Sejak masa penjajahan Jepang, perhatian terhadap penggunaan bahasa Indonesia telah menjadi prioritas. Pada tahun 1942, Jepang mendirikan Komisi Bahasa Indonesia yang kegiatannya terpusat di Kantor Bahasa Indonesia. Dalam era digital yang terus berkembang, peran bahasa dalam komunikasi di media sosial semakin penting. Fenomena ini menghadirkan tantangan terhadap penggunaan bahasa yang dapat menyebabkan kesalahan komunikasi di media sosial.
       Menurut Tisyamala (2019) Penggunaan Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Platform ini tidak hanya menghubungkan orang-orang dari berbagai belahan dunia, tetapi juga menjadi media untuk berbagi informasi, budaya, dan bahasa. Namun, kemudahan ini juga menimbulkan berbagai masalah bahasa yang kompleks. Salah satunya adalah penggunaan bahasa yang cepat dan terkadang kurang cermat, sehingga seringkali menyebabkan kesalahan interpretasi dan penyebaran informasi yang salah. Dalam beberapa kasus, missinformasi dapat menyebabkan kerugian nyata, seperti kerusakan reputasi, atau bahkan konflik sosial.
       Meski begitu, media sosial juga menawarkan peluang besar untuk pembelajaran bahasa dan pemahaman budaya. Pengguna dapat belajar bahasa baru, mengenal istilah slang dari berbagai negara, dan memahami konteks budaya yang berbeda. Ini membuka peluang untuk memperkaya pengetahuan linguistik dan memperluas pemahaman antarbudaya. Berbagai aplikasi dan grup belajar bahasa yang berkembang di media sosial menyediakan metode belajar yang interaktif dan menyenangkan, seperti video tutorial, kuis, dan percakapan dengan penutur asli. Ini merupakan peluang besar bagi mereka yang ingin mempelajari bahasa baru dengan biaya yang terjangkau.
      Selain itu, media sosial juga menjadi platform bagi penutur asli untuk memperkenalkan dan mempromosikan bahasa mereka. Konten kreator sering membuat video atau postingan tentang bahasa daerah atau bahasa yang kurang dikenal, sehingga membuka peluang bagi pengguna lain untuk belajar dan menghargai keberagaman linguistik.
      Menurut Sugiyono (2021) di Indonesia, penggunaan media sosial sangat beragam dengan campuran bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Hal ini menciptakan fenomena bahasa yang unik namun menantang dalam hal keseragaman dan pemahaman. Bahasa campuran atau 'bahasa gaul' seringkali mempersulit pemahaman bagi mereka yang tidak terbiasa. Selain itu, ada tantangan dalam melestarikan banyak bahasa daerah di Indonesia.
      Media sosial memberikan peluang besar untuk mempromosikan pariwisata dan budaya Indonesia. Konten menarik dapat memperkenalkan keindahan alam, tradisi, dan kuliner Indonesia ke dunia internasional, sehingga meningkatkan kunjungan wisatawan dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global. Namun, diperlukan strategi komunikasi yang baik agar pesan yang disampaikan mudah dimengerti oleh khalayak global tanpa mengurangi nilai budaya lokal.
       Media sosial telah mengubah cara kita berkomunikasi dengan penyebaran informasi yang cepat dan luas. bahasa menjadi alat utama dalam menyampaikan pesan di berbagai platform. fenomena inovasi bahasa seperti singkatan, misalnya "OMG" (Oh My God) atau "ICYMI" (In Case You Missed It), serta penggunaan meme, memperkaya dan menciptakan bahasa baru yang sesuai dengan komunikasi digital. Meskipun penggunaan bahasa tersebut sudah lazim, hal ini dapat mengakibatkan kesalahpahaman dalam memahami suatu bahasa yang bisa menghambat komunikasi. namun, di sisi lain, media sosial juga mendorong pembelajaran bahasa dengan memberikan akses mudah ke konten dari seluruh dunia serta interaksi langsung dengan penutur asli (Bima, 2023).
      Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan beberapa strategi yang efektif. Pertama, peningkatan literasi digital dan bahasa di kalangan pengguna media sosial sangat penting. Pengguna perlu diberikan pemahaman tentang pentingnya penggunaan bahasa yang baik dan benar, serta dampak dari misinformasi dan ujaran kebencian. Edukasi ini dapat dilakukan melalui kampanye-kampanye sosial yang menarik dan mudah dipahami.
      Kedua, perlu adanya regulasi yang jelas dan tegas dalam mengatur penggunaan bahasa di media sosial. Pemerintah dan platform media sosial harus bekerja sama untuk mengawasi konten yang disebarkan dan memastikan bahwa bahasa yang digunakan tidak menimbulkan kebencian atau misinformasi. Regulasi ini juga harus menghormati kebebasan berpendapat namun tetap menjaga etika dan kesantunan dalam berkomunikasi.