STOP Kritik Jokowi, Mari Dukung Jokowi
Sedari awal pemerintahan Jokowi berjalan, hampir setiap saat pendukung dari KMP (Gerindra, PKS, PAN, Golkar, PPP, dan PBB) tidak henti-hentinya mempertanyakan/mengkritisi kebijakan yang diambil oleh Jokowi. "Perang" dukungan antara KIH dan KMP terlihat jelas. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam tulisan-tulisan yang hadir di blog terbesar ini, kompasiana. Dimulai dalam mengkritisi pemilihan mentri dalam jajaran kabinet kerja Jokowi, janji kampanye Jokowi menempatkan pejabatnya tanpa syarat seperti yang diagung-agungkan oleh Jokowi maupun para pendukungnya. Memberi perpanjangan waktu bagi perusahaan tambang yang tidak menepati janjinya dalam membangun smelter untuk dapat mengekspor barang-barang tambang Indonesia dalam bentuk konsentrat. Namun hebatnya, mereka yang mengkritisi rezim Jokowi begitu kuat dalam menahan "gempuran-gempuran" yang sifatnya kebanyakan mem"bully".
Mengapa penulis memilih kata rezim, tak lain dan tak bukan karena begitu masifnya pembelaan-pembelaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun para pendukungnya dalam meng-counter setiap kritikan yang datang dalam mensikapi masalah-masalah yang dikeluarkan oleh Jokowi dalam kebijakan-kebijakannya. Misalnya saja polemik yang terjadi antara KPK dan kepolisan. Kurang lebih dalam kurun waktu 6 bulan ini, tidak ada satupun vonis hukum yang dijatuhi kepada para koruptor yang sudah menjadi tersangka oleh KPK (ingat ya, koruptor yang ditersangkakan KPK pada periode setelah Jokowi dilantik). Apakah ini menjadi bukti sahih bahwa kekuatan KPK dalam menjalankan perannya sudah melemah dalam periode pemerintahan Jokowi? Mungkin pertanyaan ini bisa dijawab oleh Jokowi ataupun mereka yang membela setiap kritik yang datang kepada pemerintahan Jokowi.
Kata rezim juga penulis gunakan dalam tulisan ini, karena setelah Jokowi dilantik, sebulan setelahnya BBM dinaikkan. Dan kenaikan-kenaikan ini pun tidak berhenti pada harga BBM. Rezim ini pun kembali menaikkan tarif dasar listrik, LPG, kenaikan biaya materai, menghilangkan tarif murah dalam penerbangan, mencabut subsidi untuk tarif ekonomi kereta api dll yang masih banyak untuk disebutkan. Begitu banyak pembelaan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pendukung-pendukung Jokowi untuk membenarkan kebijakan-kebijakan Jokowi dalam menjalankan pemerintahannya. Karena pembelaan-pembelaan yang terlihat bodoh itu, masyarakat dipaksa menerima karena alasan-alasan yang tidak masuk diakal. Lihat saja alasan-alasan yang digunakan oleh pendukung-pendukung Jokowi, misalnya kenaikan-kenaikan ini menjadi satu-satunya langkah yang dapat diambil oleh Jokowi karena pemerintahan sebelumnya (pemerintahan SBY) tidak "becus" dalam mengurus BBM ataupun ekonomi Indonesia. SBY salah karena diakhir pemerintahannya tidak menaikkan harga BBM, akibatnya pemerintahan Jokowilah yang terbebani, begitu komentar yang banyak diucapkan oleh pendukung Jokowi
Selain dua masalah diatas, alasan lain penulis menggunakan kata "rezim" adalah kebebasan pers dan media dalam memberitakan dinamika yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Sekarang ini media cenderung memilih dan memilah berita untuk ditampilan ke ruang publik. Media lebih memilih berita-berita yang tidak mengkritisi pemerintahan. Kalaupun ada berita yang mengkritisi pemerintahan, berita itu tidak menjadi Headline atau berita utama. Salah satunya adalah aksi dan kritik mahasiswa. Terkesan media menutup atau bahkan menghilangkan kritik-kritik yang dilakukan oleh mahasiswa. Padahal mahasiswa ini yang membawa perubahan rezim orde baru ke era reformasi. Kalaupun ada pemberitaan aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa, publik terhalang atas akses informasi, media dalam hal ini tidak mewartakan demonstrasi mahasiswa yang direspon represif. Pemerintah dalam hal ini kepolisan melakukan tindakan-tindakan represif dalam merespon aksi unjuk rasa mahasiswa. Lalu para pendukung dan pembela Jokowi pun seakan membelokkan aksi unjuk rasa mahasiswa. Mereka menyebut demonstrasi yang dilakukan oleh elemen mahasiswa, seperti KAMMI adalah aksi yang didalangi oleh PKS. Atau ketika aksi unjuk rasa dilakukan oleh BEM yang bukan berasal dari Universitas-universitas terkenal. Terlihat pendukung Jokowi meremehkan dan menyepelekan demonstrasi yang dilakukan mahasiswa. Apakah ada dikotomi ketika aksi mahasiswa dilakukan oleh KAMMI maupun dari BEM-BEM yang bukan berasal dari UI, UGM, ITB dll. Begitu rendahnya pendukung-pendukung Jokowi dalam mensikapi untuk rasa dari mahasiswa yang tergabung dalam KAMMI, BEM UNJ, BEM BSI BEM UIN dan lainnya. Hebat dan luarbiasanya mereka yang menganggap, jika aksi demonstrasi yang diikuti oleh BEM-BEM dari universitas ternamalah yang mereka anggap, sedangkan BEM-BEM dari Universitas lain tidak dipandang. Selain itu, media sekarang sangat timpang dalam mengkritisi pemerintahan Jokowi, karena memang media-media tersebut menjadi alat yang mengangkat dan mengagungkan Jokowi selama ini. Bahkan mahasiswa yang menyebut bahwa peran media sekarang sudah tidak independen. Lihat saja TVONE yang sebelumnya menjadi media pendukung dari lawan politik Jokowi. Mahasiswa menduga bantuan APBN yang dilakukan oleh Jokowi terkait insiden lumpur Lapindo merupakan konsensus pemilik media dengan pemerintah. Apalagi jika disebutkan media seperti Metrotv, Kompas, Tempo, media ini merupakan media yang sangat menjaga citra sang Junjungan.
Karena "kecerdasan" yang dilakukan oleh Jokowi dan para pendukungnya dalam mensikapi rezim sekarang, sebaiknya masayarakat sekarang mendukung setiap langkah dan kebijakan yang dilakukan oleh Jokowi. STOP kritik terhadap JOKOWI. Mari DUKUNG JOKOWI dalam pelemahan KPK, mari DUKUNG JOKOWI dalam menaikkan harga-harga, mari DUKUNG JOKOWI dalam membungkam media.
Enjoy JOKOWI!!!
sumber:
http://www.republika.co.id/berita/kolom/fokus/15/03/05/nkqf80-jokowi-pun-tak-berdaya