Penulis : Tri Retno Utami, Mahasiswa S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
Digital ekonomi telah menjadi salah satu pilar utama dalam perkembangan ekonomi global. Dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi, cara kita berbisnis dan berinteraksi telah berubah secara drastis. Menurut laporan dari McKinsey & Company, digitalisasi dapat meningkatkan produktivitas global hingga 1,5% per tahun dan kontribusi digital ekonomi terhadap PDB global diperkirakan mencapai 25% pada tahun 2025.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan digital ekonomi tercepat di Asia Tenggara. Menurut e-Conomy SEA Report 2023, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai USD 70 miliar, dengan sektor e-commerce sebagai kontributor utama. Dalam hal ini pandemi COVID-19 telah mempercepat adopsi digital di kalangan konsumen. Data Nielsen menunjukkan bahwa 60% konsumen lebih memilih berbelanja online pasca-pandemi.
Maka dari itu E-commerce menjadi salah satu komponen paling mencolok dari digital ekonomi. Menurut Statista, nilai pasar e-commerce global diperkirakan mencapai USD 6,3 triliun pada tahun 2023, naik dari USD 4,9 triliun pada tahun 2021. Pertumbuhan ini didorong oleh perubahan perilaku konsumen yang semakin nyaman berbelanja online, terutama selama pandemi COVID-19.
Dalam hal ini digitalisasi memberikan peluang besar bagi bisnis kecil untuk bersaing di pasar global. Menurut laporan dari World Bank, 50% dari bisnis kecil yang menggunakan platform digital mengalami peningkatan penjualan. Ini menunjukkan bahwa akses terhadap teknologi dapat mengubah lanskap bisnis.
Teknologi finansial atau bisa juga kita sebut dengan fintech telah mengubah cara orang bertransaksi dan mengelola keuangan. Laporan dari PwC menunjukkan bahwa investasi di sektor fintech mencapai USD 105 miliar pada tahun 2021, dengan proyeksi pertumbuhan yang signifikan. Fintech memberikan akses lebih luas ke layanan keuangan, terutama bagi masyarakat yang tidak memiliki rekening bank.
Meskipun digital ekonomi menawarkan banyak manfaat, ada juga tantangan yang harus dihadapi. Menurut Cybersecurity Ventures, kerugian akibat kejahatan siber diperkirakan mencapai USD 10,5 triliun pada tahun 2025. Hal ini menunjukkan pentingnya investasi dalam keamanan digital untuk melindungi data organisasi maupun individu.
Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan akan keterampilan digital. Menurut World Economic Forum, diperkirakan 85 juta pekerjaan akan hilang akibat otomatisasi dan transformasi digital pada tahun 2025. Oleh karena itu, peningkatan keterampilan dan pelatihan menjadi krusial.
Dengan hal ini pemerintah memiliki peran penting dalam mendukung digital ekonomi. Kebijakan yang mendukung inovasi dan investasi infrastruktur digital dapat mempercepat pertumbuhan. Laporan dari UNCTAD menunjukkan bahwa negara-negara yang berinvestasi dalam infrastruktur digital mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah strategis untuk menghadapi tantangan dan peluang yang ditawarkan oleh ekonomi digital. Dalam beberapa tahun terakhir, transformasi digital telah menjadi fokus utama kebijakan pemerintah, mengingat potensi besar sektor ini dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi sektor ekonomi digital diperkirakan mencapai sekitar 12,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2023, dan memproyeksikan kontribusi sektor ekonomi digital mencapai USD 130 miliar pada tahun 2025, seperti yang tercantum dalam laporan e-Conomy SEA 2023. Upaya ini meliputi pengembangan infrastruktur digital, di mana pemerintah melalui proyek Palapa Ring bertujuan untuk meningkatkan konektivitas internet, terutama di daerah terpencil, guna memastikan semua masyarakat dapat mengakses teknologi.