Mohon tunggu...
Agus Triwantoro
Agus Triwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Ekonomi

Price is what you pay. Value is what you get - Warren Buffett

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pertanian Susah, Impor Bahan Pangan RI Kian Bertambah!

31 Januari 2025   23:50 Diperbarui: 1 Februari 2025   00:05 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Cover (Sumber: Canva/Kredit Foto)

Sebagai negara agraris terbesar kedua di dunia, Indonesia menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu penyokong utama bagi perekonomian. Pertanian mengambil peran penting dalam meningkatkan pendapatan negara serta mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional yang positif, stabil, dan berkelanjutan. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia pada tahun 2023 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 13,57% dari total Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun bersangkutan.

Lebih dalam lagi, sektor pertanian juga berperan vital dalam menjaga ketahanan pangan nasional dengan memproduksi bahan-bahan pokok makanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi seluruh masyarakat baik di daerah kota hingga pedalaman. Keberhasilan negara dalam mencapai ketahanan pangan nasional akan membuka peluang lebar terciptanya kualitas sumber daya manusia yang sehat dan unggul. Hal tersebut karena, kebutuhan gizi setiap individu yang terpenuhi sehingga berpengaruh positif pada perkembangan masyarakat baik dalam aspek fisik maupun nonfisik.

Melihat begitu krusialnya sektor pertanian ini bagi Indonesia, maka sudah sepatutnya harus diperhatikan bahkan diprioritaskan. Agak disayangkan bahwa fakta saat ini menujukkan pertanian Negara Indonesia belum mendapatkan perhatian yang cukup dalam hal fasilitas peralatan, pembiayaan, hingga pendidikan/pelatihan. Pemerintah juga belum melakukan intervensi yang efektif dan tepat sasaran untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dialami oleh para petani. Masalah seperti mahalnya harga pupuk, harga jual produk murah yang berbanding terbalik dengan harga produksi, kegagalan panen, sampai pada masalah ketidaksejahteraan petani masih banyak kita dengar di berita maupun secara langsung di lingkungan sekitar. Dengan demikian, tentu tak mengherankan lagi bila pekerjaan sebagai petani semakin hari semakin berkurang karena banyak dari mereka memilih untuk berhenti bertani dan melakukan urbanisasi ke kota yang lebih menjamin keuangan mereka setiap bulannya.

Berdasarkan data Sensus Pertanian 2023 oleh DPR RI terjadi penurunan jumlah petani yang cukup signifikan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir, yakni 7,42% dari 31,70 juta orang pada 2013 menjadi 29,34 juta orang pada 2023. Dari data tersebut, kita juga dapat melihat bahwa jumlah petani yang tersisa sekarang hanya 10,86% dari total 270 juta penduduk dan ironisnya lagi masih berpotensi mengalami penurunan di masa yang akan datang.  Angka ini tentu menyedihkan mengingat Indonesia ialah negara agraris yang seharusnya sektor pertanian bisa terus mengalami kemajuan dari tahun ke tahun dan bukan malah sebaliknya.

Adapun tren penurunan tersebut memberikan dampak besar yang linear terhadap total produksi pertanian terutama bahan pangan nasional. Produktivitas pertanian pangan yang berkurang mengakibatkan tidak mampunya negara dalam memenuhi kebutuhan konsumsi makanan pokok bagi seluruh rakyat. Ketidakmampuan ini kemudian mengharuskan pemerintah untuk bersiasat guna mencukupi jumlah bahan pangan di tengah masyarakat serta di gudang persediaan nasional. Sekaligus menstabilkan harga-harga serta memastikan bahwa ketahanan pangan tetap terjaga. Salah satu hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia ialah membeli bahan-bahan pangan pokok dari luar negeri atau biasa disebut dengan istilah impor.

Impor adalah aktivitas memasukkan barang dari luar negeri ke dalam negeri. Sejak 5 tahun terakhir impor Indonesia terus mengalami peningkatan, terlebih untuk bahan-bahan pangan yang bersifat pokok. Beberapa komoditas seperti jagung dan beras masih terus diimpor dari luar. Selama tahun 2024 ini, CNBC merilis data yang menunjukkan impor jagung terus bertambah mencapai 782.749 ton, kemudian jumlah yang lebih tinggi terjadi pada produk beras yang diimpor sebesar 4.045.761 ton. Ironis memang jika kita melihat data ini, sebab meski menyandang julukan negara agraris terbesar kedua di dunia setelah Brazil, Indonesia masih belum mampu mencapai swasembada pangan. Apalagi kalau Indonesia mengimpor dari negara yang lebih kecil secara luas geografisnya, seperti impor beras dari negara Vietnam maupun Thailand. Sebagaimana kita tahu bahan pangan beras merupakan sumber makanan pokok sehari-hari masyarakat Indonesia. Hal ini menjadikan tingginya konsumsi beras per hari yang mencapai puluhan ribu ton, atau menurut data Kompas sebanyak 61.875 ton. Dengan kebutuhan yang besar ini tentu harus diimbangi produksi yang besar pula. Akan tetapi inilah yang menjadi masalah di Indonesia, yakni konsumsi banyak namun produksi rendah. Sehingga berakibat pada ketidakmampuan mencukupi pasokan beras melalui produksi dalam negeri.

Masalah produktivitas pertanian beras ini bukanlah sesuatu yang baru lagi. Dari dulu Indonesia belum mampu menemukan solusi terbaik bagaimana meningkatkan jumlah pasokan beras sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Program-program pertanian yang berpihak pada petani kecil harus dihadirkan, sebab pertanian Indonesia sekarang masih banyak dikuasai dan dijalankan oleh orang perorangan. Terlebih berkaitan dengan harga produksi atau biaya, dimana petani kecil banyak mengalami kesusahan sehingga perlu didukung dengan harga-harga yang lebih terjangkau, salah satunya untuk pupuk.

Pupuk bagi pertanian merupakan elemen vital dalam menumbuhkan serta menghasilkan panen yang berkualitas. Pupuk dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan tingkat kesuburan, hingga memberikan nutrisi bagi tanaman. Dengan pupuk yang cukup dan dibarengi teknik perawatan yang tepat, maka jaminan keberhasilan panen bukanlah sesuatu yang sulit untuk dicapai. Namun, sebaliknya apabila pupuk tidak tercukupi maka hasil pertanian pun tidak akan maksimal. Kondisi ini, kurang lebih menunjukkan kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki pertanian di Indonesia sekarang. Ketersediaan pupuk bagi para petani, secara khusus petani kecil masih sangat susah dan terbatas. Harga pupuk yang dipasarkan juga cukup mahal sehingga membebani biaya produksi bagi para petani.

Meskipun terdapat subsidi pupuk melalui program kartu tani, jumlah pupuk subsidi masih belum mencukupi kebutuhan pertanian padi. Hal ini kemudian diperparah lagi dengan berita-berita yang menyatakan pemberian pupuk subsidi tidak tepat sasaran karena adanya mafia. Oleh karena itu, peran serta pemerintah akan sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan seperti ini. Selain mengeluarkan regulasi atau kebijakan yang membantu dan mendukung petani kecil mendapatkan subsidi lebih untuk pupuk, diperlukan aktor-aktor jujur serta berani dalam upaya penyelesaiannya. Aktor-aktor inilah yang selama ini sulit ditemukan, sebab faktanya masih  banyak terjadi penyelewengan anggaran, termasuk untuk pupuk subsidi dan distribusinya. Sehingga tak heran lagi kalau pupuk menjadi cukup mahal bagi petani-petani kalangan menengah ke bawah yang pada akhirnya menurunkan tingkat produktivitas pertanian padi mereka.

Jika masalah ini tidak ditindak lanjuti dengan segera, maka akan memberikan dampak yang cukup serius bagi masyarakat terlebih bagi sektor perekonomian. Produktivitas pertanian yang menurun akan mengakibatkan berkurangnya jumlah beras yang mampu diproduksi oleh para petani. Mungkin secara langsung dampak dari hal ini tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat umum (mikro), namun secara tidak langsung dan dalam skala makro masalah produktivitas ini akan terus mendorong impor dengan jumlah yang sangat besar hanya untuk bahan pangan pokok seperti beras dan jagung saja, belum yang lainnya. Selain itu, kejadian ini juga dapat menciptakan masalah ekonomi yang lebih parah lagi ke depannya dimana harga-harga bahan pangan menjadi naik, bahkan bisnis makanan pun tidak menutup kemungkinan akan terkena imbasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun