalnya yang berpengaruh akan tetapi ada  juga aspek intelegensia. Intelegensia membuat seseorang sadar akan adanya golden rule,”bila aku tidak senang diperlakukan demikian oleh orang lain, maka aku juga tidak akan melakukan hal demikian kepada orang lain”. Intelegensia membuat seseorang merasa “sama” dengan lainnya, sedangkan mind membuat seseorang merasa berbeda dengan lainnya. Mind ingin memuaskan diri sendiri, sedang intelegensia menumbuhkan rasa ingin loving, caring and sharing to others. Dalam buku “Atma Bodha Menggapai Kebenaran Sejati Kesadaran Murni dan Kebahagiaan Kekal”, Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001 disampaikan......... Ada mind, ada intelegensia. Bukan intelek, tetapi intelegensia, karena intelek masih merupakan bagian dari mind. Penghalusan mind itulah intelek. Mind bersifat “khas”, pribadi. Cara berpikir Anda dan cara berpikir saya berbeda. Tidak bisa 100% sama. Sebaliknya intelegensia bersifat universal. Misalnya: apa yang Anda anggap indah dan apa yang saya anggap indah mungkin berbeda. Definisi kita tentang keindahan mungkin bertolak belakang, karena definisi adalah produk mind, produk pikiran. Tetapi, ketertarikan kita pada keindahan bersifat universal. Menyukai keindahan ini berasal dari intelegensia. Anda ingin bahagia, saya ingin bahagia, kita semua ingin bahagia. Nah, keinginan untuk hidup bahagia berasal dari intelegensia. Bila Anda menemukan kebahagiaan dari “A” dan saya menemukan dari “B”, perbedaan itu disebabkan oleh mind. Proporsi mind dan intelegensia dalam diri setiap manusia bisa berubah-ubah. Bisa turun-naik. Bila proporsi mind naik, intelegensia akan turun. Bila intelegensia bertambah, mind berkurang. Bila proporsi mind mengalami kenaikan, manusia menjadi ego-sentris. Dia akan mengutamakan kebahagiaan, kesenangan, kenyamanan, kepentingan diri. Sebaliknya, intelegensia bersifat universal, memikirkan kebahagiaan, kenyamanan, kepentingan umum. Mind atau mano selalu melihat dualitas; intelegensia atau budhi selalu melihat kesatuan. Sebetulnya, buddhi juga melihat perbedaan, tapi ia melihat kesatuan di balik perbedaan. Sementara mind hanya melihat perbedaan. Budhi melihat isi; mano melihat kulit.

Dengan intelegensianya, seseorang sadar bahwa segala kebutuhan yang disebut Abraham Maslow tersebut tidak menghasilkan kebahagiaan abadi. Sesaat suka dan saat lain duka. Bergantung kepada hal di luar diri membuat kita tidak memperoleh kebahagiaan abadi. Intelegensia kita menyatakan, tidak mungkin mendapatkan kebahagiaan abadi dari segala sesuatu yang tidak abadi. Dalam buku “Panca Aksara Membangkitkan Keagamaan Dalam Diri Manusia”, Anand Krishna, Pustaka Bali Post, 2007 disampaikan....... Setiap orang, setiap anak manusia, bahkan setiap makhluk, sejak awal mulanya alam ini - sesungguhnya mendambakan satu hal saja. Yaitu: Kebahagiaan Sejati. Ketika otaknya belum cukup berkembang, daya pikir serta intelegensianya masih minim - ia memahami apa yang didambakannya itu sebagai keinginan untuk "sesuatu". Sesuatu yang "dianggapnya" dapat membahagiakan dirinya. Saat ia belum mampu mendefenisikan kebahagiaan. Kenikmatan indera dan kenyamanan tubuh dianggapnya sudah cukup membahagiakan. Dalam perjalanan panjang menuju kebahagiaan, manusia menemukan banyak hal yang membuat tubuhnya menjadi nyaman. Masa yang cukup panjang dilaluinya sebelum ia dapat menyimpulkan bahwa, "Adalah Kebahagiaan Sejati atau Anand yang sedang kucari!" Manusia ingin bahagia, ia mendambakan kebahagiaan. Tetapi, bukanlah kebahagiaan biasa, kebahagiaan sesaat. Ia menginginkan Kebahagiaan yang Kekal, Abadi, Langgeng - Kebahagiaan Sejati. Kebahagiaan yang tak pernah berakhir, tak pernah melentur, tak pernah berkurang. Tak pernah hilang.  Sekali Bahagia, Tetap Bahagia.........

Dalam buku “Spiritual Astrology, The Ancient Art of Self Empowerment, Bhakti Seva, Terjemahan Bebas, Re-editing , dan Catatan Oleh  Anand Krishna”, Gramedia Pustaka Utama, 2010 disampaikan......... Saat ini kita masih berada dalam posisi tarik-menarik. Kita masih ingin menarik yang terbaik bagi diri kita saja. Kita belum mencapai tingkat intelegensia supra di mana kita bisa merasakan kesatuan, bukan sekadar persatuan, dengan semesta. Jika masih ada seorang pun yang tidur dengan perut kosong malam ini, saya ikut merasakan laparnya. Itu adalah intelejensia supra. Kemudian, intelejensia ini pula yang akan menuntun kita untuk “secara aktif” mencari solusi supaya tidak ada satu pun orang yang tidur dengan perut kosong. Intelejensia supra inilah yang dapat mewujudkan surga di bumi. Intelejensia supra inilah yang dapat mendatangkan Kerajaan Allah. Inilah abad yang ditunggu-tunggu. Datangnya abad inilah yang diramalkan sejak 5.000 tahun yang lalu, ketika umat manusia secara kolektif mengalami degradasi kesadaran, dan dari intelejensia supra kesadaran kita merosot ke level terendah. Sejak itu, dari masa ke masa kesadaran kita mengalami peningkatan hingga sampailah kita pada masa yang sangat menentukan ini.

1339008001772628078
1339008001772628078

Ada peningkatan kebutuhan manusia dan ada peningkatan kesadaran manusia. Manusia mulai sadar “Aku itu sebenarnya siapa?” Ternyata kesadarannya meluas dan pandangan hidupnya juga meluas. Dalam buku “Shangrila, Mengecap Sorga di Dunia”, Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2000 disampaikan......... Dalam bahasa Sanskerta, ada sebuah kata yang sangat sulit diterjemahkan: Atman. Dalam bahasa Inggris kata itu diterjemahkan sebagai Self – Diri. Bagi seorang yang berada pada lapisan kesadaran fisik, Atman adalah badannya. Bagi yang berada pada lapisan kesadaran energi, Atman adalah energinya. Bagi orang yang berada pada lapisan kesadaran mental, Atman adalah mind, pikiran. Ada lagi yang menganggap ‘rasa’ atau lapisan emosi sebagai Self – Atma. Lapisan ini sudah jauh lebih halus, jauh lebih lembut dari lapisan-lapisan sebelumnya sebagai materi. Bagi dia, ‘Cinta’, ‘Rasa’ adalah kekuatan sejati – energi murni. Lalu ada yang menganggap lapisan intelegensia sebagai Self – Atma. Rasa pun telah mereka lampaui. Bagi dia, badan, energi, pikiran, rasa – semuanya masih bersifat ‘materi’. Bagi dia ‘kesadaran’ itu sendiri merupakan ‘kekuatan’ – energi. Seorang Buddha mengatakan bahwa semua lapisan tadi masih bersifat ‘materi’. Bagi seorang Buddha, Self atau Atma yang identik dengan lapisan-lapisan yang masih bisa dijelaskan harus terlampaui. Bagi dia, ketidakadaan atau kasunyatan adalah kebenaran sejati...........

1339008279312565007
1339008279312565007

Hidup ini adalah perjalanan dari kebenaran dengan makna rendah menuju kebenaran dengan makna tinggi. Dalam buku “SAI ANAND GITA Kidung Mulia Kebahagiaan Sejati”, Sai Das, Koperasi Global Anand Krishna Indonesia, 2012........ Perjalanan spiritual dimulai dari “aku” yang terbatas menuju “kita” yang terus menerus meluas. Ini adalah langkah pertama dalam perjalanan spiritual. Langkah kedua adalah dari “kita” menuju “Dia” Tuhan, Ayah dan Ibu Semesta yang Sejati. Perjalanan spiritual membawa kita melampaui bintang yang terjauh dan kerabat yang terdekat sekaligus. Perjalanan spiritual adalah perjalanan dari dan diatas segala perjalanan, satu-satunya perjalanan yang berharga untuk dilakukan. Perjalanan spiritual adalah perjalanan dari yang terbatas menuju yang tak terbatas..........  Asato – maa Sadgamaya, Tamaso – ma Jyotirgamaya, Mrityor – maa Amritamgamaya. Perjalanan ini adalah dari asat, ketidakbenaran, saya memilih untuk menafsirkannya sebagai “kebenaran rendah”, menuju Kebenaran Sejati, sat; dari tamas atau kegelapan menuju terang Jyoti. Dan dari kematian atau mrityu menuju kehidupan Abadi, Amrita.......

Salah satu program e-learning dari One Earth College (http://www.oneearthcollege.com/) adalah Neo Interfaith  Studies (http://interfaith.oneearthcollege.com/) yang mempunyai tujuan agar para peserta program dapat memberikan apresiasi terhadap keyakinan yang berbeda. Kemudian ada program Ancient  Indonesian History And Culture (http://history.oneearthcollege.com/) agar para peserta program dapat mengetahui dan menghargai sejarah awal Kepulauan Nusantara. Dan ada lagi program Neo Transpersonal Psychology (http://stponline.oneearthcollege.com/) yang membahas tentang peningkatan kesadaran dari keadaan personal, ego-based menuju keadaan transpersonal, integensia-based sehingga kita dapat bekerja tanpa pamrih pribadi.

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.org/ind/

http://triwidodo.com

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

http://blog.oneearthcollege.com/

Juni 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun