Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hampir tiga perempat dari total 270,2 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan penduduk produktif berusia 15-64 tahun. Namun, fenomena ini justru menjadi ironi sebab bonus demografi Indonesia tidak dimanfaatkan secara maksimal.
Di awal Agustus 2021, infografis yang dipublikasikan BPS mengungkap tingkat pengangguran di Indonesia masih berada di angka  9,1 juta jiwa. Lantas, apa yang menyebabkan fenomena pengangguran ini masih merajalela? Menurut laporan Jurnal Ekonomi Syariah, pengangguran terjadi akibat tidak seimbangnya jumlah lapangan pekerjaan dan jumlah tenaga kerja.
Fahri, akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam An-Nadwah Kuala Tungkal, menyebut iika hal ini terus berlanjut, negara akan merugi. Penerimaan pajak akan turun, badai dinamika politik bermunculan, dan persoalan kriminalitas akan tumbuh bak jamur di hutan hujan tropis.
Di tengah keprihatinan banyak negara berkembang terkait peningkatan penduduk, pengangguran, dan permukiman kumuh, perubahan iklim pun turut menambah beban negara. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut perubahan iklim dapat terjadi karena peningkatan konsentrasi gas karbon dioksida di atmosfer dan pelepasan emisi karbon yang menyebabkan efek gas rumah kaca.
Problematika pengurangan emisi karbon tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan sampah, khususnya limbah plastik. KLHK mengungkap timbulan sampah yang ada di Indonesia masih berada di angka 26,3 juta ton per tahun. Disusul limbah sampah plastik yang memimpin di posisi kedua dengan persentase sebesar 16,19%.
Namun, siapa yang akan menyangka jika bencana sampah dapat dimanfaatkan menjadi peluang bisnis industri terbarukan melalui pekerjaan hijau dan teknologi material sains?
Organisasi Buruh Internasional (ILO) menyebut pekerjaan hijau sebagai seluruh jenis pekerjaan yang mendukung aksi keberlanjutan ekosistem.
Lalu, bagaimana pekerjaan hijau dan limbah sampah dapat menekan jumlah pengangguran sekaligus mengurangi perubahan iklim?
Industri Rumah Lego 4.0 dapat menjawabannya. Industri ini memanfaatkan limbah plastik sebagai bahan substitusi material bangunan. Industri kontruksi dipilih karena industri ini menggunakan bahan-bahan tidak ramah lingkungan secara masif (Handayasari, 2018).
Seperti namanya, lego yang tidak dapat membentuk apapun ketika jumlahnya sedikit akan menjadi konstruksi megah, jika digabung bersama kawannya. Begitu juga dengan sampah plastik. Satu botol sampah plastik tidak akan bermakna jika dibiarkan begitu saja, tapi sampah plastik yang berton-ton justru dapat dijadikan bahan pengganti beton.
Environmental Geography Student Association (EGSA) berharap dengan teknologi terbarukan, sampah dapat direduksi hingga 75% dan lebih ramah lingkungan. Dilansir dari Journal of Economics Research and Social Sciences, 2% investasi bisnis yang diberikan pada proyek pengelolaan sampah plastik menjadi material terbarukan akan menciptakan 8,7 juta lapangan pekerjaan baru potensial.