Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Boddhisattva Sebagai Shakra: Biarlah Kehendak-Nya yang Terjadi

24 Desember 2013   08:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:33 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1387849663336776628

Ilustrasi Shakra Sang Pemberani sumber www himalayanart org

Keyakinan dan Kehendak

Have faith, trust—yakinlah! Keraguan muncul dari pertimbangan, perhitungan, logika, dan pikiran. Sementara itu, keyakinan adalah urusan jiwa. Yakinlah bila kekuatan jiwa jauh melebihi kekuatan pikiran. Dan jangan lupa, energi yang Anda keluarkan untuk berkarya, untuk bekerja, justru memperkuat jiwa Anda, iman Anda, keyakinan Anda pada diri sendiri. Pertimbangan, penilaian, semuanya bisa salah. Akal bisa akal-akalan, bisa juga mengakali. Logika hanya menggunakan informasi yang sudah dimilikinya sebagai acuan. Keyakinan adalah dari jiwa. Dan dari keyakinan seperti itu lahir kehendak yang kuat. So, trust and will power, keyakinan dan kehendak yang kuat, dua-duanya adalah buah jiwa. Urusannya dengan akal budi di dalam diri Anda, bukan dengan akal atau akal sehat saja, yang adalah buah pikiran.” (Krishna, Anand. (2012).Sanyas Dharma Mastering the Art of Science of Discipleship Sebuah Panduan bagi Penggiat Dan Perkumpulan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

“Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Krishna, Anand. (2012).Sanyas Dharma Mastering the Art of Science of Discipleship Sebuah Panduan bagi Penggiat Dan Perkumpulan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Shakra, Dewa Indra tidak mau kereta perangnya menabrak sarang burung elang, karena dia pun tidak mau dirinya ditabrak kereta yang dikendarai orang lain hingga mati. Lebih baik mati di medan pertempuran daripada melarikan diri dan membunuh nyawa anak-anak elang. Keretanya berputar kembali menuju medan pertempuran dan akhir pertempuran yang terjadi berbeda jauh dari logika para Dewa dan Asura.

Boddhisattva sebagai Shakra

“Dewa bukan makhluk abadi akan tetapi frekuensi yang lebih tinggi. Semuanya frekuensi lebih tinggi disebut dewa. Dan masing-masing frekuensi ada namanya. Kadang kita menyebut sebagai makhluk surgawi, tetapi ini adalah nama-nama dari frekuensi yang lebih tinggi.” Cuplikan dan terjemahan bebas dari Diskusi Anand Krishna dengan Kali Ma di Spreaker

Kesadaran seseorang itu bisa sempit atau meluas, seperti sifat sempit dan meluasnya berbagai elemen alami. Tanah atau bumi itu padat, merupakan simbol kesadaran yang kaku, sempit. Kemudian kesadaran berikutnya meluas seperti air yang bisa meresap dan mengalir kemana-mana. Setelah itu kesadaran meningkat seperti api yang bukan hanya meluas tetapi juga naik ke atas dan dan bentuknya sudah tidak padat atau cair lagi. Selanjutnya seperti udara, kesadaran yang lebih cepat meluas dengan sangat cepat. Dan, akhirnya seperti ruang, sebuah kesadaran yang meliputi segala sesuatu. Bila ruang bisa ditengarai dengan bunyi,shabda; udara ditengarai dengan raba, touch, sparsha; api sudah mulai bisa kelihatan bentuknya, rupa; sedangkan air selain sudah mempunyai rupa sudah bisa di ‘rasa’ kan, tasted, dikecap: bumi sudah punya rupa, rasa dan bisa ditengarai dari bau, gandha.

Seseorang yang kesadarannya meluas, sesuai tingkat keluasan kesadarannya, maka dia sudah tidak membedakan gandha, rasa, rupa, ataupun sparsha-raba. Dia sudah tidak membedakan antara manusia dengan makhluk lainnya, semua makhluk adalah percikan dari Gusti Pangeran. Kita perlu merenungkan, apabila kita masih membeda-bedakan kolom agama dalam ktp, apakah kesadaran kita sudah meluas atau masih begitu sempit dan kaku? Dalam kisah ini Boddhisattva sudah mencapai kesadaran Shakra atau Dewa Indra, rajanya para dewa.  Dalam berbagai kehidupan sebelumnya dia sudah melakukan tindakan mulia dan kesadarannya sudah meluas sehingga diangkat menjadi Shakra.

Bertempur dengan Para Asura

Para Asura merasa iri dan dengki dengan tingkat kesadaran Shakra, jika hal ini dibiarkan dunia akan dipengaruhi Shakra dan kejahatan dan kegelapan akan terlempar dari dunia. Para Asura menyatakan perang melawan Shakra. Mereka mengumpulkan ribuan prajurit dilengkapi dengan banyak gajah, kuda dan kereta perang. Shakra pun memimpin para dewa dan melengkapinya dengan ratusan gajah, kuda dan kereta perang. Shakra sendiri guna membangkitkan semangat anak buahnya naik kereta emas yang ditarik dengan seribu kuda dengan perlengkapan senjata yang indah menyilaukan kala diterpa sinar matahari.

Pertempuran besar meletus dengan teriakan penuh kemarahan para perajurit dan genderang perang pemberi semangat untuk mengalahkan musuh. Membaui anyir darah, gajah dan kuda mengamuk, panah-panah berseliweran. Akhirnya, kewalahan oleh senjata para Asura, perajurit Shakra melarikan diri.

Hanya Shakra, pemimpin para dewa yang tetap berada di medan pertempuran dengan sais Matali yang menjalankan kereta perangnya. Matali melihat gegap gempita para perajurit Asura yang sedang menang dan maju mengejar para dewa, memutar kereta dan akan mundur. Pada saat itu Shakra melihat kereta perangnya akan menabrak ranting pohon tempat sarang burung elang yang berisi anak-anak elang yang tidak berdaya.

Shakra segera berkata kepada Matali agar jangan menabrak sarang elang. Matali menjawab, bahwa dengan menghindari sarang tersebut, para Asura bisa menyusul kereta mereka. Matali sangat cemas, mengapa hanya demi sarang elang, Shakra justru membahayakan nyawanya sendiri. Padahal kematian Shakra sangat ditunggu-tunggu oleh para Asura dan bila mereka berhasil membunuh Shakra lengkaplah sudah kemenangan para Asura dalaam pertempuran kali ini.

Biarlah kehendakNya yang terjadi!

“Hendaknya kekuatan kehendak tidak diterjemahkan sebagai kekeraskepalaan. Tujuan Anda  berkehendak kuat bukanlah untuk memenuhi keinginan Anda dan melayani kemauan ego Anda. Tidak. Tujuan Anda berkehendak kuat adalah untuk meleburkannya dalam Kehendak Gusti Pangeran. Untuk memuliakanNya, untuk mengagungkanNya. Biarlah kehendakNya yang terjadi!” (Krishna, Anand. (2012).Sanyas Dharma Mastering the Art of Science of Discipleship Sebuah Panduan bagi Penggiat Dan Perkumpulan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Shakra tetap meminta Matali membelokkan kereta menghindari sarang elang. Shakra trust, yakin terhadap Kebenaran Sejati dan tunduk terhadap Kehendak-Nya, bukan kehendak pribadinya. Dalam diri Shakra sudah terpatri keyakinan, lebih baik mati dalam pertempuran daripada melarikan diri dan membunuh nyawa anak-anak elang. Shakra tidak mau seperti orang awam yang menggampangkan perkara melenyapkan nyawa makhluk dan masih menepuk dada dan berkata lantang bahwa “dirinya mengasihi semua makhluk seperti dia mengasihi dirinya sendiri”.

“Kemanusiaan adalah kesadaran bahwa apa yang kau inginkan bagi dirimu juga diinginkan oleh orang lain bagi dirinya. Jika kau ingin bahagia, maka orang lain pun ingin bahagia. Jika kau ingin sehat, maka orang lain pun ingin sehat. Jika kau ingin aman, maka orang lain pun ingin aman. Jika kau tidak mau dilukai, maka orang lain pun demikian. Jika kau tidak mau ditipu, maka orang lain pun tidak mau ditipu. Langkah berikutnya adalah: Jika kau tidak mau disembelih, dimasak, dan disajikan di atas piring; jika kau tidak mau dagingmu dijual dengan harga kiloan; jika kau tidak mau jeroanmu dipanggang atau digoreng; maka janganlah engkau menyembelih sesama makhlukNya. Menyembelih sesama makhluk hidup bukanlah tindakan yang memuliakan. Bagaimana kau bisa mengagungkan Hyang Maha Agung dengan mengorbankan ciptaanNya?” (Krishna, Anand. (2013).Alpha & Omega Japji bagi Orang Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Dengan yakin, Shakra meminta Matali memutar kereta perangnya menghindari sarang elang. Shakra sudah melepaskan logika. Logika hanya menggunakan informasi yang sudah dimilikinya sebagai acuan. Shakra memakai keyakinan yang berasal dari jiwa. “Biarlah Kehendak-Nya yang terjadi!”

Membuat Porak Poranda Pasukan Asura

Kereta perang Shakra yang memutar kembali ke arah musuh membuat pasukan Asura kebingungan. Mereka ternganga dan cemas dengan keberanian Shakra. Mereka bertanya-tanya ada kekuatan besar apa yang membuat Shakra menyerang kembali. Para Asura cemas, jangan-jangan mereka dijebak pasukan para Dewa. Alih-alih menghalangi kereta Shakra dan menyerangnya, pasukan para Asura menyibak penuh ketakutan dan melarikan diri dari jalur kereta Shakra. Melihat barisan Asura yang menyibak dan rusak, para dewa muncul semangatnya kembali dan dengan genderang perang, pasukan gajah, kuda dan kereta mereka masuk kembali ke medan pertempuran. Hal ini tambah mengejutkan pasukan para Asura dan meruntuhkan nyali mereka. Para Asura serempak melarikan diri terbirit-birit dari serangan para Dewa. Para dewa bersorak gembira atas kemenangan pertempuran.

Dalam keadaan kritis, Shakra menyerahkan diri pada Kehendak-Nya, yang akan terjadi adalah Kehendak-nya bukan kehendak pribadinya.

Menyerahkan Diri pada Kehendak-Nya, Melampaui Maya

“Maya adalah ilusi yang menciptakan dualitas panas-dingin, siang-malam, laki-perempuan, suka-duka, dan lain sebagainya. Sebab itu maya juga merupakan dasar penciptaan. Tanpa ilusi dualitas, tak akan terjadi penciptaan. Maka, selama kita masih menjadi bagian dari ciptaan, pengaruh maya mustahil untuk dihindari. Maka, kita perlu menjaga kesadaran kita supaya kita terlalu terperangkap dalam permainan maya, permainan dualitas. Seorang Sadguru mengingatkan kita akan peran penting maya dalam mempertahankan ciptaan, sekaligus bahayanya, dan mengajarkan cara supaya kita tidak tenggelam dalam lautan maya, tapi bisa berenang dengan penuh kesadaran. Pada suatu hari Beliau bersabda : ‘Aku seorang fakir, tidak punya tanggungan maupun keterikatan. Aku tinggal di satu tempat, tidak kemana-mana. Ke-‘aku’an pun telah kunafikan, tetap saja maya masih menggoda-Ku. Para dewa, malaikat pun digoda maya, apalagi seorang fakir biasa seperti diri-Ku… Hanyalah mereka yang berserah diri kepada Tuhan dan memperoleh anugerah-Nya terbebaskan dari godaan maya.” (Das, Sai. (2010). Shri Sai Satcharita. Anand Krishna Global Co-Operation Indonesia)

Situs artikel terkait

http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/

http://www.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

Desember 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun