Jakarta akan melakukan hajatan besarnya dalam satu tahun kedepan. Suasana politik dalam satu tahun kedepan akan semakin panas dalam bursa pencalonan Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta. Beberapa nama digadang-gadang akan maju sebagai calon Gubernur dan wakil Gubernur. Ada beberapa figur seperti Adyaksa Daud, Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno dan beberapa nama lain yang akan bertarung untuk memperebutkan DKI 1. Tak terkecuali sang petahana Basuki Tjahaya Purnama atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ahok.Â
Ahok yang sekarang menjadi Gubernur sebenarnya mendapat durian runtuh atas terpilihnya Jokowi sebagai presiden. Ahok hanyalah seorang Gubernur yang diangkat bukan seorang Gubernur yang dipilih. Pengangkatan tentu akan memiliki makna yang sangat berbeda dengan pemilihan. Sehingga dalam pilkada DKI 2017 akan menjadi ujian bagi seorang Basuki Tjahya Purnama.
Sampai saat ini, masyarakat hanya digiring opini atas apa yang disebut "keberhasilan" Ahok sebagai pemimpin. Mungkin jika membahas keberhasilan Ahok sebagai Gubernur di DKI masih diperdebatkan karena belum selesainya Ahok sebagai Gubernur di DKI. Secara sederhana, mari ukur keberhasilan Ahok ketika ia menjadi wakil gubernur dan gubernur dalam mengatasi dua masalah utama Ibu kota, kemacetan dan banjir. Apakah dalam kurun waktu 4 tahun terakhir titik-titik kemacetan dan banjir di Jakarta berkurang, stagnan atau malah bertambah? Tentunya kita akan mendapat jawaban yang beragam.
Namun ada hal yang bisa kita lakukan untuk menilai Ahok berprestasi atau tidak. Adalah dengan melihat kebelakang, yaitu sebelum Ahok menjadi Gubernur DKI. Apakah yang dilakukan Ahok dapat disejajarkan oleh Jokowi, Risma, Nurdin Abdullah. Ahok sudah pernah memimpin sebagai bupati di kabupaten Belitung Timur. Apakah kepemimpinan Ahok sebagai bupati di Belitung Timur dapat disejajarkan oleh Jokowi ketika menjabat sebagai walikota Solo? Apakah prestasi Ahok di Belitung Timur yang mengangkat namanya sehingga dapat disejajarkan oleh Ibu Risma di Surabaya, Prof Nurdin Abdullah di Bantaeng atau Ridwan Kamil di Bandung?
Menurut hemat penulis, ketika Ahok menjadi Bupati di Belitung Timur, prestasi Ahok sebagai Bupati tidak dapat disejajarkan dengan Jokowi, Risma maupun Nurdi
Abdullah karena masa kepemimpinannya yang singkat yaitu tahun 2005-2006. Di tahun 2007, Ahok mengikuti pilgub Bangka Belitung. Dengan modal apa yang disebut prestasi sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2006, Ahok maju sebagai calon Gubernur. Tidak tanggung-tanggung, Presiden RI Ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid ikut berkampanye untuk memenangkan Ahok. Tapi apa yang terjadi, seorang calon Gubernur yang disebut memiliki prestasi luar biasa sebagai Bupati dan didukung oleh tokoh yang luar biasa pula, ternyata tidak dapat memenangi kontestasi pilgub di kampung halamannya sendiri. Apakah masyarakat Bangka Belitung menilai, apa yang dilakukan Ahok ketika menjadi Bupati bukanlah sebuah prestasi, terlebih dalam kampanyenya seorang mantan presiden menjadi juru kampanyenya. Dengan logika yang benar, jika Ahok memang memiliki prestasi dan ditambah dengan dukungan Presiden RI Ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid, seharusnya Ahok dapat memenangkan pilgub Bangka Belitung, namun kenyataannya sangat berbeda. Sehingga yang menjadi pertanyaanya adalah, apakah Ahok tidak memiliki prestasi yang menjadi alasan masyarakat Bangka Belitung tidak memilih Ahok menjadi Gubernur? Atau kebodohan masyrakat Bangka Belitung yang dapat dipengaruhi oleh intrik politik dari lawan Ahok? Mungkin sebagian akan beralasan, bisa jadi kompetitor Ahok menggunakan cara-cara curang, sehingga dapat mengalahkan Ahok yang dikenal sebagai Bupati berprestasi di Belitung Timur. Tapi penulis lebih memilih bahwa masyarakat Bangka Belitung bukanlah pemilih-pemilih bodoh yang dapat dibohongi oleh politisi-politisi busuk dalam pilgub Bangka Belitung yang diikuti Ahok. Penulis lebih memilih, bahwa prestasi Ahok lah yang menyebabkan masyarakat Bangka Belitung untuk tidak memilihnya menjadi Gubernur dalam pilgub Bangka Belitung.
Begitu kompleksnya problematika yang dihadapi oleh Jakarta, menuntut kita untuk memiliki pemimpin yang "gila" seperti Ahok. Hal ini seperti yang digaung-gaungkan oleh pendukung Ahok, bahwa Jakarta harus dipimpin oleh pemimpin yang setengah gila seperti Ahok. Sepertinya penulis agak setuju jika kepemimpinan Ahok disebut setengah gila. Apa saja alasan yang dapat membenarkan, bahwa kepemimpinan Gubernur sekarang adalah setengah gila. Berikut ini adalah hal-hal yang bisa disebut setengah gila dari kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur DKI:
1. Ahok bersikap keras dan kasar kepada siapapun.
Dalam sebuah diskusi dan wawancara di Kompas TV yang disiarkan secara langsung, Ahok mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak pantas. Dalam peradaban dimanapun saat ini, tidak pernah ditemukan seorang pemimpin didunia secara langsung dan terbuka diruang publik mengucapkan kata-kata kasar dan tidak pantas. Dalam berbagai kesempatan, kita dapat dengan mudah menemukan bagaimana sikap keras dan kasarnya Ahok sebagai Gubernur. Mungkin ini akan menjadi satu-satunya sejarah peradaban didunia, terdapat pemimpin yang setengah gila yaitu pemimpin yang mengucapkan kata-kata kasar dan tidak pantas. Mungkin para pendukung dan pemilihnya akan membela, bahwa ucapan-ucapan kasar dan tidak pantas itu ditujukan kepada para koruptor-koruptor. Namun kita juga menemukan bagaimana seorang Ibu diteriaki maling oleh Ahok.Â
Tapi kita tidak lupa dalam sejarah dunia, banyak kisah-kisah peperangan yang memunculkan pahlawan-pahlawan hebat memperlakukan musuhnya dengan terhormat walaupun musuhnya sudah dalam keadaan tidak berdaya. Koruptor memang musuh kita bersama, kita tidak suka dan sangat membenci prilaku korup yang dilakukan oleh tikus-tikus kotor ini. Tapi bukan berarti kita dapat bertindak apa saja kepada pihak-pihak yang mungkin dipersepsikan korup, padahal orang-orang yang dituduhkan oleh Ahok sebagai pelaku korupsi sampai saat ini belum ada vonis pengadilan.Â
Kita juga dapat saksikan, bagaimana seorang Ibu diteriaki maling oleh seorang Gubernur. Apakah Ibu yang dituduh dan diteriaki maling sudah terbukti melakukan pencurian? Maju dan tingginya peradaban manusia sangat dipengaruhi oleh tegaknya hukum, bukan oleh ucapan-ucapan kasar dan tidak pantas oleh seorang pemimpin atau siapa saja.
2. Citra Ahok yang anti korupsi