Mohon tunggu...
Johannis Trisfant
Johannis Trisfant Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Teolog, penulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tidak Menikah: Sebuah Jalan Alternatif

7 Juni 2024   21:20 Diperbarui: 7 Juni 2024   21:32 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Dalam taman kehidupan, pria dan wanita ibarat dua jenis bunga yang berbeda namun saling melengkapi. Masing-masing memiliki keunikan yang membuat mereka tak terpisahkan satu sama lain. Tanpa kehadiran sang mawar, sang melati bisa kehilangan kelembutannya. Tanpa dukungan sang melati, sang mawar bisa menjadi terlalu liar. 

Pernikahan, karenanya, berakar kuat dalam kodrat manusia. Ia bukan sekadar penemuan manusia atau aturan yang dipaksakan gereja, melainkan anugerah yang ditetapkan Tuhan sejak penciptaan. "Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja," demikian firman Tuhan di awal mula. Karena itu, tidak ada larangan menikah dalam Kitab Suci.

Namun, bak sungai yang mengalir, perintah ini perlu diterapkan secara bijaksana sesuai konteks. Menikah bukan berarti sembarangan memilih pasangan. Tuhan sendiri memberi rambu-rambu seperti usia, monogami, dan larangan menikah dengan saudara dekat. Ada pula mereka yang dikaruniai talenta untuk hidup selibat demi Kerajaan Surga.

Maka, lajang bukanlah duri dalam daging yang menghambat seseorang mencapai takdirnya. Seolah tanpa pernikahan, hidup menjadi tak lengkap. Pandangan sempit ini hanya dianut mereka yang membatasi tujuan hidup pada kenikmatan duniawi semata. 

Bagi orang Kristen, esensi manusia tidak terletak pada status pernikahannya. Orang yang melajang, tetaplah manusia sejati meski tak menikah. Banyak pula tokoh yang mendedikasikan diri seutuhnya untuk pelayanan, ilmu pengetahuan dan seni tanpa terikat pernikahan, dan sumbangsih mereka sangatlah berharga bagi kemanusiaan.

Pernikahan ibarat sebuah persinggahan sementara dalam perjalanan panjang kehidupan. Di surga kelak, tidak ada lagi yang menikah atau dinikahkan. Karena itu, mereka yang terpanggil untuk tidak menikah, entah karena pilihan atau keadaan, tidak boleh dianggap kehilangan arah. Memang, perjuangan melawan hawa nafsu bisa terasa berat, bak mendaki gunung terjal. Namun dengan iman, Tuhan menguatkan mereka memanggul salib ini.

Namun kita jangan salah, kehidupan selibat bukanlah jalan pintas menuju kepada kesalehan. Kehidupan berkeluarga juga adalah berkat yang besar dan juga menjadi jalan menuju kepada kesalehan karena mereka dibentuk dalam sebuah keluarga

 

Menikah atau selibat, keduanya sama mulia di hadapan Tuhan. Rute mana yang terbaik bergantung pada panggilan Tuhan dalam hati masing-masing. Bak dua sisi dari satu koin, di manapun, yang terpenting adalah menjalaninya dalam kesetiaan pada Sang Khalik. Pada akhirnya, baik lajang maupun menikah, hanya dua jalur alternatif dalam perjalanan menuju kesempurnaan sejati.

Johannis Trisfant

www.mediakotbah.wordpress.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun