Mohon tunggu...
Triwidodo Djokorahardjo
Triwidodo Djokorahardjo Mohon Tunggu... lainnya -

Pemerhati kehidupan http://triwidodo.wordpress.com Pengajar Neo Interfaith Studies dari Program Online One Earth College of Higher Learning (http://www.oneearthcollege.com/id/ )

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjalani Hukum Sebab Akibat atau Belajar Membuat Pilihan yang Tepat, Renungan Kisah Kematian Subali

24 April 2012   03:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:12 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1335237704910762278
1335237704910762278

Dikatakan bahwa Sri Krishna di zaman Dwapara Yuga adalah reinkarnasi dari Sri Rama di zaman Treta Yuga. Dan, karena Sri Rama pernah membunuh Subali dengan anak panah, maka dikatakan oleh sebagian orang bahwa Sri Krishna pun meninggal akibat anak panah. Sri Krishna memilih karma terbunuh oleh anak panah untuk mengakhiri mewujudnya Dia di dunia. Beberapa orang suci pun memilih akhir hidupnya di dunia dengan cara yang sama. Di bawah ini adalah petikan salah satu versi dari sebuah kisah. Dan, kisah adalah menyangkut rasa, dan rasa melampaui logika. Yang penting dari sebuah kisah adalah bukan benar/tidaknya sebuah kisah, akan tetapi apakah kita dapat menarik pelajaraan berharga dari kisah tersebut atau tidak?

Sri Rama dalam menjalani kehidupannya, telah meninggalkan tahta kerajaan dan kemudian dalam perjalanannya juga kehilangan istrinya. Hanuman keponakan Sugriwa dan Subali menyampaikan peristiwa konflik antara Sugriwa dan Subali yang disebabkan perebutan tahta dan juga istri. Hanuman begitu bertemu Sri Rama langsung patuh dan ikut ke mana pun Sri Rama pergi. Akan tetapi dia mohon bantuan Sri Rama untuk menyelesaikan konflik antara kedua pamannya. Sugriwa berjanji akan membantu Sri Rama menemukan Sita dengan mengerahkan seluruh pasukan kera setelah selesai masalahnya dengan Subali.

Alkisah para dewa meminta bantuan Sugriwa dan Subali untuk melenyapkan raksasa bernama Mayawi, yang dalam kisah para leluhur kita adalah Raksasa Maesasura dan Jathasura. Subali masuk ke dalam goa mereka dan berkata pada Sugriwa, bahwa apabila darah putih mengalir dari goa, maka dirinya telah mati dan pintu goa ditutup agar sang raksasa tidak bisa ke luar lagi. Ternyata dari dalam goa keluar darah putih bercampur dengan darah merah dan Sugriwa beranggapan bahwa Subali dan sang raksasa telah sama-sama mati, kemudian dia menutup goa dengan batu. Sugriwa kemudian lapor kepada dewa dan mendapatkan hadiah istri, Dewi Tara dan kemudian menjadi raja kera. Ternyata Subali masih hidup dan darah yang mengalir adaalah darah merah sang raksasa bercampur darah putih yang berasal dari otak raksasa. Akhirnya Subali bisa keluar goa dan sedih melihat peristiwa yang terjadi kepada dirinya. Adalah pelayan Dewi Tara yang merupakan anak buah Rahwana yang memanas-manasinya, bahwa Dewi Tara sesungguhnya mencintai Subali dan sekarang tersia-sia menjadi istri Sugriwa. Sang pelayan juga mengkipas-kipas kebenciannya bahwa Sugriwa sengaja menutup goa agar dapat menjadi raja dan memperistri Dewi Tara serta sengaja ingin membunuh Subali. Subali pada akhirnya terkena hasutan dan berkelahi mengalahkan Sugriwa, merebut tahta dan Dewi Tara serta mengusir Sugriwa.

Seorang wanita menjerit-jerit dibawa terbang Rahwana, dan menjatuhkan selendang. Sugriwa minta anak buahnya mengambil selendang Sita, istri Rama yang dilarikan Rahwana.  Sugriwa menyerahkan selendang Sita dan berjanji akan membantu Sri Rama mendapatkan Sita kembali, bila Sri Rama membantunya mengalahkan Subali. Sugriwa mengungkapkan bahwa dia mendapatkan Dewi Tara dan menutup goa karena dia memang tidak tahu bahwa Subali masih hidup.

Dikisahkan bahwa Subali pernah membunuh raksasa Dundubi kerbau berkepala raksasa, dan kemudian melemparkan jauh sekali sampai ashram Matanga. Resi Matanga mengutuk, kalau Subali masuk ke wilayahnya dia akan mati, itulah sebabnya Sugriwa bersembunyi di sekitar tempat tersebut ketika kalah bertarung melawan Subali.

Sri Rama akhirnya membunuh Subali. Sri Rama tidak hanya membunuh Subali karena Sugriwa, tetapi karena Subali telah melakukan tindakan adharma. Percakapan antara Subali dan Sri Rama sangat menarik untuk diikuti. Subali bertanya kepada Sri Rama, “Saya menuntut Anda, mengapa ikut campur dalam masalah internal antara dua bersaudara?” Rama menjawab, “Kesalahan Anda adalah bahwa Anda menuduh Sugriwa melakukan pengkhianatan dan untuk merebut tahta. Selanjutnya, Anda harus memperlakukan istri saudaramu seperti ibumu. Sebaliknya, Anda merebut istri Sugriwa. Kemudian Anda membiarkan Rahwana melarikan Sinta di atas wilayah kekuasaan Anda, seharusnya Anda minta Rahwana berhenti dan menjelaskan apa yang dia lakukan. Itulah yang dilakukan Burung Jatayu sehingga dia lua parah bertarung melawan Rahwana. Pengertian Anda tentang suami istri belum benar, Anda membiarkan Rahwana melarikan istri orang dan kemudian Anda menikahi istri saudara Anda. Hal ini tidak bisa dibiarkan karena akan merusak tatanan dunia.”

Subali bertanya, “mengapa saya dibunuh dari balik pohon?”

Rama menjawab, “Mengapa saya memanah dari balik pohon? Saya seorang ksatria dan Anda masih termasuk hewan, dan hewan memang dibunuh dari balik persembunyian.”

Subali bertanya, “Bila demikian halnya, Anda dapat mengingatkan saya dan bertarung secara adil?” Rama menjawab, “Anda mempunyai karunia untuk mendapatkan setengah kekuatan dari musuhmu bila bertarung berhadap-hadapan, oleh karena itu saya harus memanah dari balik pohon!”

Subali sadar bahwa dia berhadapan dengan titisan Sri Vishnu dan dia dapat mengerti mengapa dia dibunuh dengan anak panah dari balik pohon. Subali kemudian mengadakan perdamaian dengan Sugriwa dan meminta Anggada, putranya menjadi putra mahkota. Sugriwa menyetujui dan Subali menghembuskan napasnya dengan tenang.

Para leluhur kita melanjutkan kisah, bahwa Sri Rama pada zaman Dwapara Yuga menitis sebagai Sri Krishna. Sedangkan Sita disebutkan karena tidak suka dibakar oleh Sri Rama yang meragukan kesuciannya kala disandera Rahwana, menitis sebagai Subadra, saudari Sri Krishna dan menjadi istri Arjuna. Karena Subali sudah memaafkan tindakan Sri Rama, maka dia tidak perlu lahir kembali untuk membalas memanah Sri Krishna, Seorang pemburu bernama Jara yang memanah Sri Krishna hingga Sri Krishna menemui pralaya.....

13352377611558899665
13352377611558899665

Bila Sri Krishna saja menerima akibat dari tindakannya pada masa lalu? Semestinya kita juga demikian. Itulah yang perlu kita renungkan, akibat dari tindakan yang kita lakukan akan mengejar kita seperti cakra yang mengejar kita ke mana pun juga. Tidak ada tempat bersembunyi........ Akan tetapi hidup itu bukan hukum menghukum yang penuh kekerasan. Akibat datang kepada kita karena kita pernah melakukan hal yang tidak tepat. Sita dilarikan Rahwana, karena Sita bertindak tidak tepat keluar dari lingkaran keamanan yang dibuat Laksmana. Sugriwa bertindak tidak tepat dengan menutup goa, sehingga dia mengalami masalah. Subali bertindak tidak tepat dengan mengusir Sugriwa, menobatkan diri sebagai raja kera dan memperistri istri Sugriwa. Tindakan yang tidak tepat akan membawa akibat di kemudian hari. Maka persoalannya adalah bagaimana kita dapat bertindak tepat dalam hidup ini. Ada petunjuk agar kita memilih shreya (hal yang memuliakan) daripada preya (hal yang menyenangkan pancaindra dan pikiran manusia). Akan tetapi dalam praktek pilihan itu tidak hanya dua melainkan multiple choice. Apabila kita tidak memilih tindakan tepat, maka akan muncul kesalahan/kekhilafan. Dan, kesalahan/kekhilafan tersebut perlu diperbaiki dalam kehidupan ini...... Alih-alih menganggap hidup ini adalah sebagi penjara dari hukum sebab-akibat, lebih baik menganggap dunia sebagai tempat pembelajaran bagaimana membuat pilihan tepat........ Apakah Sri Rama telah berbuat tidak tepat dalam membunuh Subali? Jelas tidak, karena Sri Rama bukan memakai kehendak pribadi, Sri Rama hanya bertindak sesuai kehendak-Nya dan menunjukkan tindakannya untuk diteladani manusia......

Dalam buku “Five Steps To Awareness, 40 Kebiasaan Orang Yang Tercerahkan”, Karya Terakhir Mahaguru Shankara “Saadhanaa Panchakam”, Saduran & Ulasan dalam Bahasa Indonesia oleh Anand Krishna, Gramedia Pustaka Utama, 2006 disampaikan....... Dosa berarti kesalahan, kekhilafan. Tindakan berdosa adalah tindakan yang salah, sesuatu yang kita lakukan dalam kekhilafan. Dan, biasanya jiwa yang ragu dan khilaf adalah jiwa yang kehilangan arah, maka tindakannya sudah pasti salah. Kenapa ? Karena, terlebih dahulu pikirannya sudah kacau. kemudian, kekacauan pikiran itulah yang menjelma menjadi tindakan yang salah, keliru, tidak pada tempatnya. Dosa memang kesalahan, tetapi bukan tidak dapat diperbaiki. Dosa memang kekhilafan, tetapi bukanlah sesuatu yang tidak dapat di ralat. Dunia ini ibarat pusat rehabilitasi. Saya tidak suka menyebutnya bui atau penjara, tapi pusat rehabilitasi di mana setiap jiwa sedang menjalani program pembersihan, pelurusan, atau apa saja sebutannya. Keberadaan kita dalam dunia ini semata untuk menjalani program yang paling cocok bagi pembersihan serta perkembangan jiwa. Kecocokan program pun sudah dipastikan oleh Keberadaan dengan melahirkan kita pada keluarga tertentu, di negara tertentu, ditambah dengan berbagai kemudahan lainnya, termasuk lingkungan kita, para sahabat, anggota keluarga dan kerabat kita, maupun para lawan atau musuh kita. Sesungguhnya semua bertindak sesuai dengan ketentuan-Nya. Berbagai rintangan, tantangan, kesulitan dan persoalan yang kita hadapi dimaksudkan demi pembersihan jiwa. Semuanya demi kemajuan jiwa. Semuanya demi perkembangan diri kita sendiri. Karena itu, mencari kesalahan dan menyalahkan orang lain atas kejadian-kejadian yang menimpa diri kita adalah dosa. Silahkan berupaya untuk keluar dari masalah, untuk menyelesaikan perkara, tetapi bukan dengan mencari kambing hitam ; bukan dengan cara menyalahkan orang lain. Bila musuh menyerang dengan pedang, dan terpaksa kita hadapi dengan pedang, mari kita hadapi tanpa rasa benci. Dengan demikian tindakan kita terbebaskan dari dosa. Bertindaklah dengan penuh kesadaran dan kematangan jiwa, “Ya Allah, Ya Rabb, tak ada jalan lain bagiku kecuali mengangkat pedang dan membalas serangannya … maka biarlah pedang ini berada di tanganku selama masih ada kesadaran di dalam diriku.” Hadapi pedang dengan pedang bila yang dipertaruhkan adalah kuil dirimu, karena kuil itu pemberian-Nya ; karena kuil itu diamanatkan kepadamu ; karena oleh-Nya kuil itu diserahkan kepadamu untuk dijaga dan dirawat. Bila akhirnya kuil itu pun hancur, maka terimalah hal itu sebagai Kehendak-Nya...........

Salah satu program e-learning dari One Earth College (http://www.oneearthcollege.com/) adalah Neo Interfaith  Studies (http://interfaith.oneearthcollege.com/) yang mempunyai tujuan agar para peserta program dapat memberikan apresiasi terhadap keyakinan yang berbeda. Kemudian ada program Ancient  Indonesian History And Culture (http://history.oneearthcollege.com/) agar para peserta program dapat mengetahui dan menghargai sejarah awal Kepulauan Nusantara. Dan ada lagi program Neo Transpersonal Psychology (http://stponline.oneearthcollege.com/) yang membahas tentang peningkatan kesadaran dari keadaan personal, ego-based menuju keadaan transpersonal, integensia-based sehingga kita dapat bekerja tanpa pamrih pribadi.

Situs artikel terkait

http://www.oneearthmedia.org/ind/

http://triwidodo.com

http://triwidodo.wordpress.com

http://id-id.facebook.com/triwidodo.djokorahardjo

http://www.kompasiana.com/triwidodo

http://blog.oneearthcollege.com/

April 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun