Mohon tunggu...
Tri Sukmono Joko PBS
Tri Sukmono Joko PBS Mohon Tunggu... Dosen - Tenaga Pengajar

Hobi membaca, senang menjadi narasumber di Bidang Manajemen Risiko

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Lamunan Pagi "Ingin Berpolitik"

12 Juni 2024   07:27 Diperbarui: 12 Juni 2024   07:41 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Saya seorang ASN yang tidak lama lagi pensiun, saya sudah bekerja pada negara selama 26 tahun lebih, jabatan profesi saya adalah auditor. Selama 26 tahun dengan menghadapai permasalahan yang relartif sama dalam bekerja menjadikan saya mencapai puncak kejenuhan. Sebenarnya saya sudah memiliki sertifikasi yang disyaratkan untuk naik ke jenjang madya dan usia pensiun saya bisa berubah dari 58 menjadi 60 tahun. Namun kejenuhan yang saya rasakan membuat saya tidak tergiur untuk memperpanjang usia pensiun, saya lebih nyaman kalau terlepas dari jabatan auditor, maka pada bulan Maret lalu saya mengajukan surat permohonan mundur dari jabatan auditor dan minta ditempatkan dijabatan lain selain auditor. Untuk mengatasi kejenuhan saya mencoba menawarkan diri untuk mengajar di sebuah perguruan tinggi swasta jauh dari luar Jakarta, dengan pertimbangan untuk mendapat udara segar pergantian suasana, kalau memilih perguruan tinggi di Jakarta ya tentunya tidak akan memberikan dampak penyegaran bagi saya, karena suasana Jakarta juga termasuk salah satu yang membuat saya merasa jenuh dan stres.

Baik, lupakan tentang kejenuhan bekerja tadi yang mau saya ceritakan di sini adalah tentang sebuah keinginan untuk bisa turut menjadi bagian yang mengubah negara ini menjadi lebih baik. Keinginan itu saya pikir bisa terlaksana bila mana saya menjalani pensiun dan  bergabung dengan satu di antara sekian banyak partai politik. Tetapi dengan kondisi perkembangan partai politik saat ini, membuat saya sangat kesulitan memilih, karena peristiwa Pemilihan Umum kemarin (baik pemilihan anggota DPR maupun Pemilihan Presiden) menjadi gambaran bagi saya begitu sulitnya untuk memberikan kepercayaan kepada partai. Apa yang membuat saya kesulitan memilih adalah di saat Calon Presiden dan Wakil Presiden sudah jelas pemenangnya, hampir semua partai menyatakan akan berkoalisi dengan pemenang dan mendengungkan wacana pemerintahan tanpa oposisi.

Saya berpikir apakah putusan para partai itu untuk tidak menjadi oposisi merupakan pertimbangan dari suara yang mereka wakili? Atau pertimbangan semata hanya karena ada keuntungan materi dan pembagian kekuasaan yang dijanjikan oleh pemimpin terpilih? Kalau alasan kedua yang lebih mendominasi, maka saya pikir hal itu telah mengkhianati rakyat yang telah menitipkan suaranya kepada mereka. Karena setiap orang yang memilih wakil yang berbeda, alasannya adalah karena memiliki tujuan yang ingin dicapainya berbeda, kecenderungan ideologisnya pun berbeda. Ketika seorang individu memilih wakilnya, maka ini merupakan representasi dari tujuan dan ideologis yang dititipkan kepada partai yang dipilih. Maka ketika partai yang dipilihnya itu mengkhianati amanat yang diberikan, rakyat atau konstituen menjadi kehilangan wakilnya yang memperjuang tujuan dan ideologis yang dititipkan kepada partai.

Kondisi inilah yang menyulitkan saya dalam memilih untuk bergabung ke dalam partai ketika saya sudah tidak lagi menjadi pegawai pemerintah, tetapi saya kira hal ini akan berdampak pada pemilihan umum berikutnya karena masyarakat tidak akan lagi memberikan kepercayaan kepada partai yang dipilih namun tidak memperjuangkan nasib konstituennya.

Partai adalah sarana yang menghubungkan rakyat biasa dengan pemerintah atas layanan atau hak-hak warga negara yang tidak dipenuhi atau dilanggar oleh pemerintah. Ketika semua partai bersepakat tidak menjadi oposisi lalu siapa yang mewakili rakyat yang hak-haknya tidak dipenuhi atau dilanggar oleh pemerintah? Rakyat bisa berbuat anarkhi ketika tidak ada saluran untuk menyampaikan ketidakpuasan atau menuntut hak yang seharusnya didapat oleh warga negara sebagai kebutuhan mendasar. Kalau demikian , maka demokrasi yang berlaku bukanlah demokrasi yang sesungguhnya, tetapi demokrasi yang semu atau demokrasi yang gagal. Sebaiknya kita kembali kepada demokrasi yang benar agar tidak terjebak dari demokrasi tersesat menjadi oligarchi, otoriter atau melahirkan kekuasaan yang absolut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun