Mohon tunggu...
ARKADEUS TRISNO ANGGUR
ARKADEUS TRISNO ANGGUR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teologi, Universitas Katolik St. Paulus Ruteng

menerapkan Tri Dharma perguruan tinggi adalah suatu manifestasi yang urgent dalam menghadapi pelbagai persoalan sosial kemasyarkatan. menulis dan meneliti adalah kontribusi yang signifikan ketika hendak menempatkan diri sebagai problem solving di tengah masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Dari Sawah ke Meja Makan: Menjaga Warisan Pangan Lokal di Era Perubahan Iklim

20 November 2024   12:33 Diperbarui: 20 November 2024   12:35 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keanekaragman hayati, juga memilki kekayaan pangan lokal yang luar biasa. Dari Sabang sampai Merauke, beragam jenis tanaman dan hewan ternak telah lama menjadi sumber makanan pokok dan kearifan lokal masyarakat. Sebagi contoh, "Pernahkah Anda menikmati semangkuk bubur ketan hitam hangat di pagi hari atau merasakan lezatnya singkong goreng yang renyah"? Makanan-makanan sederhana ini bukan hanya sekadar hidangan, tetapi juga cerminan kekayaan budaya dan ketahanan pangan masyarakat Indonesia." Namun perubahan iklim yang semakin nyata mengancam keberlanjutan pangan ini. Berdasarkan informasi dari KEHATI, perubahan iklim menyebabkan cuaca ekstrem, pergeseran musim tanam, dan degradasi alam yang berdampak langsung pada produk pangan lokal. Hal ini berati bencana alam seperti banjir, kekringan, dan kenaikan suhu telah memberikan dampak yang tidak baik pada sektor pertanian. Hal ini mengancam keberagaman hayati dan produksi pangan, termasuk pangan lokal yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia.                      

 Saya sangat bersyukur bisa berkesempatan menulis tentang pangan lokal yang menjadi kekayaan keankeragaman hayati kita. Sebagai pemuda yang adalah pemegang nasib bangsa kedepanya, sudah sepatutnya menjaga dan melestarikan warisan pangan lokal dari berbgai ancaman termasuk yang saya dalami dalam tulisan ini yakni ancaman dari perubahan iklim dan menjaganya melalui praktik pertanian berkelanjutan. Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk menghetahui pentingnya pangan lokal, mengetahui tantangan yang kita alamai dalam menjaga dan melestarikan pangan lokal, serta agar lebih peduli terhadap pelestarian pangan lokal, keberagaman hayati, dan produksi pangan agar tetap terjaga dan menjadi kekayaan yang bisa dirasakan oleh generasi selanjutnya secara turun-temurun. Oleh karena itu, pentingnya menjaga keanekaragaman hayati dan menerapkan praktik pertanian berkelanjutan, membuat kita dapat memastikan ketersediaan pangan yang sehat dan bergizi bagi generasi mendatang.

ISI

  • Pentingnya Pangan Lokal                                                                                                                                                                                                         Pangan lokal merujuk pada sumber makanan yang berasal dari derah tertentu dan memilki nilai gizi serta budaya yang penting bagi masyarakat setempat. Menurut yayasan KEHATI, keberagaman pangan lokal di Indonesia sangat tinggi dan menjadi salah satu solusi untuk menghadapi masalah ketahanan pangan.[1] Indonesia memiliki 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, dan 110 jenis rempah dan bumbu. Keragaman ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman pangan tertinggi di dunia setelah Brasil.[2] Kekayaan akan keberagaman ini tentu saja adalah sesuatu yang langkah dan patut di syukuri.                 

  • Dari kekayaan pangan lokal tersebut, kita bisa melihat bahwa keberagaman sumber pangan lokal di Indonesia menempatkan negara ini dalam posisi strategis untuk meningkatkan ketahanan pangan. Maka sudah seharusnya melestarikan dan mengembangkan komoditas pangan lokal menjadi prioritas dalam kebijakan pangan nasional. Selain  itu, kita mengetahui bahwasanya pangan lokal kaya akan nutrisi mikro yang penting bagi kesehatan tubuh, seperti vitamin, mineral, dan serat.[3] Beras ketan hitam di Jawa Tengah misalnya , dikenal kaya anti oksidan dan serat. Sagu di Papua, sebagai sumber kabohidrat utama, telah lama menjadi bagian integral dari budaya masyarakat setempat. Ubi jalar yang tumbuh subur di berbagai daerah di Indonesia, memiliki ketahanan yang baik terhadap kekeringan. Tidak hanya itu, hemat penulis, pangan lokal juga memiliki nilai kebudayaan dan merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya suatu daerah. Setiap jenis pangan memilki cerita dan makna yang mendalam bagi masyarakat serta tidak bergantung pada impor dan lebih tahan terhadap fluktuasi harga. Oleh karena itu, kebijakan yang mendukung pertanian berkelanjutan dan pelestarian keanekaragaman hayati akan membantu menjaga sumber daya alam dan budaya dari berbagai ancaman terutama karena perubahan iklim. 

  • Tantangan Yang Dihadapi .                                                                                                                                                                                                         

  • Dalam upaya menjaga dan terus memelihara kekayaan pangan lokal, kita dihadapkan juga dengan pelbagai tantangan. Dalam tulisan ini, penulis menemukan setidaknya ada  5 pengaruh yang menjadi masalah utama dalam mengkontruksi pangan lokal. Pertama, perubahan iklim dan pergeseran musim tanaman yang menimbulkan berbagai tantangan bagi produksi dan konsumsi pangan lokal serta membuat petani kesulitan mempredeksi waktu tanam dan panen yang tepat.[4] Kedua,cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan dapat merusak tanaman pangan dan mengurangi hasil panen. Pergeseran musim tanam. Ketiga, degradasi lahan akibat erosi dan penuruan kesuburan tanah juga mengurangi produktivitas pertanian. Keempat, ketergantungan pada impor pangan yang menjadi ancaman bagi ketahanan pangan nasioanl, karena impor lebih mahal dan rentan terhadap fluktuasi harga global. Ketergantungan pada impor pangan juga akan menyebabkan preferensi konsumen. 

  • Artinya, peningkatan minat terhadap makanan olahan dan impor membuat pangan lokal menjadi kurang diminati. Kelima, kurangnya regenerasi petani. Fenomena ini, lazim kita alami terutama karena semakin sedikitnya generasi muda yang tertarik menjadi petani, dan mengelolah pangan lokal sehingga pengetahuan tradisioanl tentang pertanian dan upaya untuk mengembangkan pangan lokal menjadi berkurang.  Persoalan dan tantangan tersebut diatas sekiranya menjadi tanggung jawab bersama untuk pengembangan dan pemulihan pangan lokal yang tersebar banyak di seluruh daerah di Indonesia. Tanggung jawab yang dimaksud bukan hanya pada pemerintahan tetapi juga menjadi gugatan serius kita bersama terutama kaum muda, yang keseharian hidupnya di meja makan tidak terlepas dari pangan lokal.

  •  Strategi Pelestarian dan Studi Kasus.                                                                                                                                                                            

  • Menjaga warisan pangan lokal memerlukan strategi terpadu yang melibatkan berbagai pihak. Di tingkat individu, hemat penulis, masyarakat dapat memulainya dengan mengonsumsi lebih banyak pangan lokal dan mengurangi konsumsi pangan impor. Perlu diketahui bahwa komunitas masyarakat adat memegang peranan penting dalam menjaga pengetahuan dan praktik pertanian tradisional yang adaptif terhadap perubahan iklim, dan melindungi lahan pertanian dari alih fungsi. Dalam hal ini, masyarakat lokal perlu diberikan fasilitas dan atau sosialsi dari pemerintah atau swasta untuk meningkatkan kapasitas petani pangan lokal. Kegiatan yang dimaksud adalah bisa dalam bentuk: pertama, Penerapan Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan yang bisa menghemat air, seperti sistem irigasi tetes, serta pengguanaan sistem tanam campur, pupuk organik, dan pestisida ramah lingkungan. Menerapkan sistem tanam campur untuk meningkatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi risiko gagal panen.  

  • Kedua, Variates Tahan Iklim yaitu mengembangkan dan menggunakan variates tanaman pangan lokal yang tahan terhadap kekeringan, banjir, dan hama penyakit. Ketiga, Sistem Agroforestri yaitu menggabungkan tanaman pangan dengan tanaman pohon untuk menciiptakan sistem pertanian yang lebih tahan terhadap perubahan iklim. Sistem ini juga dapat meneliti dan mengembangkan variates tanaman pangan lokal baru yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan memiliki niklai ekonomi yang tinggi, dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, seperti tumbuhan liar yang dapat dimakan, untuk diversifikasi sumber pangan.      
  •   https://youtu.be/l4BxkjabDmk?si=ns_9uMsfCLWuSss-                                                                                                                                                      

  • Selain itu, sosialiasi dan edukasi terhadap generasi muda untuk melanjutkan peran masyarakat adat dalam mepertahankan dan mengembangkan ketahanan pangan lokal sangat urgent dan penting untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya keanekaragman pangan dan kedelautan pangan. Generasi muda harus diberdayakan juga untuk lebih berperan aktif dalam menjaga warisan pangan lokal, seperti melalui program budidaya, pengolahan, dan pemasaran, serta mendorong kaum muda untuk lebih meningkatkan kessadaranya tentang pentingnya pangan lokal dan mendorong konsumsi pangan lokal. Kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarkat lokal juga sangat penting dalam mepromosikan dan mengembangkan produk pangan lokal. Pemerintahan misalnya, dapat memulai dengan menerapkan kebijaka-kebijakan yang menudkung ketahanan pangan lokal seperti: 

  • (1) Kebijakan Perlindungan Pangan Lokal, menerbitkan kebijakan yang melindungi dan mempromosikan pangan lokal, seperti program bantuan benih, subsidi, dan insetif. (2) Kebijakan Perlindungan Keanekaragaman Hayati, menerbitkan kebijakan yang melindungi keanekaragaman hayati, termasuk pangan lokal. (3) Kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim, menerbitkan kebijakan yang mendukung adaptasi perubahan iklim di sektor pertanian, seperti program pelatihan, bantuan teknologi, dan pendanaan. Perusahan swasta dapat berperan dalam pemasaran dan distribusi produk pangan lokal, serta dalam pengembangan teknologi pertanian yang ramah lingkungan. Berbagai upaya tersebut dapat dilakukan dengan beragam cara yakni: 

  • (1) Pemasaran dan Promosi, meningkatkan pemasaran dan promosi pangan lokal melalui berbagai platform, seperti pasar tradisional, pasar modern, dan media sosial. (2) Pengembangan Infrastruktur, meningkatkan infrastruktur untuk mempermudah akses pasar bagi produk pangan lokal, seperti jalan, gudang penyimpanan, dan transportasi. (3) Kemitraan dengan Industri, membangun kemitraan dengan industri makanan dan minuman untuk memproses dan memasarkan produk pangan lokal. Peran sentral yang tidak kalah pentingnya juga adalah Peran Media sebagai kontributor promisi pangan lokal yang sangat berpengaruh dalam kesadaran dan opini publik. Peran media dapat dimulai dari misalnya, Promosi dan Edukasi, serta pemberitaan yang postif. Media masa dapat berperan dalam mempromosikan pangan lokal dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pelestarian pangan lokal. Selain itu, media masa dapat memberikan pemberitaan postif tentang upaya pelestarian pangan lokal dan keberhasilan program-program yang telah dilakukan.        Dengan menerapkan solusi-solusi tersebut secara terpadu, kita dapat menjaga warisan pangan lokal dan memastikan ketersediaan pangan yang sehat dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Berbagai cara tersebut setidaknya dapat mengkontruksikan nilai dan warisan pangan lokal untuk kebutuhan nutrisi dan vitamin, sehingga selalu dapat dikembangkan secara lebih signifikan.

  • STUDI KASUS

  Komunitas adat di lereng Gunung Merapi, misalnya, telah mengembangkan sistem pertanian terasering yang efektif dalam  mencegah erosi dan menjaga kesuburan tanah. Mereka menerapkan teknik p[ertanian tradisioanl yang menggabungkan penanaman berbagai jenis tanaman untuk meningkatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi risiko gagal panen. Selai itu, mereka juga menggunakan pupuk organik yang dihasilkan dari limbah pertanian, sehingga meningkatkan kualitas tanah tanpa merusak lingkungan. Di Papua, masyarakat adat masih mempertahankan pengetahuan tradisional tentang pengelolaan sagu yang berkelanjutan. Mereka telah mengembangkan metode pemanenan yang tidak merusak pohon sagu, memastikan keberlanjutan sumber pangan ini untuk generasi mendatang. Selain itu, pengelolaan lahan basah yang ramah lingkungan juga menjadi kunci dalam memepertahankan ekosistem global. 

Di daerah lain, seperti Nusa Tenggara Timur, terdapat inisiatif komunitas untuk mengembangkan varietas padi yang tahan kekeringan. Melalui kolaborasi dengan lembaga penelitian, petani lokal berhasil menciptakan varietas baru yang tidak hanya tahan terhadap kekeringan tetapi juga memiliki nilai gizi tinggi. Ini adalah contoh sukses dari diversifikasi pangan lokal yang mampu meningkatkan ketahanan pangan di tengah perubahan iklim. Di berbagai wilayah Indonesia, upaya diversifikasi pangan lokal telah dilakuakn untuk mengurangi risiko gagal panen akibat perubahan iklim. Contohnya pengembangan variates padi tahan kekeringan atau pengembangan sistem pertanian organik. Ubi jalar yang terdapat di berbagai daerah di seluruh Indonesia dapat menjadi alternatif pangan yang tahan terhadap perubahan iklim dan memiliki nilai gizi yang tinggi.

 

PENUTUP

Terakhir, penulis mau menyampaikan bahwa pelestarian pangan lokal adalah tanggung jawab kita semua, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyrakat. Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati, kita perlu mengedepankan pendekatan yang holistik dalam menjaga warisan pangan lokal. Melalui penerapan praktik pertanian berkelanjutan, kita tidak hanya berinvestasi dalam ketersediaan pangan yang sehat dan bergizi, tetapi juga dalam keberlanjutan ekonomi dan budaya kita. Masyarakat perlu didorong untuk lebih sadar akan pentingnya konsumsi pangan lokal. Dengan mendukung petani lokal dan mengenali nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pangan lokal, kita dapat memperkuat ketahanan pangan di tingkat komunitas. Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangatlah penting untuk menciptakan kebijakan yang mendukung keberlanjutan pangan. Mari kita tingkatkan upaya edukasi dan promosi mengenai pangan lokal, serta memeperkuat kemitraan yang ada untuk menciptakan sistem pangan yang tangguh dan adapatif terhadap perubahan iklim. Dengan langkah-langkah ini kita dapat memastikan bahwa kekakayaan pangan lokal tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Mari kita memulainya dari hal kecil, seperti memilih untuk mengonsumsi pangan lokal, sehingga visi "Dari Sawah ke Meja Makan" dapat terwujud dengan lebih berkelanjutan dan berdaulat.

DAFTAR PUSTAKA    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun