Hampir 27 tahun saya bekerja di Kementerian yang menangani pendidikan ada babak baru dalam sejarah pendidikan di tanah air yakni dengan masuknya Prof Atip Latipul Hayat sebagai Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Saya menyebut ada babak baru karena berganti-ganti kepemimpinan negeri ini baru kali ini di kementerian yang mengurusi pendidikan ada dilibatkan orang yang berasal dari luar Muhammadiyyah yakni yang  berasal dari Persatuan Islam atau yang lebih dikenal dengan Persis. Kiprah Persis dibidang pendidikan selama ini bukannya tidak ada, peran yang diambil Persis lebih banyak di bidang pendidikan dengan menggunakan lembaga Pesantren atau sekolah agama Islam yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.
Adalah menjadi peluang yang strategis bagi Persis ketika di antara Insan Jamiyyahnya menjadi bagian dari manajemen puncak dalam pengurusan bidang pendidikan di Indonesia. Peluang ini adalah menantang dan harus segera diambil oleh Persis, karena sangat strategis untuk melebarkan sayap dakwah melalui pendidikan untuk mencerdaskan dan membentuk karakter yang baik generasi bangsa, harapan dapat memberikan cahaya Sunnah kepada masyarakat Indonesia menjadi semakin lebar dan lebih mudah. Oleh karenanya, peluang ini harus segera disikapi dengan melakukan inventarisasi aset-aset organisasi untuk membangun banyak lembaga pendidikan formal dengan berbendera Persatuan Islam (PERSIS), aset-aset itu tidak hanya meliputi tanah dan bangunan saja serta potensi-potensi wakaf lainnya, tetapi juga mulai dengan serius menginventarisasi dan memetakan Kompetensi Sumber Daya Manusia yang selama ini tersebar dan kurang menjadi perhatian.Â
Keinginan untuk turut berperan di Pendidikan Formal Umum ini akan sulit diwujudkan bila tidak mendapat dukungan dari Pimpinan Persis dan yang paling utama adalah dukungan dari semua Jamiyyah Persis di seluruh Indonesia. Dukungan bulat atau mufakat akan diperoleh bila Kepemimpinan Persis saat ini mampu mengubah mindset semua anggotanya bahwa jalur dakwah melalui pendidikan tidak hanya pada pendidikan di lembaga pesantren tetapi juga bisa lebih luas melalui pendidikan formal umum dari jenjang pra-sekolah hingga perguruan tinggi.
Mimpikan bahwa Persis akan memiliki banyak sekolah formal umum sebanyak sekolah pesantren yang ada dimiliki saat ini, akan terwujud dengan berubahnya cara pandang atas jalan yang akan ditempuh dalam misi dakwah.
Ketakutan menggunakan Baju atau Nama Persis
Selama ini bukannya tidak ada sama sekali Insan Persatuan Islam yang mendirikan sekolah formal umum, banyak sekolah-sekolah sudah yang dikelola oleh anggota Persis dengan berbentuk yayasan namun tidak menggunakan baju atau nama Persis. Ada semacam ketakutan dan tidak percaya diri kalau menggunakan nama Persis,takut tidak laku.
Pengalaman menunjukkan bahwa selama ini Muhammadiyyah menggunakan nama Muhammadiyyah pada lembaga pendidikannya dan masyarakat pun menerimanya. Muhammadiyyah memiliki percaya diri dan bangga dengan bajunya. Namun yang tak kalah penting sebenarnya yang membuat masyarakat percaya adalah dengan menunjukkan kompetensi yang baik.
Di Maumere saya pernah ke SMP Muhammadiyyah satu-satunya sekolah Muhammadiiyyah di kota itu, ternyata di Maumere itu SMP Muhammadiyyah itu menjadi sekolah favorit bahkan orang non Islam pun menyukainya, Â setelah saya melihat data sekolah bahwa 70% siswanya justru non Muslim.
Jadi jika Persis ingin mendirikan lembaga pendidikan ya jangan ragu-ragu menggunakan nama Persis. Walau pun menggunakan bukan nama Persis identitas itu akan selalu tampak karena sudah menjadi karakter khas Jamiyyah, jadi jangan ragu untuk tampil dengan nama Persis dan yakinlah bahwa berjihad di Pendidikan Formal pun tidak kalah pentingnya untuk menyelamatkan Ummat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H