Mohon tunggu...
Tri Sukmono Joko PBS
Tri Sukmono Joko PBS Mohon Tunggu... Dosen - Tenaga Pengajar, Sekretaris Pada Yayasan Lentera Dikdaktika Gantari

Hobi membaca, senang menjadi narasumber di Bidang Manajemen Risiko

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengoptimalkan Peran Komite Sekolah

25 Desember 2024   11:53 Diperbarui: 26 Desember 2024   06:41 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salah satu basis pendidikan yang selama ini dijalankan adalah pendidikan berbasis masyarakat. Masyarakat diharapkan dapat urut berperan serta dan turut memikul tanggung jawab dalam mencerdaskan generasi bangsa, wadah bagi masyarakat dalam upaya berperan aktif bagi pendidikan diwadahi pada lembaga yang bernama Komite. Tugas dan tanggung jawab komite antara lain turut merencanakan dan membantu atau memberikan fasilitasi bagi sekolah dalam rangka pelaksanaan pembelajaran  di satuan pendidikan. Namun sangat disayangkan peran serta aktif komite sekolah secara umum dapat dilihat hanya sebatas diminta untuk berperan menanggung pembiayaan pendidikan yang disebabkan keterbatasan Dana BOS yang disediakan pemerintah, pihak sekolah tidak pernah bertanya kemauan masyarakat itu anak yang disekolahkan mau menjadi seperti apa? Seakan-akan sekolah hanya peduli pada uang yang bisa diminta dari pihak orang tua siswa dan karenanya ini sering menjadi penyebab kasus-kasus penyimpangan atau pungli yang diadukan oleh masyarakat.

Peran Komite tidak sampai seperti yang diidealkan, yakni turut menentukan atau memberikan masukan terhadap kurikulum. Masukan dari komite terhadap kurikulum adalah merupakan kontrak antara masyarakat dengan pihak sekolah, di mana masyarakat turut menentukan akan menjadi seperti apa siswa didiknya. Hubungan kontrak antara masyarakat dan sekolah itu ibarat hubungan kontrak pemilik pabrik dengan pengguna barang, di mana pengguna barang telah terlebih dahulu menentukan spesifikasi dan bentuk akhir dari produk yang akan digunakan. Komite sekolah sebagai wakil masyarakat yakni orang tua siswa seharusnya menjadi penanda tangan kontrak dengan sekolah yang mewakili keinginan masyarakat tentang generasi seperti apa yang akan dihasilkan oleh sekolah. Selama ini peran ini tidak berjalan akibatnya banyak terjadi perselisihan antara orang tua siswa dengan sekolah karena tidak ada kepastian terkait hak dan kewajiban serta produk lulusan yang diinginkan. Masyarakat kita kebanyakan juga bersifat pasif dan tidak peduli anak-anak mereka akan seperti apa setelah lulus sekolah.

Ide tentang seperti apa siswa lulusan ini  tidak turut direncanakan oleh masyarakat atau dengan kata lain masyarakat tidak ditanya tentang keinginannya generasi lulusan seperti apa?  Ide kurikulum yang dibuat bersifat top down atau terlalu sentralistis. Tentang lulusan seperti apa yang akan dihasilkan lebih banyak ditentukan oleh kebutuhan industri dalam hal ini diwakili pemerintah bukan oleh masyarakat. Dampaknya antara lain:

  • Sekolah-sekolah mencetak siswa-siswa yang memiliki keterampilan tetapi tidak memiliki karakter baik yang diinginkan masyarakat.
  • Adanya tindakan koreksi yang dilakukan guru terhadap siswa malah dinilai oleh orang tua siswa sebagai tindak kekerasan guru kepada siswa
  • Adanya tuduhan pungli dari orang tua siswa kepada pihak sekolah padahal disisi lain sekolah kesulitan membiaya operasionalnya

Peristiwa-peristiwa seperti di atas tidak perlu terjadi sekiranya ada kesepakatan yang jelas antara masyarakat yang diwakili komite dengan pihak pengelola sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan jajarannya. Komite sekolah sebagai mitra dari pihak sekolah hendaknya tidak hanya diajak bicara atau dituntut untuk menanggung biaya operasional pendidikan tetapi juga turut dilibatkan dalam penentuan tujuan dari kurikulum yang dikembangkan disekolah, selain itu juga disepakati tentang cara-cara mendidik atau melakukan koreksi terhadap pelanggaran yang dilakukan siswa sehingga tidak ada guru atau pendidik yang dituduh melakukan kekerasan oleh orang tua siswa karena melakukan koreksi terhadap siswa. 

Dengan demikian untuk mencetak generasi ke depan seharusnya seluruh masyarakat turut dilibatkan apakah akan membuat generasi yang berkarakter baik ataukah sekedar generasi yang akan menjadi pekerja industri. Siapa yang menentukan di tahun 2040 Indonesia menjadi generasi emas? Apakah itu kemauan masyarakat atau kemauan pihak industri yang dititipkan dalam isi kurikulum yang dibuat sentralistis? Kita sudah melihat hasilnya pendidikan yang dicetak dengan tujuan memenuhi kebutuhan industri telah menghasilkan orang-orang cerdas namun tidak memiliki karakter baik, bergelar tinggi namun korupsi, bergelar sarjana namun tidak menghormati nilai etika dan moral. Saatnyalah untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam pendidikan dengan mengoptimalkan peran komite tidak hanya sebatas terkait pendanaan pendidikan saja.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun