Bagaimanakah menyikapi sebuah statement yang kontroversi? Adakah ruang untuk menerima klarifikasi setelah kontroversi itu terjadi? Apa standar dari penilaian terhadap sebuah pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai kontroversi? Bagaimanakah sebaiknya sikap kita terhadap kontroversi tersebut?
Mari kita belajar dari berita yang sedang hangat dibicarakan di tengah masyarakat, tentang pernyataan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi pada Rabu (12 Februari 2020) yang menyatakan bahwa "Agama menjadi musuh terbesar Pancasila."Â
Pernyataan sontak menjadi trending topic di lini masa. Pernyataan Yudian Wahyudi tersebut, seolah melanjutkan tongkat estafet kontroversi pernyataan pejabat publik yang tidak jarang menimbulkan reaksi emosional, cibiran, bahkan protes dari berbagai kalangan.
Menimbulkan keingintahuan seseorang melalui pernyataan atau judul-judul memiliki tendensi tertentu dapat ditemukan dalam aspek apapun. Seperti media mengenal istilah clickbait. Meminjam istilah itu, apakah clickbait ini akan menjadi tren di kalangan pejabat publik? Apakah itu diperlukan?
Mari melihat kembali kepada mentalitas bangsa Indonesia. Salah satu yang paling nampak adalah sikap reaktif, keingintahuan yang besar terhadap fenomena yang sedang marak terjadi di tengah-tengah masyarakat.Â
Mari kita berkaca pada peristiwa seperti; berapa banyak orang yang cenderung berkerumun saat terjadi peristiwa kebakaran daripada yang berperan untuk membantu mengatasi kebakaran itu sendiri?
Dalam sosial media seperti link berita yang terdapat dalam instagram, akan ditemui orang-orang yang dengan mudah memberikan pandangan, cenderung penghakiman yang terkadang juga tidak sepenuhnya benar.
Kembali ke awal, lalu bagaimana menyikapi pernyataan kontroversi? Yang perlu dilakukan adalah melakukan pengecekan ulang atau mencari second opinion.
Berikutnya adalah menahan diri dari sikap-sikap reaktif. Misal, kita kembali menggunakan contoh pernyataan kepala BPIP, ketika pernyataan kontroversi itu muncul, sebaiknya kita melihat itu sebagai hal yang penting namun tidak dibesar-besarkan secara emosional.Â
Nyatanya kita masih memiliki pejabat publik yang sejalan dengan pemikiran kita dan memiliki kecenderungan untuk didengar saat mereaksi pernyataan tersebut.Â