Mohon tunggu...
Tri Utami
Tri Utami Mohon Tunggu... Penulis - Tri Utami

Hallo semuanya... Selamat membaca..

Selanjutnya

Tutup

Money

Strategi Pengembangan Ekonomi Kerakyatan di Indonesia Era Pandemi Covid-19

11 Desember 2020   13:51 Diperbarui: 11 Desember 2020   13:54 1214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kiriman dari Tri Utami (UNY)

      Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana negara Indonesia menganut sistem ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan bukanlah sebuah mazhab ekonomi baru, namun hanya sebagai konstruksi pemahaman dari realita ekonomi yang umum terdapat di negara berkembang. Suatu realita ekonomi dimana selain ada sektor formal yang umumnya didominasi oleh pengusaha dan konglomerat terdapat sektor informal dimana sebagian besar anggota masyarakat hidup. Ekonomi rakyat berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat disuatu daerah tertentu.

      Ekonomi kerakyatan adalah suatu situasi perekonomian di mana berbagai kegiatan ekonomi diselenggarakan dengan melibatkan partisipasi semua anggota masyarakat, sementara penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ekonomi itupun berada di bawah pengendalian atau pengawasan anggota-anggota masyarakat. Menurut (Mubyarto, 1999), ekonomi kerakyatan adalah ekonomi yang berbasis kekeluargaan berkedaulatan rakyat dan menunjukan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring yang menghubung-hubungkan sentra-sentra inovasi, produksi, dan kemandirian.

      Pada awal tahun 2020, Covid-19 menjadi masalah kesehatan dunia. Covid-19 adalah sekeluarga virus yang ditemukan pada manusia dan hewan. Sebagian virusnya dapat menginfeksi manusia serta menyebabkan berbagai penyakit, bahkan dapat menyebabkan kematian. Jumlah kasus Covid-19 di Indonesia per tanggal 29 November 2020 sebanyak 534.266 kasus. Jumlah ini terus meningkat setiap bulannya.

      Indonesia adalah salah satu negara yang terdampak Covid-19. Dampak pandemi Covid-19 tidak hanya pada kesehatan masyarakat namun juga berdampak pada kesejahteraan ekonomi negara hingga ekonomi masyarakat. Covid-19 melumpuhkan perekonomian negara dan masyarakat, terutama pekerja informal yang rentan berkurang pendapatannya hingga kehilangan mata pencarian karena sepi permintaan.

      Segala upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19 telah dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah. Penerapkan pembatasan sosial (social distancing) ataupun physical distancing adalah upaya yang ditempuh oleh pemerintah. Meski berdampak baik namun upaya ini belum menunjukkan langka pencegahan virus secara sempurna. Langkah terbesar yang kini mulai diberlakukan oleh beberapa daerah yang termasuk dalam kategori zona merah pandemi untuk mencegah penyebaran virus adalah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

      Pembahasan mengenai penanganan pandemi Covid-19 dan dampak ekonomi digelar via teleconference oleh Institutes for Development of Economics an Finance (INDEF). Hasil dari pembahasan tersebut bahwa setiap hari pandemi ini semakin berdampak ke dalam perekonomian Indonesia secara umum. Dampak ekonomi akibat pandemi semula hanya menggerus sisi eksternal. Namun seiring semakin meningkatnya kasus penyebaran Covid-19 turut berimbas pada stabilitas perekonomian internal. Salah satu imbasnya ialah nilai tukar rupiah terus melemah tajam. Permasalahan ini tentu berpengaruh pada arus permintaan (demand), penawaran (supply), dan produksi pada usaha-usaha UMKM di Indonesia.

      Permasalahan yang dialami pelaku UMKM sangatlah beragam. Mereka mengeluhkan berbagai dampak pandemi di antaranya penjualan menurun, kesulitan bahan baku, distribusi terhambat, kesulitan pemodal, serta produksi yang terhambat. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh sektor bisnis selama pandemi turut dirasakan oleh perusahaan-perusahaan besar sehingga berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan-karyawan agar menjaga stabilitas arus kas keuangan perusahaan (cash flow). Kondisi semacam ini akan semakin memperparah kesejahteraan-kesejahteraan masyarakat jika tidak ada langkah yang tepat dan bijak dari pemerintah.

      Pandemi Covid-19 berimbas kepada sektor ekonomi baik negara, perusahaan hingga masyarakat tentu sangat membutuhkan nilai-nilai ekonomi kerakyatan. Secara penerapan memiliki konsep kolektivitas atau gotong-royong. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam penangan pandemi Covid-19 ini. Maka dari itu, tolong menolong perlu diberlakukan dalam penyelesaian kasus Covid-19 ini Dengan informasi penurunan angka pertumbuhan ekonomi, tentu kita akan bisa membenahi dengan kerjasama saling bahu-membahu. Di saat seperti ini dibutuhkan komunikasi yang baik antara pihak pemerintah dan juga para pelaku usaha dalam negeri. Keputusan pemerintah dalam memberikan tunjangan atau insentif kepada masyarakat yang terdampak sudah sangat tepat dan sesuai dengan fungsi keberadaan negara itu sendiri. Di sisi lain pihak perusahaan swasta juga mesti menunjukkan peran kemanusiaan serta kekeluargaannya terhadap masyarakat yang terdampak.

      Adanya pandemi Covid-19 ini dapat menciptakan peluang masyarakat mandiri, yang tidak berpangku tangan pada bantuan pemerintah tapi mempunyai inisiatif mencari solusi untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Strategi yang terbaik dalam melihat ini semua yakni masyarakat harus pintar membaca peluang ekonomi di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini. Pandemi mematikan sektor ekonomi, tapi tidak mematikan ide untuk menghasilkan keuntungan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah sebagai fasilitator harus memberikan pelatihan-pelatihan edukatif kepada masyarakat. Sedikit banyak ekonomi kerakyatan harus dikembangkan, seperti diadakannya pelatihan-pelatihan keterampilan tangan untuk memberikan masyarakat asupan skill selama pandemi Covid-19 ini.

Ada beberapa langkah atau upaya yang harus diperhatikan dalam merealisasikan atau mengembangkan ekonomi kerakyatan di tengah pandemi Covid-19 yaitu:

  1. Perlu dilakukannya identifikasi mengenai potensi dan pengembangan usaha terhadap pelaku ekonomi, seperti koperasi, usaha kecil, mikro, menengah,  petani dan kelompok tani.
  2. Perlunya diadakan pembinaan terhadap pelaku-pelaku usaha melalui program pendamping.
  3. Perlu diadakannya program pendidikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan mereka pada saat mengembangkan usaha.
  4. Perlu dilakukan koordinasi dan evaluasi kepada yang terlibat dalam proses pembinaan, baik pembinaan terhadap permodalan, SDM, pasar, informasi pasar, maupun penerapan teknologi.

Sedangkan, agenda sistem ekonomi kerakyatan di tengah pandemi Covid-19 yang lainnya yang dapat diterapkan adalah:

  1. Sumber daya ekonomi yang semakin dikembangkan aksesnya. Pelaku ekonomi rakyat tentunya harus bisa mengakses sumber daya ekonomi seperti modal, bahan baku, dan informasi. Mekanisme pemberian kredit dan penerapan bunga harus memastikan untuk tidak mendiskriminasi pelaku ekonomi rakyat. Pelaksanaan UU 6/2014 tentang desa dengan menyediakan cash transfer kepada desa merupakan wujud konkrit pengembangan akses masyarakat desa kepada sumber daya ekonomi, dalam hal ini finansial. Program pemerintah untuk membangun infrastruktur pada daerah terdepan, terisolir, dan terbelakang juga merupakan bentuk lain dari akses kepada sumber daya ekonomi seperti pasar.
  2. Perlunya penataan kelembagaan. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penataan kelembagaan untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan adalah: pertama, pemberian izin usaha yang diperlukan pelaku ekonomi rakyat perlu diberikan dengan cepat, mudah, dan murah. Meskipun saat ini pemerintah gencar untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perijinan, namun kebijakan ini masih menjadikan investor dari luar sebagai prioritas. Pelaku ekonomi rakyat masih berada di pinggiran. Perijinan yang seharusnya merupakan pengungkit bagi pengembangan usaha rakyat dalam praktik masih menjadi beban. Kedua, memastikan agar pelaku ekonomi besar/global tidak memasuki sektor-sektor ekonomi yang menjadi bidang gerak ekonomi rakyat. Sepuluh paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah berfokus untuk mendatangkan investor dari luar. Kebijakan tersebut belum diimbangi dengan upaya melindungi dan memberdayakan pelaku usaha ekonomi rakyat. Ketiga, olaborasi dan pola kerja sama antar pelaku ekonomi rakyat dengan pelaku ekonomi besar/global perlu menjadi praktik bisnis dominan di Indonesia. Dalam hal ini pemerintah memiliki sarana dengan menjadikan semua BUMN/BUMD sebagai promotor kerja sama dengan pelaku ekonomi rakyat.
  3. Peninjauan kembali (reorientasi) mengenai pendidikan. Peninjauan kembali mengenai pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan kejuruan yang sesuai kebutuhan menjadi prioritas pengembangan khususnya pada daerah-daerah dengan sumber daya tertentu. Sebagai contoh, daerah dengan potensi sumber daya perikanan perlu dikembangkan pendidikan kejuruan kelautan dan perikanan, sementara daerah dengan potensi hutan perlu mengembangkan pendidikan kejuruan industri kayu dan pengolahan hasil hutan non kayu (non timber forest product). Pada sisi lain, pendidikan umum khususnya pada disiplin ekonomi dan manajemen perlu mengembangkan pemahaman dan konsep ekonomi rakyat. Untuk itu studi, pemodelan dan teoritisasi ekonomi rakyat perlu dilakukan oleh para akademisi.
  4. Perlunya pengembangan kapasitas. Mampu bersaingnya pelaku ekonomi rakyat dengan pelaku ekonomi global di era sekarang ini. Pengembangan kapasitas sehingga dapat melaksanakan kegiatan ekonomi yang efisien dan produktif menjadi suatu keharusan. Hal ini bukan persoalan mudah, sebagai contoh pengembangan kapasitas dari aparat desa untuk mampu memanfaatkan dana desa secara optimal masih menjadi tantangan. 
  5. Mengatasi hambatan ekonomi. Dalam hal ini perlu diatasinya hambatan ekonomi kerakyatan. Hambatan ekonomi kerakyatan terdiri dari praktik bisnis besar yang ilegal seperti ilegal fishing, ilegal logging, ilegal trading. Praktik bisnis ilegal membuat pelaku usaha besar mendapatkan bahan baku yang murah dan pada kasus perikanan menyebabkan nelayan kecil kehilangan lapangan pekerjaan. Hambatan ekonomi berikutnya adalah tata niaga yang bias sehingga menyebabkan harga jual pelaku ekonomi rakyat senantiasa tertekan, seperti komoditi pertanian dan perkebunan. Hambatan ekonomi terakhir adalah berbagai pungutan dan retribusi yang dibebankan oleh otoritas lokal, seringkali tanpa ada dasar yang jelas.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun