Pagi ramai pembeli, makan di tempat, bawa pulang,
Warung Emak tutup, padahal sedang gemilang.
Tiga tahun sudah di halaman rumah berdiri,
Juli nanti, usia warung genap tiga tahun dihitung kini.
lapak sarapan,
Nasi uduk, gado-gado, ketoprak, lontong sayur tak lagi dihadirkan.
Buras dan gorengan yang selalu dinanti,
Semua hilang, pembeli pun sunyi.
rasa khas Mbak Yully,
Sarapan pagi yang melekat di lidah dan hati mereka.
Harga terjangkau, Rp 5-12 ribu untuk seporsi,
Gorengan seribu, menyenangkan hati.
Di sudut simpangan jalan, dekat kantor pemerintah,
Pegawai, ojol, dan warga setia datang tiap pagi,
Pesan dari pagar, isi kotak makan untuk anak sekolah,
Mbak Yully melayani, senyum tak pernah pudar, selalu bersemangat.
Nasi uduk cepat habis, lontong sayur dan gorengan menyusul,
Gado-gado juga laris, semua produk Mbak Yully diminati.
Tak ada alasan teknis, warung harus tutup,
Namun Mbak Yully, memilih untuk berpindah tempat.
Suaminya, Pak Joko, telah lama mengabdi,
Tujuh tahun di masjid seberang, kini undur diri.
Usia tak lagi muda, waktunya beristirahat,
Mbak Yully ikut, meninggalkan warung yang tengah meroket.
Idul Adha kemarin, Pak Joko azan terakhir kali,
Pamitan dengan berat hati, saat salat selesai.
Warung Yully ikut ditutup, meski penjualan sedang baik,
Pagi kini sunyi, tak lagi terdengar suara pesanan dan canda tawa pengunjung yang baik.
Sepi menghampiri halaman rumah,
Kenangan tentang Warung Yully  tak akan pudar.
Pagi tak lagi sama, tak lagi meriah,
Namun kenangan ini akan selalu terkenang di hati kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H