Mohon tunggu...
trisnaristanti ristanti
trisnaristanti ristanti Mohon Tunggu... -

aku anak ke 3 dari 4 bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tradisi “Bersih Desa”

12 April 2011   08:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:53 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di kabupaten Gunungkidul masih dijumpai beberapa desa yang masih melakukan ritual Bersih Desa. Bersih desa itu melakukan kegiatan membersihkan sumur dan sungai kecil yang berada di desa mereka. Belum lama ini tepatnya tanggal 7 april 2011 (kamis kliwon) desa sokoliman yang berkecamatan karangmojo ini juga melakukan bersih desa. Bersih desa yang mereka lakukan adalah membersihkan sungai dan sumur yang berada di desanya , kegiatan membersihkan sungai dan sumur itu dilakukan sebelum hari H atau sebelum tanggal 7 april 2011 kemarin, karena pada tanggal 7 april (kamis kliwon) itu di desa sokoliman ada ritual Genduri yaitu membuat makanan yang dibawa ke sungai dan sumur. Itu wajib dilakukan setiap rumah yang ada di desa sokoliman. Tempat untuk membawa genduri pun cukup unik karena terbuat dari pohon pisang yang dibuat bentuk seperti besek. Setelah makanan dan para warga sampai di sumur, maka dilakukan doa oleh salah satu orang yang di tuakan di desa sokoliman. Setelah doa dan ritual selesai makanan-makanan yang dibawa itu dibagi-bagikan kepada orang-orang yang berada di tempat itu seperti penjual dan orang-orang yang melihat yang berasal dari desa lain.

Di desa Ngunung Abang kecamatan karangmojo juga ada bersih desa, di Ngunung Abang juga membersihkan sumur dan sungai yang berada di desanya. Hanya saja yang membedakan di sana ada pertunjukan tayub ( tarian-tarian) sebelum ritual doa dan pembagian genduri. Penari tayup berasal dari warga desa itu sendiri. Kalau di desa Ngunung abang bersih desa dilakukan pada tanggal 4 april 2011 ( senin pahing) kemarin. Ritual itu juga dilakukan setiap tahun dan sudah turun-temurun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun