Beberapa bulan lalu saya mengambil cuti 1 hari untuk melakukan perjalanan Ke sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Bandung dalam rangka mencari tempat baru untuk bekerja karena di tempat pekerjaan yang lama dirasakan sudah terlalu jenuh selama 26 tahun lebih bekerja di bidang pengawasan. Yang akan dibicarakan dalam artikel ini bukanlah soal saya mencari tempat kerja baru, namun saya melihat banyak fenomena di perjalanan yang mengiris hati, yakni fenomena makin banyaknya orang terkena gangguan jiwa atau lebih dikenal dengan ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa). Saya coba menerka-nerka dam menganalisis penyebab dari makin banyaknya ODGJ, saya coba kaitkan dengan kondisi negara kita saat ini.
Di tengah semakin besarnya hutang negara sampai 8.300 triliun lebih, defisitnya APBN pemerintah, inflasi yang terus merangkak naik dan semakin lemahnya daya beli mata uang rupiah mungkin hal itu yang membuat semakin banyaknya ODGJ. Orang boleh jadi stres karena kehilangan mata pencaharian yang kemudian berpengaruh terhadap tingginya tingkat perceraian, tingkat stres yang tinggi yang kemudian menimbulkan depresi yang akut telah menyebabkan banyak orang terganggu mentalnya. Dan karena ketidakmampuan dalam keuangan orang-orang yang terkena depresi ini tidak mampu membayar untuk mendapatkan layanan konseling dengan psikolog atau psikiater. Kalau orang-orang dengan gangguan seperti ini kita sangat mudah mendeteksinya, namun ada gangguan jiwa yang justru tidak terdeteksi karena orang yang  bersangkutan dalam kehidupan keseharian masih tampak normal.
Saya mau bercerita bahwa di sebuah negara di dunia fantasi sana, ada orang-orang yang dengan gangguan jiwa namun tidak kentara dapat mengendalikan negara dengan semena-mena, orang seperti ini lebih membahayakan dibanding orang yang terkena gangguan jiwa yang sebenarnya, karena dampak kerusakan yang ditimbulkannya hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan. Orang-orang yang saya maksud dengan gangguan jiwa ini adalah orang yang sudah tidak memiliki rasa malu, tidak memiliki rasa empati, tidak memiliki rasa simpati atas kondisi masyarakat yang semakin terpuruk dan bahkan tidak peduli dengan kondisi negara yang menuju ke ambang kebangkrutan. Orang-orang seperti ini justru menduduki kekuasaan sehingga dengan kekuasaan itu ia dapat memaksakan kehendaknya kepada siapa pun termasuk kepada negara. Orang-orang di sekitarnya para menteri dan adipati sebenarnya menyadari bahwa sang penguasa menderita gangguan jiwa namun karena takut kehilangan jabatan dan fasilitas maka mereka menganggap kegilaan itu merupakan sesuatu yang normal atau lumrah, sehingga bila tidak ikut gila malah akan jadi terpidana atau terkucilkan. Negeri fantasi ini pada akhirnya runtuh dan dijajah oleh negara lain, karena sebagian besar aset sumber daya alam tanah dan air telah tergadaikan dengan murah demi proyek-proyek mercusuar yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh rakyat. Tingkat pengangguran dan inflasi semakin tinggi, daya beli uang semakin rendah rakyat benar-benar harus mengencangkan ikat pinggang dan sering berpuasa, di sudut lain gelandangan, pengemis, dan preman-preman jalanan semakin marak memeriahkan peningkatan kejahatan.
Di tengah kondisi yang carut-marut dan menuju anarkis beberapa kelompok masyarakat masih mencoba menjaga kewarasan dengan tetap berpikir kritis dan sabar. Mereka sadar bahwa menjaga kewarasan itu sangat penting untuk menjaga negara ini dari kerusakan orang-orang yang memiliki gangguan jiwa, orang yang terlalu terobsesi dengan kekuasaan, ketamakan dan ketenaran dan tidak peduli atas penderitaan orang lain.
Ternyata usaha menjaga kewarasan itu tidak mudah, banyak orang mengucilkan, menganggap remeh, dan bahkan ada yang berupaya mengintimidasi apabila mencoba melakukan kritik kepada penguasa dan jajarannya. Tuduhan pencemaran nama baik dari orang dengan gangguan jiwa kerap dilontarkan apabila mereka merasa terusik kesenangannya, bahkan orang-orang dengan gangguan jiwa ini kerap melakukan gangguan terhadap orang-orang miskin dengan mengambil tanah dan rumah mereka. Rakyat dimiskinkan justru dengan alasan pembangunan untuk rakyat, nelayan tidak dapat menangkap ikan karena pantai dan teluknya di masukan dalam kawasan elite yang tidak boleh sembarang orang masuk ke dalam kawasan itu, orang hutan dan ular kehilangan habitatnya karena hutan disulap habis menjadi perkebunan sawit dan pertambangan, buaya tak bisa lagi bebas berenang di sungai karena sungainya begitu ramai dilewati kapal-kapal industri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H