Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Relief Candi Mendut: Ikan Korban Rayuan Iklan Bangau yang Culas dan Kepiting yang Waspada

17 Agustus 2013   03:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:13 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar Bangau menipu ikan-ikan dan akhirnya ditipu kepiting sumber Wikipedia

Ikan Dibujuk Bangau Berulang-Ulang

“Pengulangan membuat sesuatu menjadi nyata. Adolf Hitler menulis dalam otobiografinya bahwa jika kebohongan diulangi secara terus-menerus, maka pikiran manusia akan mempercayainya. Kebohongan pun diterimanya sebagai kebenaran. Pengulangan adalah metode hypnosis. Apa yang diulangi secara terus-menerus itu akan terukir pada dirimu. Inilah yang menyebabkan ilusi dalam hidup. Industri periklanan sepenuhnya berlandaskan pengulangan. Para pemasang iklan mempercayai ilmu tersebut. Produsen rokok mengulangi terus menerus bahwa mereknyalah yang terbaik. Awalnya, barangkali Anda tidak percaya. Tetapi setelah diserang terus menerus dengan pengulangan, Anda akan luluh juga. Seberapa lama Anda dapat bertahan dan tidak mempercayai iklan yang membombardir mind Anda? Secara perlahan tapi pasti, anda mulai mempercayai iklan itu.” (Krishna, Anand. (2012). Neo Spiritual HYPNOTHERAPY, Seni Pemusatan Diri Untuk Bebas Dari Pengaruh Hipnosis Massal.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Tersebutlah di sebuah kolam kecil hidup seekor kepiting dan sekumpulan ikan. Pada suatu musim  kemarau airnya menyusut tinggal sedikit dan bagi penghuni kolam keadaan tersebut cukup mengkhawatirkan. Kala itu seekor burung bangau sedang mengintai dan muncul pikiran jahatnya untuk menjadikan seluruh penghuni kolam sebagai santapan.

Burung Bangau sengaja beristirahat di tepi kolam dan nampak duduk termenung bermuram durja. Para Ikan bertanya kepada Sang Bangau, “Tuan sedang memikirkan apa?” Sang Bangau menjawab, “Aku memikirkan kehidupan kalian wahai para ikan. Kemarau ini begitu keringnya, semakin sedikit air semakin sedikit pula makanan kalian. Aku takut kolam ini beberapa hari lagi akan habis airnya dan kalian akan mati kekeringan. Kalau kalian percaya padaku, akan kubawa satu per satu kupindahkan ke telaga besar di balik hutan. Telaga yang dipenuhi dengan bunga teratai yang akan menjamin kehidupan kalian.” Para Ikan berkata, “Tuan Bangau, sejak awal kehidupan, tak ada ceritanya seekor bangau memikirkan kesejahteraan ikan. Terus terang kami takut satu per satu dari kami akan Tuan makan.” Sang Bangau menjawab pelan, “Coba pikir masak-masak, aku tidak berdusta silakan pilih satu perwakilan ikan untuk melihat telaga yang saya ceritakan.” Karena setiap hari Bangau membujuk dan memang air kolam nampak berkurang maka para ikan kemudian memilih satu ikan besar sebagai perwakilan. Sang Bangau membawanya ke atas telaga dan kemudian kembali ke kolam ikan. Para Ikan akhirnya percaya dan menurut saja dibawa Sang Bangau satu per satu ke telaga. Sebenarnya satu per satu ikan dijatuhkan di pohon di seberang telaga. Satu per satu disantap Sang Bangau dan dibawah pohon berserakan tulang-tulangnya. Demikian dilakukan berkali-kali sehingga ikan di kolam habis semuanya.

Kepiting yang Waspada

Tersisa seekor kepiting di kolam yang juga ingin dimangsanya. Sang Bangau berkata, “Tidakkah kamu ikuti para ikan pindah ke telaga?” Sang Kepiting berkata, “Lebih baik aku hidup di kolam ini saja.” Sang Bangau membujuk setiap hari, sehingga Sang Kepiting semakin waspada. Pada suatu hari akhirnya Sang Kepiting berkata, “Aku bisa memegang diri Tuan lebih kuat, maka biarkan aku memegang leher Tuan saat terbang menuju telaga.”

Sang Bangau setuju dan kemudian terbang di atas telaga. Akan tetapi kemudian Sang Bangau berbelok menuju pohon di seberang telaga. Sang Kepiting bertanya, “Mengapa Tuan membawaku menjauhi telaga?” Sang Bangau berkata, “Dasar kepiting bodoh, aku bukan budakmu, mengapa kamu harus kupindahkan? Lihatlah di bawah pohon terdapat tulang-tulang ikan berserakan. Kamu pun akan segera kujadikan santapan.” Sang Kepiting berkata, “Sang penipu telah ditipu itulah nasibmu, Tuan. Coba rasakan sedikit, saya mulai menjepit leher Tuan!” Sang Bangau ketakutan merasakan lehernya yang mulai kesulitan bernapas. Sang Kepiting berkata, “Sekarang Tuan Bangau yang bodoh, bawa aku ke atas telaga agar aku bisa terjun dan Tuan kembali bebas!” Sang Bangau menuruti dengan tergesa-gesa untuk menyelamatkan nyawanya. Saat tiba di tepi telaga leher Sang Bangau dipotong Sang Kepiting dan mati seketika. Sang Kepiting pun segera masuk ke dalam telaga.

Kisah Sang Buddha

Sang Buddha bercerita ada penjahit di Jetavana yang suka menipu. Dia membuat pakaian jadi dari baju bekas yang dicelupkan dengan cairan pewarna sehingga kelihatan baru. Setiap orang yang akan menjahitkan pakaian diminta menyerahkan kainnya dan ditukar dengan baju bekas yang nampak baru. Semakin hari, semakin banyak orang yang tertipu. Pada suatu hari, nampak seorang gagah dengan wool mewah berwarna oranye yang memperkenalkan diri sebagai Penjahit dari Desa. Sang Penjahit dari Jetavana minta baju wool yang dipakai Penjahit dari Desa dapat ditukar dengan sejumlah kainnya. Penjahit dari Desa merasa keberatan, tetapi akhirnya setuju juga. Saat Sang Penjahit dari Jetavana mencuci baju wool dia baru sadar bahwa dia telah ditipu karena baju wool tersebut berasal dari kain karpet yang diberi warna.

Konon Sang Buddha bercerita bahwa setelah beberapa kehidupan. Sang Bangau lahir kembali menjadi Sang Penjahit dari Jetavana. Sedangkan Sang Kepiting menjadi Sang Penjahit dari Desa dan sekelompok ikan menjadi masyarakat yang tertipu oleh Sang Penjahit dari Jetavana.

Sang Bangau Sangat Individualistik dan Tidak Peduli Penderitaan Pihak Lain

Seseorang yang masih sangat individualistik masih mempunyai sifat hewani yang masih terkendali oleh fight or flight mechanism. “Seseorang yang terkendali oleh fight or flight mechanism, sungguh sangat individualistik. Sesungguhnya, la hanya memikirkan dirinya saja. Bila la tidak terpelajar, tidak berpendidikan, sifat individualistiknya itu akan terlihat, terasa jelas sekali. Manifestasi dari sifatnya itu sudah pasti vulgar, dapat dibaca oleh siapa saja. Celakanya, bila ia berpendidikan, seperti para aktor intelektual di balik aksi teror di negeri kita, la dapat mengemas individualitasnya, egonya dengan rapi sekali. la dapat menutupinya dan malah memberi kesan sebaliknya, seolah la memikirkan kepentingan orang banyak, rakyat, dan sebagainya. la bisa menipu sejumlah orang, dapat membodohi beberapa orang. Ia tidak dapat menipu dan membodohi semua orang.” (Krishna, Anand. (2005). Otak Para Pemimpin Kita, Dialog Carut-Marutnya Keadaan Bangsa. One Earth Media)

Tidak Mengulangi Kesalahan yang Sama

Buddha mengingatkan agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bila kita tidak mau memperbaiki, alam akan selalu memberi ujian yang mirip sampai kita lulus dalam menghadapinya. Sang Ikan melakukan kesalahan di tipu Sang Bangau, Sebagian masyarakat ditipu Penjahit Jetavana. Bila masyarakat yang tertipu tidak mau belajar dari sejarah, maka dia akan mengulangi masalah yang sama di kemudian hari.

Dalam kisah tersebut disampaikan bahwa apa yang terjadi di masa lalu terjadi pula di masa depan, tak ada sesuatu yang baru di atas dunia. Walau ‘setting’ panggung dan pemeran berbeda akan tetapi skenarionya tidak jauh berbeda. Bahkan kejadian bangau yang menipu dan menyantap sekelompok ikan saat ini dilakukan juga oleh segelintir manusia. Keterpurukan negeri dan kebohongan publik yang sering dilakukan oleh para oknum pemimpin, terjadi karena berkiblat pada keserakahan.

“Saat berdoa, hanya badan kita yang menghadap Bait Allah. Pikiran kita berkiblat pada harta benda. Perasaan kita berkiblat pada kenyamanan jasmani dan keuntungan materi bagi diri sendiri, keluarga, dan kelompok sendiri.” (Krishna, Anand. (2007). The Gita Of Management, Panduan bagi eksekutif muda berwawasan modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Hipnotis Massal dan Para Pembebas

Para Ikan telah dihipnotis Sang Bangau untuk diperdaya pindah dari kolam yang lama dan dijadikan santapannya. Mirip dengan kisah tersebut, sebenarnya kita semua adalah para Ikan yang telah dihipnotis oleh Bangau “Dunia”. Pada waktu kita ke supermarket untuk mencari pasta gigi kita pasti melakukan “search” dalam memori pikiran kita dari iklan-iklan yang telah kita tonton untuk memilihnya. Bukan hanya iklan, sesungguhnya kita semua telah dihipnotis massal oleh sistem masyarakat.

“Krishna adalah pemberontak, Yesus adalah pemberontak, demikian pula Siddharta, Muhammad, setiap nabi, setiap avatar, setiap mesias, dan setiap sadguru. Mereka semua dikenang sebagai pembaharu. Karena mereka melakukan pemberontakan terhadap sistem yang sudah usang, kadaluarsa, tetapi mapan. Mereka semua memberontak terhadap kemapanan system yang korup.” (Krishna, Anand. (2012).Sanyas Dharma Mastering the Art of Science of Discipleship Sebuah Panduan bagi Penggiat Dan Perkumpulan Spiritual. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

“Orang-Orang Besar menjadi besar, karena mereka berhasil membebaskan diri dari pengaruh hypnosis massal yang membenarkan kebiasaan-kebiasaan umum. Karena itu, mereka bisa mentransformasi diri dan metransformasi setiap orang yang berada di sekitar mereka. Inilah kisah Krishna, Buddha, Lao Tze, Muhammad, dan Isa. Mereka bukan orang-orang yang konformis. Ketika ditawari kerajaan dunia, harta kekayaan, dan kedudukan, mereka menolak demi kebenaran yang mereka percayai. ‘Tidak menerima tawaran dunia’; inilah turning point dalam hidup mereka. Bacalah kisah kehidupan mereka. Mereka semua mendapatkan tawaran-tawaran yang sangat menggiurkan dari iblis, namun mereka menolaknya. Dan mereka menjadi besar. Mereka menjadi jauh lebih besar daripada iblis yang menawarkan semuanya itu kepada mereka.” (Krishna, Anand. (2012). Neo Spiritual HYPNOTHERAPY, Seni Pemusatan Diri Untuk Bebas Dari Pengaruh Hipnosis Massal.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)

Situs artikel terkait

http://kisahspiritualtaklekangzaman.wordpress.com/

http://www.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

Agustus 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun