Sore itu, ketika matahari mulai turun dan langit berwarna jingga, aku baru saja selesai mengangkat jemuran yang sudah kering di halaman belakang. Angin sepoi-sepoi bertiup, membawa aroma segar pakaian yang baru saja kujemur. Saat itu, handphoneku berbunyi, notifikasi WhatsApp masuk.
Aku membuka pesan tersebut, ternyata dari grup keluarga. Isinya mengabarkan bahwa Wiwit, sepupuku, dirawat di Rumah Sakit Urip karena suatu penyakit yang mendadak menyerang. Pesan itu juga menyebutkan bahwa belum ada yang bisa menemani Wiwit karena keluarga yang lain masih dalam perjalanan atau sedang bekerja.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung memesan angkutan online untuk menuju ke rumah sakit. Perjalanan dengan angkutan online terasa lebih lama dari biasanya. Mungkin karena aku sangat khawatir dengan kondisi Wiwit. Sopirnya ramah, namun aku hanya bisa menjawab singkat setiap kali dia mencoba mengajak bicara. Pikiranku penuh dengan berbagai kemungkinan mengenai kondisi Wiwit.
Setelah menempuh perjalanan yang terasa tak kunjung usai, akhirnya aku tiba di Rumah Sakit Urip. Aku membayar ongkos angkutan online dan segera berjalan masuk ke gedung rumah sakit. Bau khas antiseptik langsung menyergap hidungku, menambah rasa tegang yang sudah ada.
Aku bertanya kepada resepsionis mengenai ruangan tempat Wiwit dirawat. Setelah mendapatkan informasi, aku bergegas menuju lantai dua, tempat Wiwit berada. Lorong rumah sakit yang panjang dan sepi semakin membuatku merasa gelisah. Langkahku terasa berat, namun hatiku mendesak agar aku segera tiba di sana.
Setelah beberapa menit berjalan cepat, aku akhirnya sampai di depan ruangan Wiwit. Dengan hati-hati, aku membuka pintu dan melihat Wiwit terbaring di tempat tidur, wajahnya terlihat lemah namun mencoba tersenyum saat melihatku datang. Aku merasa lega, setidaknya aku bisa menemani dan memberikan semangat untuknya.
Aku segera duduk di kursi di samping tempat tidurnya dan menggenggam tangannya. "Bagaimana perasaanmu sekarang, Wiwit?" tanyaku lembut.
Wiwit menghela napas pelan, "Sedikit lebih baik. Terima kasih sudah datang," jawabnya dengan suara pelan namun penuh kelegaan.
Aku tersenyum dan mengangguk, berjanji dalam hati untuk tetap di sisinya hingga keadaan membaik. Senja di luar jendela perlahan berubah menjadi malam, namun kehadiranku di sini, menemani Wiwit, membuat hatiku merasa hangat dan tenang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H