Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beberapa Karakter Utama Manusia Zaman Alengka di Tengah-Tengah Bangsa Kita

15 April 2011   14:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:46 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sepasang suami istri sedang membaca dukungan para tokoh terhadap Pak Anand Krishna yang sedang mengalami ketidakadilan dan beliau sudah puasa makan selama 39 hari untuk memprotes ketidakadilan yang menimpanya. Di antaranya adalah....

http://www.mediaindonesia.com/read/2011/04/15/218333/37/5/Pengadilan-Terhadap-Anand-Krisna-tidak-Wajar

Sang Istri: Aku baru saja membaca buku "Rupa &Karakter Wayang Purwa", sebuah ensiklopedi karakter wayang yang bagus....... Wayang adalah simbol dari karakter manusia. Biasanya dalam satu kotak wayang kulit ada sekitar 250 wayang, tetapi wayang yang lengkap bisa mencapai 400 buah. Berarti ada contoh simbol dari 400 karakter manusia. Sehingga kita bisa melihat karakter apa yang sesuai dengan diri kita. Karakter kita bukan harga mati, kita bisa mengubahnya, akan tetapi merupakan suatu perjuangan yang berat untuk memperbaiki karakter kita.

Sang Suami: Baiklah istriku, mari melihat tokoh-tokoh yang ada di Zaman Alengka. Pertama Resi Wisrawa.... Resi Wisrawa adalah seorang raja yang merasa sudah cukup lama berkuasa dan meninggalkan kenyamanan istana guna mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Akan tetapi sang resi masih punya keterikatan dengan sang putra, Danaraja yang menggantikannya sebagai raja Lokapala. Sang putra mabuk kepayang ingin mempersunting Dewi Sukesi, akan tetapi sang putra takut karena semua kesatria yang datang meminang sang putri harus memenangkan pertarungan melawan Patih Harya Jambumangli adik Prabu Sumali yang diam-diam jatuh cinta kepada sang keponakan. Semua kesatria yang datang meminang telah dibunuhnya.

Sang Istri: Wisrawa merupakan figur seorang yang sudah pensiun, sudah mantan pejabat, tetapi belum mempercayai putra-putrinya agar hidup mandiri. Dia sedang mencari jalan pulang kembali kepada Yang Maha Kuasa, tetapi karena keterikatannya pada putra-putrinya yang dianggapnya belum mapan, maka dia terus terikat dengan duniawi yang bisa menggelincirkannya.

Sang Suami: Figur selanjutnya, Dewi Sukesi, putri raja Alengka, putri Prabu Sumali, seorang putri cantik, cerdas, sangat percaya diri serta penuh semangat. Sang putri menerima saran sang ayahanda bahwa pemilihan suaminya melalui pertarungan antar kesatria tidak perlu diperpanjang lagi. Dewi Sukesi kemudian memilih calon suami siapa pun juga yang dapat menjabarkan kitab "Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu".

Sang Istri: Dewi Sukesi menggambarkan figur seorang wanita yang cantik, cerdas, putra pejabat yang ambisius yang ingin memperoleh apa pun yang menjadi ambisinya. Walaupun ambisinya dapat menimbulkan resiko yang berbahaya.

Sang Suami: Resi Wisrawa berangkat ke Alengka  untuk mendapatkan jodoh bagi sang putra. Akan tetapi sewaktu menguraikan makna "Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu" kepada Dewi Sukesi, mereka berdua terlena dan melakukan hubungan suami istri. Apa pun alasannya seorang laki-laki yang berdekatan dengan seorang wanita cantik, mudah tergelincir dari cita-cita sebelumnya. Dewi Sukesi ingin menjadi murid dari Resi Wirawa dalam hal ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Ilmu yang dapat meruwat, mengembalikan kembali sifat keraksasaan menjadi sifat keilahian.

Sang Istri: Seorang murid sejati adalah seseorang yang berkeinginan tunggal atau "murad" untuk mengalami penyatuan dengan Keberadaan, manunggal dengan Gusti. Sang murid telah paham bahwa dunia ini hanya sebuah ilusi, permainan pikiran, dan oleh karena itu Keberadaan membimbingnya sehingga dia dapat bertemu dengan Guru untuk memandunya dalam menjalani kehidupan spiritual. Sang Guru dan Sang Murid hanya melaksanakan ridho Keberadaan. Mungkin contoh yang baik hubungan antara Guru dan Murid adalah hubungan antara Sri Rama dengan Hanuman. Hanuman pasrah total kepada Sri Rama yang merupakan wujud keilahian, Hanuman tidak memiliki keinginan secuilpun kecuali dekat dengan Sri Rama dan menjalankan perintah Sri Rama.

Sang Suami: Resi Wisrawa dalam mengupas Sastrajendra masih menuruti ego pribadi untuk mendapatkan jodoh bagi sang putra. Dewi Sukesi dalam menerima pengetahuan juga masih mempunyai keterikatan terhadap ego pribadi untuk mencari suami yang hebat. Mereka berdua masih menuruti hasrat ego-nya, bukan ridho Keberadaan, mereka belum mencerminkan hubungan antara Guru dan Murid Sejati. Dalam buku "Menyelami Samudra Kebijaksanaan Sufi", Anand Krishna, PT Gramedia Pustaka Utama, 2001 disampaikan........ Mereka yang jiwanya telah mati sibuk mencari kehidupan. Mereka yang jiwanya hidup mengejar kematian. Suatu paradoks tetapi Begitulah adanya. Apabila anda tidak merasa hidup, Anda akan selalu mengejar kehidupan. Apabila Anda tidak merasa sehat, Anda akan mengejar kesehatan. Apa pun yang Anda rasakan tidak "ada" dalam diri Anda, akan Anda kejar. Anda akan membanting tulang untuk memperolehnya. Sebaliknya, mereka yang merasakan dirinya hidup, mereka yang telah mengenal kehidupan dari dekat, mereka yang telah puas menjalani kehidupan tidak akan mengejar kehidupan lagi. Mereka yang sehat tidak mengejar kesehatan........

Sang Istri: Sifat keraksasaan dalam diri harus diruwat, dikembalikan ke keadaan asalnya. Dan untuk mensucikan jiwa, harus menggunakan raga. Oleh karena itu Resi Wisrawa mengajak Dewi Sukesi, untuk kembali membumi untuk menyelesaikan tugas mengendalikan keraksasaan, mengendalikan Diyu dalam diri! Dewi Sukesi yang merasa belum terpuaskan keingintahuannya, belum mau menyudahi penjelasan tentang Satrajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu....... Begitu larutnya mereka dalam penjabaran Sastrajendra, sampai mereka lupa bahwa "Diyu", sang raksasa dalam diri mereka yang lama terpendam bangkit dan menutup kesadaran mereka. Keduanya bahkan gagal memaknai Sastrajendra, Sang Tulisan Agung. Mereka melakukan hubungan suami istri. Mereka tidak dinikahkan oleh orang tua atau dinikahkan oleh pelaksana ritual pernikahan, tetapi mereka dinikahkan oleh syahwat mereka.......... Mereka melahirkan empat anak, Rahwana atau Dasamuka, Kumbakarna, Sarpakenaka dan Gunawan Wibisana......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun