Â
Wajah imut tak terawat  dengan jilbab lusuh, orang memandang pastilah illfeel . Itu saja tidak cukup, penampilan celana jin's gombreng yang kusam menambah kesan negative lagi. Apalagi ditengah kerumunan anak-anak laki-laki yang berkumpul dengan genjrang-genjreng membawa peralatan seperti kendang, kulintang, harmonica bahkan angklung laksana artis ibukota turun ke jalan. Mata tajam memandang kehidupan yang begitu keras
"musik...Terus...." Salah satu bersuara keras diantara genjrang genjreng musik jawa yang diaransemen cantik.
Tapi ada yang aneh dalam kelompok anak-anak jalanan itu. Ada satu yang kelihatan menjadi pemimpin mereka. Orangnya tinggi kerempeng, wajah dekil namun masih tampak guratan ketampanan yang tidak bisa disembunyikan.
"Abe..." mereka bilang. Tapi peduli apa.
Suara rancak music yang menghibur dengan lagu-lagu campur sari yang cukup kental  di telinga kita . sehabis jam dua belasan di perempatan Patran dengan nada gamelan campur kulintang dan music lainnya menambah semakin asiknya lalu lintas di sepanjang jalan godean itu. Ketika lampu merah si gadis berjilbab dekil itu mulai beraksi untuk sekedar meminta sumbangan se iklasnya bagi penikmat musik jalanan itu.
" hei sini...." Ucap salah satu pengendara motor vixion berplat motor B
"Alhamdulillah...dua ratus ribu...." Batin  gadis berjilbab dekil itu
" terimakasih...." Ucapnya pada pengendara sambil membungkuk dan pengendara itu pun  langsung menancapkan gas motornya karena memang lampu sudah menyala merah.
Jam sudah menunjukkan pukul lima, kegiatan untuk hari ini sudah dirasa  selesai, besuk mencari nafkah dengan genjrang genjreng melestarikan music budaya jawa campur sari. Gadis berjilbab itu mendekati salah satu pemimpinnya. Pembagian  hasil kerja.
" kau Ara...ini tambahan buatmu katanya kau akan mengikuti semesteran ... " ucap laki-laki tinggi itu yang usianya kira-kira 25 tahun
"makasih bang Abe..." ucap gadis berjilbab lusuh itu menyebut laki-laki itu dengan sebutan Abe.
Ara, gadis berjilbab lusuh itu segera berlalu menghilang dari kerumunan anak laki-laki. Gadis itu menyelusuri jalanan dengan sesekali alat music yang terbuat dari rentetan tutup botol coca cola itu di gerak-gerakkan. Â Seakan mengikuti hatinya yang sedang bersenandung lagu-lagu jawa yang dinyanyikan cak diqin, penyanyi campur sari asal Gunung Kidul.
"hemmm....kehidupan memang keras, seperti kerasnya batu. Meskipun begitu tetesan air yang terus menerus akan pecah juga..." Tiba-tiba nafasnya mendesah berat. Â Seakan ada beban berat yang ia pikul.
 Berhenti duduk di bawah pohon rindang dekat  mandala krida. Angannya melayang jauh ke beberapa tahun yang lalu.
" yang mencuri laptop, hp dan beberapa sejumlah  uang anak atas Pak...dia sering memakai jaket dan penghuni kamar Khadijah " Â
Padahal orang yang berpenghuni itu Ara dan Santi, kalau Santi jelas tidak mungkin karena dia memang tidak pernah pake jaket kemana-mana, yang sering  memakai jaket cuma  Ara.
Kenyataan yang sulit untuk ditolak, padahal niatnya waktu itu Ara hanya ingin meminjam laptop kepunyaan pondok tapi nasi sudah menjadi bubur. Perkataan yang seharusnya A bisa dibuat B, dan B bisa dibuat C. naudzubillahmindzalik.
Kehidupan pondok pesantren yang seharusnya jauh dari kemaksiatan tidak beda jauh dengan yang diluar pondok. Ara terpaksa keluar pondok dan menjadi anak jalanan seperti sekarang ini karena memang dia sudah tidak tahan dengan kehidupan pondok yang seperti dalam rimba, siapa menang dialah penguasa.
Orangtuanya juga tidak mengetahui kalau sebenarnya dia sudah tidak berada di dalam pondok, namun karena rasa kasihan yang dipunya seorang teman dia bisa bertahan seperti sekarang ini.
Orang tuanya tinggal di daerah Magelang dan dia percaya kalau anak gadisnya masih berada di pondok pesantren untuk menuntut ilmu agama. Sebenarnya Ara kasihan juga jika melihat orang tuanya ke pondok dan dia pura-pura menemui orang tuanya kalau dia baik-baik saja.
Ara, nama lengkapnya sebenarnya Arandita Sholikhah gadis kecil yang mencoba hidup diluar pondok dengan mencoba ajakan temannya, Roi.
"kalau kamu tidak ingin kuliah DO...ikutlah bang Abe...entar masalah komisi bisa dinego, mana yang lebih membutuhkan dia yang di dahulukan" ucap Roi mendengarkan keluh kesah Ara.
Roi, sebenarnya anak yang baik dia  kuliah di ISI ikut genjrang-genjreng juga buat membiayai kuliahnya. Apalagi kalau dapat job untuk manggung dapat dipastikan upahnya juga lumayan , bisa untuk menambah uang saku.
Sudah satu bulan ini Ara mengikuti genjrang genjrengan  bermain music, yang paling mengasikkan kalau di titik nol. Uang yang didapat kadang dollar, yen yang tentu saja di dapat dari  turis mancanegara yang ingin menikmati suasana malam di Malioboro.
Semangat Ara selalu muncul manakala orang-orang yang ia putari memberi uang dengan tersenyum sambil  menikmati rancaknya lagu-lagu jawa.
" Semoga kota Yogya membawaku ke perubahan yang lebih baik, kuliahku  harus selesai...Aamiin..." Pintanya dalam hati. Demi kebaikan semua aku harus menjalani ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H