Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengikuti Nafsu Dosomuko atau Meneladani Hanuman Dalam Mengikuti Kehendak-Nya?

6 Juli 2012   20:40 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:13 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1341606260326309851
1341606260326309851

Para “budak napsu” selalu menempatkan diri sebagai pemimpin, persis seperti Rahwana. Ia diperbudak oleh “Dosomuko”, 10 muka: 5 panca indera mata, telinga, hidung, mulut, kulit, dan 5 persepsi pikiran: penglihatan, pendengaran, penciuman, pececapan, dan perabaan. Itulah sebab kebinasaannya. Dalam Surat Al-Furqan ayat 43 disebutkan: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” Demikian disampaikan dalam salah satu materi program Neo Interfaith  Studies (http://interfaith.oneearthcollege.com/). Lain Rahwana, lain Hanuman yang patuh pada Sri Rama, yang selalu mengikuti kehendak Dia Hyang Berada di Mana-Mana.

Hanuman adalah hamba yang sempurna, baginya hanya Sri Rama yang ada dalam dirinya, dia selalu melakukan apa pun perintah Sri Rama, walau dengan resiko kehilangan nyawa. Hanuman berperang melawan pasukan Alengka bukan untuk mendapatkan pujian, atau membalas dendam atas perbuatan keji Kroni Rahwana, Hanuman hanya menjalankan perintah Sri Rama dengan penuh kesungguhan, penuh keberanian. Mati baginya tidak masalah asal dia sedang menjalankan kehendak-Nya. Menang atau kalah tidak dipikirkannya, yang penting perintah-Nya dilakoni. Hanuman terbang sebagai agen rahasia ke Negeri Alengka, untuk mengetahui kesetiaan istri junjungannya. Ternyata Sita tidak terpengaruh kemewahan Istana Alengka, ternyata Sita merindukan Sri Rama. Hanuman juga melihat kelompok Wibisana yang memuja Sri Wisnu yang telah mewujud sebagai Sri Rama. Wibisana menentang tindakan adharma Rahwana walau penuh resiko yang berbahaya. Apakah kita selalu rindu kepada-Nya? Apakah kita melupakan Dia saat bergelimang kemewahan istana dunia? Apakah kita berani menyuarakan dharma di tengah lingkungan adharma yang merajalela? Apakah kita berani mengambil resiko untuk menyuarakan kebenaran? Masih beranikah kita menganggap berada dalam dharma? Ataukah kita jujur bahwa kita telah terpengaruh oleh karakter “Rahwana dalam diri” kita?

Hanuman yakin Sri Rama adalah Wisnu yang mewujud danSri Rama mempunyai Guru-Guru Terbaik, Rishi Vasishtha dan Rishi Vishvamitra, sehingga Sri Rama pasti tahu keadaan Sita dan Wibisana di Alengka. Sri Rama telah memberikan tugas kepadanya, dan hal itu dilaksanakan sebaik-baiknya dengan gagah berani dan siap menangung resiko kehilangan nyawa. Untuk menjaga amanah yang diembannya, Hanuman membuka telinga lebar-lebar, menajamkan mata, berpikir keras dan menutup kerahasiaan tugasnya dengan memasukkan cincin Sri Rama ke dalam mulutnya. Setelah bertemu Sita yang rindu kepada Sri Rama, Hanuman memberikan cincin Sri Rama sebagai bukti dan meminta Sita tetap menjaga diri sampai Sri Rama membebaskannya. Setelah menyampaikan pesan Sri Rama kepada Sita di Alengka, Hanuman mohon diri dan mohon berkah dari Sita. Sita mendoakan, “Hanuman yang bijak, yang perkasa, yang trampil, Semoga Anda tidak pernah menjadi tua!” Melihat Hanuman yang berdiam diri, Sita menambahkan doa, “Semoga Anda hidup abadi!” Hanuman masih diam, sehingga Sita mendoakan lagi, “ Semoga penghuni tiga dunia memujamu!” Hanuman malu mendengar doa tersebut dan dia menundukkan kepala semakin dalam. Kemudian Sita memberikan doa terakhir, “Semoga Sri Rama selalu mencintaimu!” Hanuman baru merasakan kebahagiaan dan berkata, “Terima kasih Bunda, hamba harus layak dicintai Sri Rama. Hidup tanpa cinta Sri Rama seperti halnya limbah buangan. Satu-satunya hal yang hamba inginkan adalah Cinta Sri Rama.”...........

Setelah keluar dari istana Sita, Hanuman terpergok pasukan Alengka dan terjadilah perkelahian seru. Hanuman akhirnya tertangkap oleh senjata Bramastra, senjata Brahma milik Indrajid putra Rahwana. Hanuman ingin mengetahui sistem peradilan Alengka. Wibisana meminta hakim agar Hanuman sebagi Duta Sri Rama perlu dibebaskan karena demikianlah etika keperwiraan saat itu. Akan tetapi para kroni Rahwana ingin menghukum Hanuman dengan penyiksaan. Dalam keadaan terikat, Hanuman dibakar ekornya dan diharapkan Hanuman akhirnya mati terbakar dengan merasakan sakit tak terkira. Hanuman bisa melepaskan diri dan membakar bagian pojok istana sambil berkata agar Rahwana mengembalikan Sita kepada Sri Rama atau Alengka akan hancur.

Sebelum balik kepada Sri Rama, Hanuman sempat bertemu dengan Wibisana. Wibisana berkata bahwa dia telah paham bahwa Sri Rama adalah Wisnu yang mewujud. Setiap malam Wibisana berdoa untuk keselamatan Sri Rama, dan berkata bahwa Hanuman sungguh beruntung telah dipilih sebagai Duta Sri Rama. Wibisana bertanya mengapa dia tidak bisa bertemu Sri Rama walau telah berdoa setiap hari?  Hanuman menjawab bahwa karena doa Pangeran Wibisana, sang pangeran akan mendapat kesempatan “dharsan”, bertemu muka dengan Sri Rama. Akan tetapi sekedar berdoa kurang bermakna, doa harus diikuti perbuatan nyata. Hanuman berkata bahwa paling tidak Wibisana harus menyuarakan kebenaran. Sebagian warga Alengka juga tidak menyetujui tindakan Rahwana, tetapi mereka diam karena kesejahteraannya terpenuhi dan tidak berani mengambil resiko. Karena “yang paham diam”, maka jadilah negeri carut marut seperti ini. Diam karena ketakutan, karena ancaman dari pihak adharma, pihak yang suka mengintimidasi, para asura. Apakah kita ini seperti masyarakat di Alengka yang takut menyuarakan kebenaran karena tidak mau beresiko?

Hanuman menceritakan bahwa dia sangat bersyukur bisa bertemu Sri Rama. Inilah Pemandu yang telah ditunggunya dalam beberapa ratus kehidupan. Hanuman tidak tertarik pada tahta dan kenyamanan.  Hanuman tidak ikut Subali yang menang persaingan memperebutkan tahta terhadap Sugriwa, bahkan Hanuman ikut Sugriwa yang terusir dari istana. Walaupun demikian Hanuman juga tidak bermusuhan dengan Subali, sehingga Hanuman tidak ikut campur dalam perseteruan antara kedua pamannya. Hanuman sudah muak dengan keduniawian, mungkin itulah sebabnya dirinya bisa bertemu dengan Sri Rama.

Setelah Alengka ditaklukkan dan Rahwana di bunuh, pada suatu ketika Sri Rama bertanya kepada Hanuman, “Bagaimana caranya kamu memusatkan perhatian padaku?” Hanuman menjawab, “Pada lapisan kesadaran fisik, Gusti adalah raja dan hamba adalah pelayan-Mu. Pada lapisan kesadaran mental, hamba adalah percikan sinar keilahian Gusti. Pada lapisan Atmik, hamba dan Gusti adalah satu. Hyang ada hanya Gusti, tidak ada Gusti yang lain, dan alam semesta beserta isinya adalah proyeksi dari Gusti!”

Senang dengan jawaban Hanuman, Sita menghadiahi Hanuman seuntai kalung mutiara, pemberian Ayahanda Raja Janaka kepada Sita pada saat pernikahannya. Hanuman memegang kalung berharga ini dengan tangannya, mulai melepaskan mutiara-mutiara dari kalungnya dan mendekatkannya pada telinganya. Setelah beberapa saat dia menggigit setiap mutiara dan melemparkannya. Sita heran melihat kelakuan Hanuman dan dan berpikir Hanuman belum lepas dari kebiasaan seekor kera. Sri Rama dapat memahami tindakan Hanuman, dan agar Sita dapat memahami, Sri Rama bertanya kepada Hanuman mengapa dia melakukan hal tersebut. Hanuman menjawab, “Wahai Gusti, hamba meneliti apakah hamba dapat mendengar Nama Gusti pada mutiara-mutiara tersebut. Mutiara tersebut tidak lebih berharga dari batu apabila tak ada nama Gusti di dalamnya. Mendengar jawaban Hanuman, Sri Rama memeluknya dengan penuh haru.........

Hanuman adalah seorang “devotee”, “bhakta” yang pantas diteladani. Dalam buku “Vedaanta, Harapan Bagi Masa Depan”, Anand Krishna, Pustaka Bali Post, 2007 disampaikan....... Bagaimana ciri-ciri seorang Bhakta? Bagaimana mengenalinya? Gampang…… Bhagavad Gita menjelaskan bahwa dalam keadaan suka maupun duka – ia tetap sama. Ketenangannya kebahagiaannya, keceriaannya – tidak terganggu. Ia bebas dari rasa takut. la tidak akan menutup-nutupi Kebenaran. la akan mengungkapkannya demi Kebenaran itu sendiri. la menerima setiap tantangan hidup..... la bersikap “nrimo” – nrimo yang dinamis, tidak pasif, tidak statis. Pun tidak pesimis. Menerima, bukan karena merasa tidak berdaya; ikhlas, bukan karena memang dia tidak dapat berbuat sesuatu, tetapi karena ia memahami kinerja alam. Ia menerima kehendak Ilahi sebagaimana Isa menerimanya diatas kayu salib. Ia berserah diri pada Kehendak Ilahi, sebagaimana Muhammad memaknai Islam sebagai penyerahan diri pada-Nya.........

...........“Jadilah seorang Bhakta,” demikian ajakan Sri Krishna kepada Arjuna, di tengah medan perang Kurukshetra. Tentunya, ia tidak bermaksud Arjuna meninggalkan medan perang dan melayani fakir-miskin di kolong jembatan. Atau, berjapa, berzikir pada Hyang Maha Kuasa, ber-“keertan”, menyanyikan lagu-lagu pujian. Tidak. Krishna mengharapkan Arjuna tetap berada di Kurukshetra, dan mewujudkan Bhaktinya dengan mengangkat senjata demi Kebenaran, demi Keadilan. Ingatlah pesan Sri Krishna kepada Arjuna: “Janganlah engkau membiarkan dirimu melemah di tengah medan perang ini. Angkatlah senjatamu untuk menegakkan Kebenaran dan Keadilan. Janganlah memikirkan hasil akhir, janganlah berpikir tentang untung-rugi. Berkaryalah sesuai dengan tugas serta kewajibanmu dalam hidup ini!” Seorang Bhakta adalah seorang Pejuang Tulen. la tidak pernah berhenti berjuang. Kendati demikian, ia pun tidak bertindak secara gegabah. la waspada, tidak was-was. la tidak menuntut sesuatu dari hidup ini, dari dunia ini. la berada di tengah kita untuk memberi. la tidak mengharapkan imbalan dari apa yang dilakukannya. la berkarya tanpa pamrih. Keberhasilan dan kegagalan diterimanya sebagai berkah.......

Salah satu program e-learning dari One Earth College (http://www.oneearthcollege.com/) adalah Neo Interfaith  Studies (http://interfaith.oneearthcollege.com/) yang mempunyai tujuan agar para peserta program dapat memberikan apresiasi terhadap keyakinan yang berbeda. Kemudian ada program Ancient  Indonesian History And Culture (http://history.oneearthcollege.com/) agar para peserta program dapat mengetahui dan menghargai sejarah awal Kepulauan Nusantara. Dan ada lagi program Neo Transpersonal Psychology (http://stponline.oneearthcollege.com/) yang membahas tentang peningkatan kesadaran dari keadaan personal, ego-based menuju keadaan transpersonal, integensia-based sehingga kita dapat bekerja tanpa pamrih pribadi.

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.org/ind/

http://triwidodo.com

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

http://blog.oneearthcollege.com/

Juli 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun