Mohon tunggu...
Tri Susilo
Tri Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Baik dan jelas

No matter...

Selanjutnya

Tutup

Nature

Perlukah PERDES dalam Rangka Penatausahaan Hasil Hutan Bukan Kayu dari Hutan Negara?

15 April 2021   15:15 Diperbarui: 15 April 2021   15:16 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai mana telah diketahui bahwa Penata usahaan hasil hutan bukan kayu dari hutan negara telah diatur dengan permenlhk P.78/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2019. Penatausahaan hasil hutan hukan kayu adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan perencanaan produksi,pemanenan/pemungutan dan pengangkutan/peredaran hasil hutan bukan kayu.  Peraturan menteri ini sendiri dimaksudkan sebagai sarana bagi pemegang izin atau pengelola hutan dalam memenuhi kewajibannya melakukan pencatatan dan pelaporan hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan dari hutan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.   Dalam peraturan Menteri ini disebutkan pemegang izin atau pengelola hutan membuat rencana produksi  sebagai dasar pencatatan dan pelaporan penatausahaan hasil hutan. 

Pencatatan  rencana produksi dan pelaporan dapat dilakukan oleh pegumpul terdaftar.  Untuk pengukuran hasil pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) sendiri dilakukan oleh tenaga GANISPHPL,sesuai Kompetensinya.  Pengukuran Pengujian Meliputi penetapan jenis, penetapan volume atau berat dan perhitungan jumlah.  Laporan produksi HHBK paling sedkit dibuat pada setap akhir bulan.  Pada peraturan menteri ini ada beberapa ketentuan tentang  petugas pencatatan  laporan .  untuk pemegang izin lp-hhbk   petugas pencatatan dapat dilakukan oleh Pengumpul Terdaftar.LP-HHBK di buat sesuai jenis, jumlah,dan volume atau berat HHBK yang tercatat pada buku ukur. LP- HHBK yang di buat tersebut dalam permenLHK ini dimaksudkan sebagai dasar  pembayaran PNPB sesuai ketentuan dan perundang-undangan. 

Dalam hal pengumpulam HHBK yang berasal dari pemegang izin atau pengelola hutan hanya dapat dilakukan oleh pengumpul tedaftar. Pengumpul terdaftar  ditetapkan oleh kepala dinas provinsi atas prmohonan perusahaan atau perorangan.  Khusus untuk wilayah konservasi  ketentuan pengumpul terdaftar HHBK berpedoman kepada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang konservasi.

Dari sebagian rangkaian yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan P.78 / Menlhk / Setjen / Kum.1 / 10/ 2019 di atas ada beberpa point yang perlu menjadi perhatian kita bersama yaitu ; 1.) Bahwa peraturan menteri ini hanya berlaku untuk pemanfaatan HHBK untuk kawasan yang sudah berizin 2.) Kegiatan pencatatan LP-HHBK dilakukan oleh tenaga GANISPHPL  3.)Pencatatan dilakukan oleh pengumpul terdaftar 4.)

Hasil pencatatan produksi HHBK ini dijadikan dasar untuk melakukan pembayaran PNBP(Penerimaan Negara Bukan Pajak).  Tentunya akan ada beberapa kendala yang akan dihadapi dalam upaya pelaksanaan Permen LHK tersebut berdasar point- point yang tersebut.  Untuk point pertama bahwa  peraturan menteri ini hanya berlaku untuk pemanfaatan HHBK untuk kawasan yang sudah berizin. Tentunya ini akan menjadi masalah tersendiri karena sebagian wilayah yang telah mendapatkan izin PS merupakan lahan yang digarap warga yang mempunyai domisili pada wilayah desa tertentu baik desa tersebut berada di dalam kawasan hutan maupun luar kawasan hutan.  Ditambah tidak adanya ketentuan yang mengatur terhadap wilayah kawasan yang digarap warga yang belum mempunyai izin. Hal inipun disampaikan oleh Kepala Dinas Kehutan Provinsi Lampung bapak Ir. Y. Ruchyansyah, M.Si d alam acara Talk show Engagement activity  pada 7 april 2021 di hotel sheraton yang dilaksanakan oleh pusat penelitian  dan pengembangan sosial-ekonomi kebijakan dan perubahan iklim badan penelitian  inovasi kementrian lingkungan hidup dankehutanan pengembangan.

Di sana beliau menyatakan saat ini belum ada regulasi yang tegas terhadap para penggarap yang berada didalam kawasan yang belum memilik izin, sedangkan para pemegang izin terkait oleh beberapa aturan, salah satunya kewajiban membayar PNPB .  Untuk point kedua,saat ini belum tersedia tenaga GANIS yang mecukupi. Untuk point tiga, bahwa pencatatan produksi dilakukan oleh pengumpul terdaftar tentu menjadi masalah tersendiri dimana saat ini petani penggarap kawasan yang berizin maupun belum berizin menjual hasil pemanfaatan HHBK-nya secara individu kepada tengkulak atau pihak lain tanpa koordinasi.  Untuk point ke empat,bahwa tujuan akhir dari PermenLHK ini adalah melakukan pembayaran PNBP, tentu ini menjadi kendala tersendiri karena petani saat ini tidak pernah ada pungutan dan menjual scara bebas.

Melihat permasalahan di atas tentunya peran pemangku desa tentulah sangat diperlukan. Dimana pemerintahan desa yang notabene mempunyai wewenang langsung terhadap warga desa yang berada di bawah wewenangnya.  Kepala Desa mempunyai pengaruh besar dalam menentukan arah kegiatan warganya.  Maka diperlukan suatu aturan tingkat desa yang mengikat warganya bagi yang menggrap d dalam kawasan untuk mengikuti ketentuan yang ada dalam dan kehutanan P.78 / Menlhk / Setjen / Kum.1 / 10/ 2019.  Peraturan tersebut dapat berupa perturan desa (PERDES) yang mengatur tata cara pemanfaatan HHBK dan penjualannya dari masyarakat yang mnggarap lahan kawasan. 

Nurhayati, SP.,M.Sc. dalam materinya pada kegiatan Talk Show Enhancing Community Based Commercial Forestry (CBCF) yang berjudul Peraturan desa dan Potensinya dalam mendukung penguatan tata kelola kayu rakyat :Pembelajaran dari Bulukumba Sulawesi selatan menyebutkan bahwa Peraturan Desa  berpotensi mendukung penguatan tata kelola kayu rakyat.  Tentunya di harapkan apabila ada Peraturan Desa yang mengatur tentang pelaksanaan penatausahaan hasil hutan bukan kayu dari hutan negara akan mendorong masyarakat desa tersebut mau melaksanakanya dengan baik. Demikianlah diharapkan ada upaya dari pihak Desa dalam mendukung PermenLHK P.78 / Menlhk / Setjen / Kum.1 / 10/ 2019.

Tulisan ini dibuat dalam rangka acara Pelatihan Menulis Ilmiah Populer yang termasuk rangkaian kegiatan penelitian Enhancing Community Based Commercial Forestry (CBCF) in Indonesia (2016-2021)dan kerjasama Badan Litbang dan Inovasi, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Australian Center For International Agrcultural Research.

#P3SEKPI #KementrianLHK   #ACIAR #CBFIndonesia

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun