Mohon tunggu...
TrisNia Nurul Latifah
TrisNia Nurul Latifah Mohon Tunggu... -

seorang cikgu yang senang belajar dan selalu belajar dari kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Fenomena KKM

29 Maret 2016   23:36 Diperbarui: 29 Maret 2016   23:44 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Entah sejak kapan penggunaan batas minimal nilai atau sebutannya kriteria ketuntasan minimal (KKM) nilai untuk siswa diberlakukan mungkin saat kurikulum KTSP 2006 diberlakukan. Saya mulai mengajar di sekolah formal seperti SMP sejak 2002 pada saat itu belum menggunakan KKM dan pelajaran IPA masih terbagi biologi dan fisika untuk tingkat SMP. Pada saat itu pemberian nilai siswa untuk dirapot masih dibolehkan dibawah 60 sehingga, guru pada zaman itu masih melihat kemampuan siswa jika tidak mampu ya dikasih nilai 50.

Sejak berlakunya Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) tahun 2006 guru harus menentukan batas minimal nilai dari bidang studi atau mata pelajaran yang diajarkan dengan mempertimbangkan intake yang merupakan kemampuan peserta didik, daya dukung yang merupakan sumber daya sarana prasarana yang mendukung proses belajar dan kompleksitas kompetensi dasar. Pada prakteknya dilapangan  guru tidak menggunakan rumus penentuan KKM yang sudah baku melainkan menggunakan perkiraan dan permintaan atasannya harus meninggikan nilai KKM perbidang studi untuk menunjang standar kelulusan pada tingkat Nasional sehingga    siswanya tidak terlalu berat mengejar nilai yang kurang pada saat sudah kelas akhir Padahal kemampuan siswanya masih di bawah KKM yang di minta sekolah.

Untuk nilai kelulusan sudah di tetapkan  secara nasional harus rata- rata 5,0 dan tidak boleh ada nilai 3 dalam Ujian Nasional. Sehingga setiap sekolah menentukan standar ketuntasan minimal (SKM) sesuai agar bisa membantu peserta didiknya agar bisa mencapai kelulusan. Padahal waktu zaman saya sekolah tahun 2000 banyak teman- teman saya dan bahkan saya sendiri mendapat nilai 3 atau dibawah 3 pada nilai ujian nasional tapi bisa bisa berhasil menjadi dokter, dosen, guru  dan lain- lain. Karena keberhasilan peserta didik tidak diukur dari nilai ujian nasional  melainkan kesadaran bahwa belajar merupakan sebuah proses dan kebutuhan rohani.

Pada kurikulum KTSP 2006 selain istilah KKM ada juga istilah remedial yaitu mengulang kembali materi atau KD yang belum mencapai nilai KKM. Dengan adanya program remedial  membuat peserta didik tidak serius belajar menghadapi ulangan harian atau ujian akhir semester karena mereka menganggap ada ulangan perbaikan sehingga menggampangkan dan meremehkan kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Tidak ada kesadaran individu untuk berjuang dalam mencari ilmu dan menggapai nilai yang baik. karena belajar merupakan proses dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Sehingga tercermin dalam kelembutan hati dan perbaikan tutur kata dan  perbuatan atau tingkah laku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun