Akhir – akhir ini nama Budi Gunawan mencuat dan menjadi perbincangan hangat. Hal tersebut tak lain dan tak bukan karena pencalonan tunggal dirinya sebagai Kapolri menggantikan Sutarman, 10 Januari 2015 lalu.
Tak berselang lama, yaitu tanggal 13 Januari 2015, KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka atas kasus rekening gendut. KPK sendiri mengungkapkan kalau nama Budi Gunawan sudah lama menjadi catatan merahnya. Hal tersebut tentu saja langsung menuai kontroversi. Banyak yang meminta Budi Gunawan mundur dari pencalonannya. Namun, Budi Gunawan tetap teguh pendirian untuk tetap menjabat sebagai Kapolri menggantikan Sutarman.
Yang lebih membuat gaduh lagi adalah, pada tanggal 14 Januari 2015 Komisi III DPR menyatakan Budi Gunawan dinyatakan lolos uji kelayakan. Bagaimana bisa seorang tersangka, lolos uji kelayakan, menjadi pemimpin yang seharusnya memberantas tersangka dan mafia? Sungguh lucu negeri ini.
Kasus ini terus saja bergulir, upaya saling serang terus terjadi. Terbukti dengan tiba – tiba beredarnya foto mesra Ketua KPK bersama seorang gadis, dan ditetapkannya Bambang Widjojanto dalam sebuah kasusu yang sepertinya “mengada – ada.”
Dalam keadaan sedemikian genting, banyak orang berharap pada presiden Jokowi untuk menyelesaikan konflik dua lembaga Negara ini. Namun, Presiden Jokowi seolah – olah diam seribu bahasa dan mengulur – ulur waktu. Sampai pada tanggal 25 Januari 2015, presiden membentuk tim 9 untuk membantu mencari penyelesaian kasus ini.
Atas usulan dari tim 9, Presiden Jokowi yang sempat galau akhirnya memutuskan untuk batal melantik Budi Gunawan. Beliau menunjuk Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri. Sampai pada tanggal 16 Februari 2015 majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Budi Gunawan dan menyatakan penetapannya sebagai tersangka tidak sah dan dicabut.
Pada tanggal 17 April 2015 lalu, dilantiklah Badrodin Haiti sebagai Kapolri. Namun, belum ada wakapori untuknya. Banyak spekulasi tentang siapa yang akan mendampingi Badrodin Haiti, disitu muncul pula Budi Gunawan.
Hal ini lagi – lagi menimbulkan kontroversi, ada yang setuju, banyak pula yang menolak. Mereka yang setuju beranggapan bahwa Budi Gunawan memang layak menjabat sebagai wakapolri, lagipula dia sudah tak lagi menjabat sebagai tersangka.
Tetapi yang menolak juga punya alasan. Seorang mantan tersangka, bisa sekali begitu “dipaksakan” untuk menduduki “posisi sentral” Kapolri. Setelah gagal mendudukkan diri sebagai Petinggi utama, kini wakilnyapun coba diincarnya. Pegawai biasa saja kalau tidak memiliki catatan kelakuan baik bisa digagalkan dalam melamar pekerjaan, kenapa ini yang menduduki posisi sentral sebagai penumpas kejahatan,malah seorang mantan tersangka? Ironis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H