Â
     Seperti yang kita ketahui, iklim merupakan hal yang sangat penting baik di dunia maupun di sekitar kita. Iklim dapat mempengaruhi di sekitar lingkungan dan kehidupan kita termasuk di dalam pertanian,kesehatan serta sumber daya di dalam suatu negara. Maka dari itulah PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah mengadakan pertemuan dan mengundang  negara-negara besar untuk mengatasi krisis iklim dengan membentuk COP-26 atau Conference of the Parties ke-26.  Yang dimana konferensi ini memiliki tujuan yang sama seperti terbentuknya COP-1 yaitu mengatasi atau mengurangi emisi gas rumah kaca, menghadapi krisis iklim yang telah terjadi dan mengendalikan pemanasan global.     Conference of the Parties yang ke-26 adalah suatu konferensi yang mempertemukan dari banyaknya negara di dunia yang telah mengikuti dan negara-negara tersebut sepakat untuk mengatasi krisis iklim di dunia. Conference of the Parties ke-26 atau COP-26 ini dilaksanakan di Glaslow, Skotlandia pada waktu 31 Oktober-12 November 2021. Konferensi ini biasanya dilaksanakan setiap tahun yang telah banyaknya negara yang menandatangani Perjanjian Paris oleh 197 negara di COP-26. PBB mengundang negara-negara tersebut untuk menandatangani konvensi iklim untuk mengurangi dan mengatasi emisi gas rumah kaca. Sebenarnya Conference of the Parties ke-26 ini adalah konferensi sudah terbentuk sejak lama dengan Konferensi  Perubahan Iklim Dunia Pertama atau COP-1 yang berada di Berlin, Jerman.
     COP-26 atau Conference of the Parties ke-26 ini diselenggarakan oleh negara yang terlibat atau bergabung dengan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) yang dimana negara Indonesia bergabung di dalam UNFCCC tersebut. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dimana Indonesia disebut negara yang subur dan kaya. Indonesia juga memiliki tujuan untuk meningkatkan di dalam kerja sama antara banyaknya negara yang mengikuti COP-26 tersebut untuk mengatasi perubahan iklim atau krisis iklim ini. Tujuan Indonesia tersebut untuk melestarikan habitat,ekosistem, serta mengurangi efek emisi gas rumah kaca ditempat masyarakat yang dimana daerah tersebut terkena dampak dari pemanasan global. Untuk meningkatkan atau menargetkan iklim atau mengatasi krisis iklim dan pemanasan global perlu adanya upaya masyarakat yang terlibat untuk mengurangi tidak terjadinya krisi iklim tersebut, dan masyarakat terus meningkatkan kesadaran diri untuk tidak terjadinya krisis iklim yang tidak diinginkan.
     Pada tahun 20 tahun terakhir, laju deforestasi telah turun signifikan. Pada tahun 2020, kebakaran hutan juga telah menurun 82%. Indonesia juga telah memulai untuk merehabilitas hutan mangrove yang seluas 600.000 hekatare sampai dengan di tahun 2024 terluas di dunia. Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan krisis dari tahun 2010 sampai dengan 2019, yang awalnya menyumbang 60 persen emisi Indonesia, yang dimana telah mencapai target carbon net sink selambatnya pada tahun 2030. Di dalam sektor energi, negara Indonesia juga melakukan langkah dengan adanya pengembangan ekosistem seperti mobil listrik, kemudian  Indonesia juga telah memiliki pembangunan pembangit listrik tenaga surya yang terbesar di kawasan Asia Tenggara, serta pemanfaatan energi biofuel, dan pengembangan industri hijau terbesar di dunia yang berada di Kalimantan Utara.
     Dalam persiapan Indonesia terhadap COP-26, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glaslow. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan bahwa Indonesia dapat memberikan kontribusi untuk mencapainya target net zero emission untuk mengatasi krisis iklim dunia yang di bahas pada Conference of the Parties ke-26 atau COP-26. Indonesia termasuk negara yang memiliki superpower di dalam perlindungan iklim. Untuk mencapai tujuan The Zero Emission Vehicles Transition Council (ZEVTC), Conference of the Parties ke-26 membahas tentang kendaraan yang tanpa emisi. Indonesia juga berkomitmen untuk menanggulangi iklim yang dimana Indonesia memiliki staregi dalam pembangunan rendah karbon sampai tahun 2050. Di dalam Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience 2050, melalui LTS-LCCR 2050, Indonesia akan memiliki tujuan ambisi untuk mencapai target pengurangan gas rumah kaca dengan mencapai puncak emisi gas rumah kaca sampai target nasional yaitu pada tahun 2030.
     Dengan adanya pihak Indonesia di dalam COP-26 atau Conference of the Parties ke-26, Indonesia disini akan memobilisasi pembiayaan iklim serta penyediaan pendanaan iklim yang berarti Indonesia memiliki peran yang besar dalam COP-26 ini ujar Jokowi dalam pidato KTT COP-26 Glaslow,Skotlandia pada hari Selasa, 2 November 2021."Indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovatif serta pembiayaan campuran obligasi hijau dan sukuk hijau. Penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara maju merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang. Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi net zero emission dunia".
     Bisa dibilang Indonesia ini berperan sangat besar dalam COP-26 ini karena negara Indonesia memiliki potensi seperti kaya akan mineral, sumber daya alam yang kaya, Indonesia juga memiliki hutan yang lebat karena ini merupakan hal yang penting untuk menjaga kesehatan cuaca atau iklim dan juga hal ini untuk mengatasi krisis iklim yang terjadi agar tidak melebihi 2 derajat Celsius. Selain itu, Indonesia dapat berkontribusi dengan kekayaan negaranya karena Indonesia memiliki kekayaan alam seperti emas, gas alam, serta memiliki minyak alam. Selain memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah, Indonesia juga memiliki potensi berkontribusi dalam memiliki kelautan yang kaya akan karbon. Dalam hal ini, Indonesia bisa mengurangi krisis iklim karena laut sebagai penghasil oksigen dan penyerap karbon dioksida yang membuat potensi besar untuk melakukan kontribusi dengan untuk mengatasi krisis iklim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H