Oleh:
Trisna Amelia, S.Pd.
agathisalba@rocketmail.com
*) Dipublikasikan pada Seminar Internasional Bimbingan dan Konseling
Universitas Negeri Padang, 14 Januari 2012
PENDAHULUAN
Mendidik anak usia remaja ibarat bermain layang-layang yang setiap saat harus dipantau geraknya di angkasa, sesekali kita perlu menarik-ulur benang sehingga gerak lincah sang layangan tetap indah namun dan tidak limbung diterpa angin. Jika benang putus dari yang empunya, maka tak ayal, layangan pun akan terbang tak terselamatkan. Demikian juga halnya dengan mendidik anak usia remaja. Mereka pada usia ini merupakan individu yang memiliki keinginan untuk dapat bebas berkreasi, menentukan pilihan pergaulannya, menentukan pilihan masa depan serta banyak hal yang kemungkinan besar akan bertentangan dengan pengharapan orang tuanya. Namun itulah remaja, mereka tidak menginginkan kungkungan atas apa yang mereka perbuat. Orang tua dan lingkungan hendaknya mengerti situasi ini dengan cara memberikan apresiasi untuk berpendapat kepada mereka, memberikan keleluasaan berkembang bagi mereka, namun tetap memposisikan diri sebagai kontrol terhadap tumbuh kembang para remaja. Jika terlalu dibatasi maka mereka akan memberikan sikap perlawanan terhadap orang tuanya, sebaliknya pembiaran mereka dalam kebebasan juga akan berdampak buruk terhadap perkembangan kepribadian mereka. Sikap yang paling tepat dari orang tua adalah membiarkan mereka bebas namun tetap di dalam kontrol.
Salah satu kecenderungan remaja saat ini adalah penggunaan cyberworld melalui akses internet. Penggunaan cyberworld bagi remaja sudah menjadi ‘kebutuhan pokok’ harian yang bisa membuat mereka mengabaikan kebutuhan makan mereka demi memenuhi kebutuhan untuk bersentuhan dengan cyberworld. Membangun pergaulan melalui jejaring sosial serta memperoleh berbagai informasi dengan akses cepat merupakan goal yang diinginkan oleh remaja untuk dicapai melalui cyberworld. Untuk dapat mengakses layanan internet pun sudah bukan lagi menjadi kendala bagi para remaja, ketersediaan ‘warnet’ atau warung internet, ataupun notebook dan telepon genggam yang dilengkapi dengan perangkat lunak yang menyediakan layanan untuk mengakses internet sudah bukan barang asing bagi remaja. Dengan kemudahan ini, akses internet sudah dapat dilakukan oleh remaja di mana saja.
Berbicara mengenai cyberworld tidak terlepas dari kemajuan teknologi-informasi yang memang sesuai dengan perkembangaan zaman tidak bisa dipisahkan dari dunia remaja yang selalu memiliki rasa ingin tahu terhadap hal baru. Dengan segala dampak positif dan negatifnya, dunia cyber telah menyatu dengan kehidupan remaja yang kesehariannya selalu berhubungan dengan internet. Internet telah menyuguhkan dunia tanpa batas bagi kita khususnya remaja di mana semua informasi dapat diakses. Mulai dari informasi yang memfasilitasi kebutuhan akan ilmu pengetahuan, sampai informasi yang sama sekali tidak dibutuhkan bahkan dilarang bagi para remaja untuk diakses. Kondisi tanpa batas inilah yang jika disikapi tanpa filter karakter yang kuat akan dapat membuat remaja terjerumus pada dunia yang salah, baik secara moral maupun sosial.
Dari riset Yahoo! yang dilakukan di Indonesia pada tahun 2009 diperoleh data bahwa remaja usia 15-19 tahun merupakan pengguna internet terbanyak di Indonesia yaitu mencakup 64% dari pengguna internet di Indonesia (Mardoto, 2009). Lebih jauh lagi, facebook sebagai jejaring sosial yang paling populer dewasa ini, telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengguna facebook terbanyak di seluruh dunia. Ditambah lagi, pengguna terbanyak di Indonesia adalah remaja dengan rentang usia 18-24 tahun (Arfi, 2009).
Diketahui bahwa Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengguna facebook terbanyak pada usia remaja, yaitu mencapai angka hampir 6 juta remaja Indonesia memiliki akun facebook. Tentu saja angka ini merupakan jumlah yang fantastis yang secara sepihak mengindikasikan bahwa sebagai besar remaja Indonesia ‘melek’ teknologi informasi. Namun, patut dipertanyakan bagaimana dampat negatif dari kondisi ini bagi remaja yang rata-rata belum mampu memilah dan memilih bagaimana penggunaan teknologi secara tepat. Remaja cenderung belum mampu menilai aktivitas sosial yang bermanfaat dalam menggunakan internet. Hal ini kemudian menimbulkan berbagai persoalan baik yang hanya melibatkan remaja sebagai individu, maupun mempengaruhi kehidupan remaja dengan lingkungan sosialnya yang lain.
Dari Setiawan (dalam Sumartini, 2011) diketahui ada beberapa aktivitas internet berdasarkan kepentingan, yaitu:
1.E-mail untuk mengirim dan menerima surat elektronik ke seluruh dunia
2.Fun activities, memanfaatkan internet untuk hiburan, mencari kesenangan
3.Information utility, memanfaatkan internet untuk mencari informasi dan pengetahuan
4.Transaction, melakukan aktivitas jual-beli melalui internet.
Jika dilihat dari aspek remaja, dalam tulisannya Susan Williard dari Universitas Oregon (Sumartini, 2011), mengemukakan 4 faktor yang mendorong remaja melakukan interaksi dalam cyberworld, antara lain:
1.Anggapan bahwa suatu perilaku yang buruk di dunia maya tidak memiliki konsekuensi langsung sebagaimana di dunia nyata
2.Memungkinkan individu untuk menghindar dari hukuman dan tanggung jawab karena dapat memalsukan identitas di dunia maya
3.Dunia maya tampak sebagai dunia baru. Banyak remaja yang tidak puas dengan apa yang dijalaninya di dunia nyata dengan berbagai norma dan aturan merasa memiliki dunia baru yang bebas aturan, yaitu dunia maya
4.Adanya persepsi remaja yang merasa mendapatkan ketidakadilan di dunia nyata sehingga mereka melakukan tindakan perlawanan dan pembalasan dengan tindakan-tindakan melanggar norma melalui dunia maya
Dengan mengetahui beberapa faktor yang melandasi intens-nya remaja menggunakan internetuntuk berinteraksi dengan dunia yang disenanginya, kita sudah dapat melihat adanya indikasi pelanggaran norma-norma oleh remaja pada dunia maya. Pembiasaan remaja dengan anggapan bahwa dia bebas melakukan apasaja dan berinteraksi dengan cara yang bagaimana saja melalui cyberworld secara signifikan akan menuntun mereka pada pembentukan karakter negatif yang tentu saja akan tercermin dalam kesehariannya menghadapi dunia nyata.
Lebih buruk lagi, dunia maya melalui internet memiliki efek addictive bagi remaja. Dijelaskan Abraham dalam Sumartini (2011), ada beberapa gejala umum kecanduan internet, yaitu: selalu ingin menghabiskan lebih banyak waktu di internet sehingga menguras waktu yang ada; mucul kelabilan emosional jika tidak menggunakan internet yang jika sudah terhubung dengan internet gejala kelabilan emosional itupun hilang; selalu mengakses internet lebih lama dari rencana semula; hubungan sosial dan pendidikan terganggu; setiap persoalan selalu dilarikan dengan mencari kesenangan dengan internet; serta menyembunyikan penggunaan internet dari teman dan keluarga.
Dampak ketagihan terhadap internet ini menurut Sumartini (2011) akan menyebabkan remaja berkembang menjadi individu yang tidak sabar dan cenderung menginginkan sesuatu tersedia dengan cepat. Hal ini merupakan salah satu contoh efek negatif terhadap perkembangan mental remaja yang akan berkembang menjadi karakter bagi mereka.
Lebih jauh lagi, Sumartini (2011) juga menjelaskan dampak perkembangan moral yang dapat ditimbulkan dari intensitas penggunaan internet yang berlebihan dan tanpa filter pada remaja, yaitu:
1.pemaparan pada situs-situs porno dan kekerasan memunculkan persepsi remaja bahwa tidak amoral, kejahatan dan kekerasan adalah hal yang biasa
2.kecanduan terhadap game online dapat memicu perkelahian antar remaja
3.menulis di facebook atau jejaring sosial lain memungkinkan remaja merasa memiliki kebebasan menulis perkataan kotor dan ejekan
4.transaksi melalui internet riskan akan tindak penipuan
5.memungkinkan pemalsuan identitas untuk melakukan penipuan dan menghindari tanggung jawab atas perbuatan amoral
6.penculikan, dapat terjadi dari perkenalan dengan seorang di jejaring sosial
7.perbuatan asusila seperti perkosaan, seks bebas, sebagai dampak dari situs-situs porno yang diakses secara bebas
8.membolos sekolah untuk dapat mengakses internet
9.berbohong kepada orang tua karena kecanduan akan internet membutuhkan biaya untuk ke warnet atau membeli pulsa
Berbagai dampak negatif yang timbul dari penggunaan internetyang lepas kontrol pada remaja akan berujung pada berbagai bentuk kenakalan remaja yang menunjukkan kemerosotan moral dan terkikisnya karakter pancasilais dari remaja. Untuk mencegah terjadinya kemerosotan moral remaja khususnya sebagai akibat dari ‘kebablasan’ penggunaan teknologi cyberworld, maka dibutuhkan kontrol dan pengawasan dari lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam hal ini, orang tua sebagai lingkungan terdekat dalam keluarga memegang peranan penting dalam memberikan pengawasan terhadap remaja.
Terkait dengan peran orang tua dalam pembentukan karakter remaja, Masngudin HMS dalam sebuah penelitian terhadap kenakalan remaja di kawasan Pondok Pinang, Jakarta, menjelaskan bahwa salah satu penyebab kenakalan dan perilaku menyimpang remaja adalah sikap orang tua dalam mendidik anaknya. Dari 30 koresponden, mereka yang orang tuanya otoriter sebanyak 5 responden (16,6%),overprotection3 responden (10%), kurang memperhatikan 12 responden (40%), dan tidak memperhatikan sama sekali 10 responden (33,4%) (Istikomah, 2011).
Data penelitian tersebut cukup memberikan gambaran bahwa perhatian orang tua terhadap anak serta bagaimana orang tua memperlakukan anak remajanya memberikan pengaruh terhadap sikap remaja yang jika berkelanjutan akan berkembang menjadi karakter yang terbentuk pada diri anak. Demikian juga halnya remaja dengan penggunaan teknologi cyberworld, sikap orang tua terhadap aktivitas remaja ini akan memberikan pengaruh terhadap terbentuknya karakter yang dapat menyaring dampak teknologi cyberworld sehingga remaja tidak terjerumus ke dalam ketagihan yang akan membuat karakter positif mereka menjadi merosot.
GOOD PARENTING DAN LINGKUNGAN KELUARGA SEBAGAI PEMBENTUK PONDASI KARAKTER REMAJA
Menurut Soekanto (1992), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada awal umur dua puluhan tahun. Pada masa remaja, individu mengalami perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial, serta perubahan-perubahan menuju kematangan mental, emosi dan sosial. Menurut Piaget (dalam Lapu, 2011), secara psikologi masa remaja adalah usia saat individu berintegrasi  dengan masyarakat dewasa, usia saat anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkat yang sama. Perkembangan psikologis remaja ini sering bertentangan dengan persepsi umum tentang remaja yang menganggap remaja tidak berada dengan kelompok manusia yang lain, bahkan ada yang berpendapat  bahwa remaja adalah kelompok orang-orang yang sering menyusahkan orang tua. Padahal, pada dasarnya remaja merupakan kelompok manusia yang penuh dengan potensi, semangat serta rasa ingin tahu yang besar. Dispersepsi lingkungan terhadap remaja justru banyak menyebabkan munculnya sikap yang salah dalam menyikapi perilaku remaja.
Erickson menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa di mana individu mengalami pencarian jati diri atau karakter diri. Wynne dalam Mulyasa (2011) mengemukakan definisi karakter sebagai fokus pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari. Sejalan dengan pendapat itu, Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia mendefinisikan karakter sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada diri individu yang bersifat unik dan dapat mencirikan perbedaannya dari individu yang lain. Dalam hal ini, orang tua seharusnya menjadi lingkungan terdekat yang bisa memahami tahapan perkembangan anak remajanya. Keluarga yang dibentuk oleh orang tua merupakan lingkungan pertama di mana anak mengenal nilai-nilai moral, sosial dan spiritual. Peletakan pondasi karakter positif pada individu bahkan sudah seharusnya dilakukan oleh orang tua sejak usia dini, kemudian pada usia remaja karakter positif itu terus didorong dan dibina melalui sikap positif orang tua.
Berdasarkan hasil penelitian Masngudin HMS, diperoleh suatu kesimpulan bahwa vitalitas pendidikan keluarga yang dilakukan oleh orang tua memberikan pengaruh terhadap karakter yang tercermin dari sikap remaja. Keluarga yang represif (selalu memberikan hukuman) dan otoriter akan cenderung membentuk sifat yang keras pada pribadi remaja sehingga mereka lebih berpotensi untuk ‘agresif’, atau sebaliknya bagi psikis mereka yang tidak kuat atas bentuk didikan orang tuanya akan menjadikan sifat ‘lembek’ atau lemah. Ini berbeda dengan bentuk preventif atau pemberian nasehat dan pujian, bahkan pemberian kesempatan bagi remaja untuk mencurahkan gagasannya. Mereka akan terbentuk menjadi pribadi yang cenderung dapat menghargai orang lain, dan berbagai perilaku yang lebih jauh dari bentuk penyimpangan (Istikomah, 2011).
Orang tua yang bijak dalam meletakkan pondasi karakter terhadap anak remajanya juga harus kritis dan memiliki wawasan luas dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi sehingga apa yang diketahui oleh anaknya juga diketahui oleh orang tua. Melalui pengetahuan ini, orang tua dapat memutuskan bagaimana memberikan pengertian serta menanamkan nilai-nilai moral kepada anak remajanya bahkan dalam penggunaan teknoloi informasi berupa cyberworld. Dengan menanamkan nilai-nilai karakter, memberikan pengertian mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan berkenaan dengan internet dan cyberworld maka anak telah memperoleh pengetahuan antisipatif dari orang tuanya sebelum bersentuhan dengan dunia maya.
Meletakkan pondasi agama dan akhlak yang kuat kepada remaja juga akan mampu menciptakan filter bagi remaja dalam memilah hal-hal yang boleh dan hal-hal yang dilarang baginya untuk diakses dari internet. Tentu saja hal ini hanya dapat dilakukan oleh orang tua melalui keteladanan yang selalu tercermin dalam kehidupan keluarga. Hal ini didasari oleh pendapat Mulyasa (2011) bahwa pada dasarnya karakter itu akan terbentuk jika moral understanding (pemahaman akan kebaikan) diikuti dengan moral doing (terlatih untuk melakukan), di mana point kedua ini hanya dapat diperoleh anak melalui pembiasaan yang dilihatnya dari kedua orang tuanya.
POLA ASUH DEMOKRATIS SEBAGAI PERWUJUDAN GOOD PARENTING
Pola asuh demokratis memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka khususnya anak remaja. Orang tua dengan pola asuh ini akan bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio dan pemikiran-pemikiran logis. Orang tua dengan pola asuh ini akan akan bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap berlebihan yang melampaui kemampuan anak, serta memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, serta mampu melakukan pendekatan yang hangat kepada anak (Pranoto, 2011).
Pola asuh demokratis menitik beratkan pada sebuah kebebasan, tetapi kebebasan yang bersyarat, artinya setiap hal yang ingin di lakukan oleh anak akan dipertimbangkan oleh orang tua dan dalam hal ini biasanya antara orang tua dan anak menjalin kerja sama yang baik dalam membuat sebuah keputusan, sehingga tidak ada satu pihak yang di rugikan atau satu pihak yang akan mendapat keuntungan, jika pola asuh seperti ini yang diterapkan anak akan menjadi anak yang bijaksana dalam membuat satu keputusan, dia akan belajar untuk menghargai pendapat orang lain dan juga masukan dari orang yang lebih dewasa daripada dia. Anak akan tumbuh menjadi seorang anak yang taat dan juga patuh pada orang tua, dan patuh pada setiap aturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat (Lapu, 2011). Pola asuh seperti ini memberikan peluang terbentuknya karakter positif dalam diri remaja karena selain diteladani dari sikap positif kedua orang tuanya, karakter yang baik juga langsung diterapkan sendiri oleh remaja.
Kemauan orang tua untuk membuka diri dan berdiskusi dengan anak mengenai perkembangan teknologi serta keterbukaan untuk peduli terhadap apa yang diakses anak melalui cyberworld adalah perwujudan dari pola asuh demokratis. Melalui diskusi-diskusi kecil dengan anak remaja, serta menempatkan diri sebagai teman bagi anak akan mampu menciptakan suasana saling terbuka sehingga orang tua dapat memberikan pemahaman kepada anak mengenai batasan-batasan dan norma yang harus dipatuhi bahkan dalam dunia maya sekalipun.
GOOD PARENTING DALAMUPAYA PREVENTIF KENAKALAN REMAJA AKIBAT PENGARUH MEDIA INTERNET
Upaya preventif untuk mencegah pengaruh buruk media internet terhadap remaja yang dapat dilakukan orang tua antara lain:
a.menyampaikan kepada anak tentang dampak positif dan negatif internet.
Untuk melakukan hal ini orang tua harus membangun komunikasi interpersonal dengan anak remajanya. Definisi komunikasi interpersonal menurut Effendy (dalam Lapu, 2011) adalah komunikasi antara komunikan dan komunikator. Komunikasi jenis ini di anggap dapat berupaya merubah sikap, pendapat maupun perilaku seseorang karena sifatnya dialogis atau percakapan,
b.usahakan untuk menyediakan internet di rumah dengan meletakkan komputer di tempat yang mudah dilihat, misalnya di ruang keluarga dengan terlebih dahulu memblokir situs-situs yang dianggap tidak baik untuk anak remaja,
c.awasi perubahan sikap dan perilaku anak dan remaja, serta berupaya membangun komunikasi yang tepat sehingga remaja tidak takut berbagi pengalamannya berinternet dengan orang tua. Sesuai dengan pemaparan Fabiola Setiawan, seorang psikolog dari Universitas Atmajaya Jakarta menegaskan bahwa perlu dilakukan pengawasan bagi anak dan remaja dalam berselancar di dunia maya (Utama, 2010),
d.memberikan informasi situs-situs yang cocok dengan usia remaja sehingga upaya mencari situs-situs orang dewasa dapat dihindari,
e.berikan batasan waktu bagi anak untuk menggunakan internet sehingga remaja dapat menyeimbangkan aktivitasnya di dunia cyber dan dunia nyata, sehingga pembentukan karakter remaja sebagai individu sosial tetap dapat terbentuk,
f.tunjukkan antusiasme orang tua terhadap aktivitas remaja di dunia maya. Hal ini akan menimbulkan sikap terbuka remaja kepada orang tuanya sehingga dapat memunculkan komunikasi dan sikap yang baik antara remaja dan orang tua (Utama, 2010).
Dengan mengintegrasikan keteladanan positif, penanaman nilai-nilai moral dan karakter yang baik serta melakukan pengawasan berkesinambungan dalam pola pengasuhan (parenting) remaja, maka pengaruh buruk dari penggunaan internet oleh remaja dapat dihindari sehingga pengharapan terbentuknya remaja sebagai generasi berkarakter baik akan dicapai.
PENUTUP
Dari penulisan ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan internet oleh remaja harus berada di dalam kontrol lingkungan, baik orang tua, sekolah dan masyarakat. Penggunaan internet secara bebas dan lepas kontrol akan menyebabkan degradasi dan rusaknya karakter positif remaja sebagai individu. Untuk menghindari hal ini, peran orang tua yang dalam keluarga merupakan lingkungan terdekat dengan remaja menjadi penting dan mendasar dalam meletakkan dasar karakter dan nilai-nilai positif sehingga remaja diharapkan mampu memiliki filter bagi setiap aktivitasnya di cyberworld melalui internet. Selain itu, fungsi pengawasan orang tua terhadap setiap aktivitas remaja termasuk aktivitas berinternet juga diperlukan dalam hal ini melalui pola pengasuhan demokratis yang dapat dikembangkan dalam keluarga.
Dari penulisan ini, disarankan bagi penulis atau peneliti lain untuk bisa mengkaji aspek dan peranan lingkungan lain seperti lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat dalam menjalankan fungsi pengawasan ini sehingga karakter positif remaja tidak hilang dan rusak sebagai akibat penggunaan media internet dan cyberworld.
DAFTAR BACAAN
Arfi, Brian. (2009). Pertumbuhan Pengguna Facebook di Indonesia Tertinggi di Dunia. Diakses 03Januari 2012, darihttp://www.DheZign.com
Istikomah, Nur. (2011). Artikel tentang Kenakalan Remaja: Menjembatani Kenakalan Remaja. Diakses 03Januari 2012, darihttp://disinikuada.multiply.com
Lapu, Yuven. (2011). Kenakalan Remaja. Diakses 03Januari 2012, darihttp://kompasiana.com
Mardoto. (2009). Pengguna Internet di Indonesi Terbanyak adalah Remaja. Diakses 03Januari 2012, dari http://www.wordpress.com
Mulyasa. (2011). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Pranoto, Yoga. (2011). Pengasuhan Anak dalam Keluarga sebagai Dasar Pembentukan Karakter dan Kepribadian. Diakses 03Januari 2012, darihttp://www.scribd.com
Soekanto, Soerjono. (1992). Sosiologi Keluarga. Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. Jakarata: Rineka Cipta.
Sumartini, Ai Tin. (2011). Pengaruh Internet terhadap Perilaku Kenakalan pada Remaja. Diakses 03Januari 2012, darihttp://www.blogger.com
Utama, Arya. (2010). Dampak Positif-Negatif Internet bagi Perkembangan Anak. Diakses 03Januari 2012, darihttp://www.okezone.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H