Sungguh— terasa sibuknya parade sandiwara kehidupan yang tiada jemu memberi penugasan ekstra terhadap lobus-lobus otakmu. Kubus-kubus pada hatimu juga nyatanya kena punk’d olehnya. The sea of crowded-human yang malang melintang, membujur menjejakkan pola jelujur di ambang panorama sepasang matamu. Sepasang mata sayapun tersuguhkan olehnya. Sebuah panorama terbelahnya sebuah lautan menjadi dua. Mendua. Plotting out in a black and white. Kamu tahu, hitam tidak baik. Abu-abu is strictly prohibited-- simbol kepengecutan ilahiah. Kamu si putih bersama saya. Yep, kusimak bahwa kamu ragu. Hey ya! Lirik kanan lirik kiri ya kamu mulai! Wew, dan merindinglah sekujur jiwaragamu. Sinting, cuma sedikit jumlah kita! katamu. Hanya ada kamu, saya, dia yang ini, dia yang itu, dia yang disana, dia yang disitu, dan sedikit jumlah dia-dia lainnya yang memutih. Hitam merajalela. Abu-abu si bahaya laten jangan ditanya— putih kalah tanding kuantitas personilnya. Sini kemari, pinjam telingamu. Kubisikkan seuntai wahyu. Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat menginginkannya (QS 12:103) Kuantitas bukanlah raja. Pinjam lagi telingamu. Kuposisikan lagi ingatanmu pada secarik berita gembira. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS 9: 20) Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Nya, keredhaan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. (QS 9: 21) Maka sini kemari ayo berhenti mencari. Sekarang waktunya berdiri lalu HEY ayo berlari. Because walking on a right path is never the easiest.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H