Saat ini petani masih diliputi oleh suasana keprihatinan karena dampak Covid-19 yang secara signifikan menurunkan volume permintaan beras sebagai akibat banyak sektor usaha yang mengurangi aktivitas atau bahkan ditutup. Menurunnya aktivitas dari sektor rumah makan dan perhotelan dan turunnya harga beras di sejumlah wilayah, termasuk di Kabupaten Banyumas dan Cilacap, masih ditambah oleh isu impor beras yang sempat beredar di tengah masyarakat,
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui akun Instagramnya @Jokowi pada 27 Maret 2021 telah menyampaikan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana untuk impor beras setidaknya hingga bulan Juni yang akan datang.Â
Meskipun demikian tidak sedikit kaum petani yang terlanjur merasa gundah, karena harga beras di Kabupaten Banyumas dan Cilacap tidak seperti yang mereka harapkan.
Dalam situasi demikian, kita mungkin bisa banyak belajar dari ketulusan dan semangat juang para petani di berbagai pelosok daerah yang konsisten pada profesinya, tetap bersemangat dan berpikir positif menjalani hidup sebagai petani dengan segala persoalan pertanian yang harus dihadapi.
Apapun yang terjadi, bagi mereka kerja mengolah tanah, menanam padi, dan menghasilkan beras sebagai kebutuhan pokok manusia ternyata tidak dilihat sekadar untuk mencari nafkah, tapi juga dipercaya sebagai panggilan hidup, sebagai jalan hidup yang telah dipilih mereka sebagai salah satu bentuk ibadahnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Optimisme dan keteguhan hati para petani, bisa terlihat dari pancaran mata para petani di Desa Pangebatan Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah pada saat mulai mengawali kegiatan bercocok tanam.
Penulis berkesempatan menyaksikan proses pelaksanaan sebuah kegiatan yang disebut dengan Miwiti (Mengawali) di Desa Pangebatan Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas Jawa Tengah (28 Maret 2021).
Miwiti adalah kata dalam bahasa Jawa yang memiliki arti mengawali. Yang dimaksud dengan mengawali di sini adalah mengawali kegiatan bercocok tanam padi. Dalam tradisi yang juga dilakukan oleh para petani lain di Pulau Jawa, para petani meluangkan waktu untuk berkumpul bersama dengan menjaga hubungan persaudaraan di antara mereka.
Di tengah hamparan sawah dengan padi yang menguning, sebagai hasil kerja keras mereka, setumpuk harapan panen besar di depan mata. Ada setumpuk harapan untuk bisa menyambung kehidupan dan penghidupan bagi diri mereka dan untuk anak cucunya kelak.
Mereka menyadari bahwa sebagai manusia mereka sejatinya adalah makhluk hidup yang memiliki banyak kekurangan dan kelemahan.Â