Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memberikan keleluasaan kepada warga negara untuk menggunakan fasilitas internet. Beberapa negara seperti Korea Utara, Arab Saudi, Vietnam, Tiongkok, dan Pakistan sangat membatasi dan bahkan memblokir sejumlah aplikasi media sosial. Sementara di sini semua orang dapat berbagi informasi apapun melalui perangkat teknologi informasi seperti telepon genggam yang memang praktis dan mudah digunakan.
Di sini pemerintah Indonesia tidak melarang penggunaan aneka jenis aplikasi media sosial untuk berbagai macam keperluan, sepanjang tidak melanggar ketertiban dan tidak menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.
Pengembangan aplikasi perizinan yang menjadi terobosan besar Presiden Joko Widodo disusun untuk mempermudah kesempatan berusaha dan telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI berupa mempermudah bisnis penyelenggaraan sistem elektronik, sejak memperoleh izin kemudian pengoperasian dan selanjutnya memantau evaluasi pengendaliannya.
Hal tersebut juga salah satu kontribusi pemerintah untuk memperluas kesempatan kerja di tengah masyarakat, khususnya dalam hal kemudahan perizinan dan investasi dalam rangka meningkatkan kemajuan di bidang teknologi dan mendukung proses digitalisasi bisnis khususnya di sektor usaha mikro kecil dan menengah.
Manfaat media sosial
Beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari penggunaan media sosial untuk warga masyarakat di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Media sosial sebagai perekat hubungan persaudaraan.
Kita bisa tetap menjaga hubungan persaudaraan dan persahabatan dengan saling menyapa dan berbagi informasi di antara sesama anggota keluarga, kerabat, di antara komunitas, dan rekan bisnis dengan menggunakan media sosial.
Pada masa pandemi seperti saat ini, ketika anjuran menjaga protokol kesehatan sangat ketat diberlakukan, manfaat media sosial sangat terasa untuk kegiatan masyarakat agar tetap dapat terhubung berkomunikasi. Hal ini jelas bermanfaat pula dalam rangka merawat dan menjaga persatuan dan kesatuan.
2. Media sosial sebagai pendukung kegiatan tugas, pekerjaan, bisnis dan aktivitas belajar.
Mengadakan pertemuan bisnis, koordinasi pekerjaan, kegiatan web seminar, dsb. bisa dilakukan dengan media sosial tanpa harus bertatap muka. Bahkan beberapa lembaga pemerintah dan swasta juga sudah memanfaatkan teknologi media sosial untuk dapat melayani masyarakat tanpa harus bertatap muka.
Media sosial juga sangat berperan untuk mendukung kegiatan pembelajaran jarak jauh di dunia pendidikan pada saat kondisi tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan secara tatap muka seperti pada masa pandemi.
3. Media sosial sebagai sarana menyampaikan program.
Banyak usaha mikro kecil dan menengah yang terbantu oleh adanya media sosial. Sekarang mereka juga memanfaatkan media sosial untuk menawarkan produk dan jasa kepada pelanggan, untuk membagikan informasi tentang promosi paket produk terbaru, penawaran harga, dst.
Kelompok komunitas, lembaga, institusi, atau badan usaha juga dapat menyampaikan program kegiatan, informasi dan publikasi kepada masyarakat luas mengenai kegiatan serta hasil-hasilnya, dan juga dapat digunakan untuk melakukan diskusi dan koordinasi di antara pengurus.
4. Sarana aktualisasi diri.
Media sosial menjadi wadah bagi para penggunanya untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization).
Selain kebutuhan primer seperti makan, minum dsb. manusia juga memiliki kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier. Kebutuhan sekunder misalnya berupa pendidikan, informasi dan hiburan sedang kebutuhan tersier adalah kebutuhan aktualisasi diri berupa rasa dihargai, dicintai, dihormati, diakui, dsb.
Di antara sekian cara untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, orang biasanya melakukan hal itu dengan jalan antara lain: menyampaikan pendapat, opini, kritik, dukungan, tanggapan atau komentar terhadap berbagai hal yang menjadi keyakinan atau prinsipnya. Dari hal ini orang bisa mencapai kepuasan hati karena secara tidak langsung memperoleh pengakuan dan penghargaan dari lingkungan sosialnya.
Demikian beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari media sosial, tapi sayangnya, penggunaan media sosial sering dilakukan secara berlebihan dan bahkan disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak semestinya.
Contoh penyalahgunaan media sosial.
Berikut ini adalah beberapa bentuk penyalahgunaan media sosial yang perlu diketahui agar kita tahu dan menghindari kebiasaan menggunakan media sosial secara berlebihan yang dapat menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan lingkungan, yaitu di antaranya adalah:
1. Mempertunjukkan hal-hal yang bersifat pribadi di media sosial.
Salah satu contoh penggunaan media sosial secara berlebihan di tengah masyarakat adalah mengunggah foto-foto mesra bersama lawan jenis, dan bahkan bercakap-cakap mesra di akun Facebook sementara status hubungan keduanya tidak jelas atau tidak menikah. Hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya kita.
Adalah lebih baik jika unggahan tentang hal pribadi tersebut tidak menggunakan media sosial berplatform terbuka. Jadi bukan berarti tidak boleh menunjukkan rasa sayang terhadap pasangan tapi harus diingat kembali bahwa aplikasi seperti Facebook, Twitter, dll. adalah platform terbuka yang memungkinkan orang bisa membaca dan melihat semua unggahan tersebut. Unggahan personal yang berlebihan semacam itu dapat menimbulkan kesalahpahaman, dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya kita.
Selain itu, sebaiknya lebih bijak dalam mengendalikan diri untuk tidak asal-asalan membagikan unggahan foto atau video yang memperlihatkan aset pribadi. Misalnya menunjukkan koleksi mobil mewah yang tidak jelas manfaatnya. Lain halnya kalau itu untuk keperluan informasi dan edukasi, seperti misalnya disertai paparan tentang desain interior, tips berkendara dsb. yang memiliki kandungan manfaat untuk kepentingan umum.
Yang dikhawatirkan, dari kebiasaan membagikan informasi pribadi tersebut ada orang jahat akan menggunakan semua informasi pribadi anda untuk tujuan perbuatan kriminal dengan berbagai alasan yang di antaranya adalah faktor kecemburuan sosial.
Jangan juga hanya didasari pada niat mengundang banyak penonton, kemudian rela memperlihatkan aksi nekat yang dapat membahayakan keselamatan diri sendiri, orang lain, atau dengan niat mencelakai binatang hanya untuk kepuasan hati. Hal ini jelas dilarang.
2. Media sosial digunakan untuk mempertunjukkan kegiatan spiritual.
Gunakan akal sehat dan hati nurani untuk bisa membedakan mana kegiatan yang merupakan kegiatan untuk mengharap rida Allah dan mana kegiatan untuk mengharap diberi tanda jempol oleh sesama pengguna media sosial.
Kegiatan ibadah yang merupakan hubungan pribadi secara intensif semestinya dilakukan semata untuk mengharapkan rida Allah, untuk mendapatkan rahmat dan ampunan dari-Nya, dengan demikian tidak sepantasnya digunakan untuk keperluan aktualisasi diri.
Lain halnya bila hal tersebut dilakukan dalam konteks untuk keperluan dokumentasi dan publikasi, untuk kebutuhan dan manfaat yang lebih luas. Misalnya dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendidikan agama, untuk keperluan liputan jurnalistik, laporan kegiatan kepanitiaan lembaga, untuk kepentingan dakwah dan syiar agama, dsb.
3. Media sosial digunakan untuk mengungkapkan emosi pribadi.
Contoh lain penggunaan media sosial secara berlebihan adalah menjadikannya sebagai sarana pelampiasan emosi, rasa kesal, marah, sentimen, benci, dan sebagainya yang semestinya tidak pantas untuk diumbar di muka umum pada platform yang bersifat terbuka di mana semua orang bisa membacanya.Â
Hal ini berlaku bagi siapa pun, terlebih bagi para pejabat publik, tokoh masyarakat, dan tokoh agama yang menjadi sosok teladan (public figur) bagi masyarakat.Â
Dalam hal ini mungkin anda pernah menemui akun media sosial semacam itu, yang suka mencurahkan isi hati atau curhat, mengungkapkan persoalan pribadinya pada status Facebook, Twitter, dsb. Kalau menurut pandangan penulis, bisa saja pemilik akun adalah orang yang sedang terganggu kondisi emosionalnya, sangat tertekan, sehingga terobsesi menggunakan media sosial secara berlebihan yang akhirnya lepas kendali dan tidak mampu menjaga kehormatannya sendiri.
4. Mencari uang dengan menipu atau menyebarkan berita bohong (hoax).
Mungkin anda juga pernah melihat unggahan atau postingan sebuah akun media sosial yang membagikan foto orang terluka, atau yang memiliki kekurangan fisik, dsb. kemudian pada akhir postingan tersebut biasanya si penyebar meminta untuk diberi tanda suka dengan provokasi seperti misalnya:
"Adakah yang sudi aminkan doa anak ini. Semoga yang like dan komen amin ibunya akan masuk surga."Â
Hasilnya, postingan tersebut pun mendapatkan ratusan ribu tanda suka "like" dan juga "amin".
Dalam banyak kasus, postingan  yang sudah mendapatkan banyak tanda disukai itu ternyata nantinya untuk dijual, yang kemudian akan diganti misalnya dengan foto-foto barang dagangan tertentu sehingga timbul kesan seolah-olah produk tersebut disukai oleh banyak orang. Hal ini pernah terungkap dari sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh seorang netizen (Sumber: Fimela.com).
5. Media sosial digunakan untuk menyampaikan pandangan ideologi.
Dalam hal ini beberapa di antara pengguna media sosial ada yang membagikan pandangan melalui akun media sosial berupa meme, opini, atau apa pun itu yang membawa pesan ideologi. Selama tidak melanggar norma susila dan ketentuan hukum, tidak mengarahkan terjadinya perpecahan maka hal tersebut sah dilakukan.
Masih terkait dengan hal menyampaikan pandangan ideologi (politik), ada juga orang yang suka membagikan ulang postingan orang lain, yang bahkan mungkin saja dirinya sendiri tidak mengenali, hanya karena postingan tersebut dinilai sesuai dengan selera atau pandangan pribadinya.
Jadi hanya karena dirasa bisa memuaskan kebutuhan diakui oleh komunitasnya kemudian ia membagikan informasi yang menurutnya memuaskan hati komunitasnya. Misalnya dengan membagikan postingan yang dianggapnya hanya bersifat olok-olok (bully, roasting), yang menurutnya lucu dan menghibur. Padahal bila postingan itu ternyata berlebihan menyinggung perasaan orang atau komunitas lain dan bila informasi tersebut dibagikan di ruang publik (media sosial berplatform terbuka) maka itu bisa termasuk dalam kategori menyebarkan fitnah, berita bohong atau ujaran kebencian.
Untuk itu hindari sikap yang berlebihan dalam menggunakan media sosial atau melampaui batas.
Yaitu tidak menyebarkan ulang informasi yang tidak jelas siapa sumber asal / pembuat pertamanya, tanpa melakukan verifikasi atau cek ulang dengan membaca referensi pembanding serta menemukan informasi pendukung lain yang terverifikasi.
Kehadiran satuan tugas polisi virtual dari Kepolisian RI sejak 24 Februari 2021 diharapkan dapat menekan terjadinya penyalahgunaan media sosial, menjaga ketertiban masyarakat dalam menggunakan media sosial, untuk memberikan edukasi dan peringatan kepada warga masyarakat pengguna internet (netizen) dan sekaligus dapat berfungsi memberikan efek jera dalam hal penyalahgunaan kebebasan berekspresi.
Kehadiran polisi virtual diharapkan juga dapat melindungi masyarakat dari penyebaran unggahan orang atau oknum yang dapat menimbulkan konflik di tengah masyarakat melalui unggahan fitnah, hoaks, intoleransi, hingga rasisme.
Upaya meminimalkan terjadinya tindak pidana, khususnya yang berkaitan dengan UU Nomor 19 /2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan oleh polisi virtual dengan memberikan peringatan keras kepada semua pelanggar agar terhindar dari jeratan kasus pidana ITE.
Ada proses bertingkat yang dilakukan. Pertama jika ditemukan indikasi dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) maka petugas patroli polisi virtual akan melaporkan kepada pimpinan kemudian bentuk indikasi dugaan tersebut diuji di hadapan ahli bahasa hingga ahli pidana.
Setelah dinyatakan valid bahwa ada dugaan pelanggaran, kemudian petugas mengirim pesan teguran kepada akun yang terindikasi melanggar tersebut melalui pesan privat (Direct Message).
"Ini supaya yang bersangkutan, tidak dipermalukan di hadapan publik!" jelas Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Polisi Slamet Uliandi, dikutip dari Kompas.
Dengan demikian polisi virtual adalah sistem yang dibangun untuk menempatkan proses hukum dari pelaksanaan UU ITE sebagai jalan terakhir (ultimum remedium).
Kehadiran polisi virtual agar dapat melindungi masyarakat dari konten-konten yang memicu perselisihan di antara anak bangsa yang seharusnya tidak perlu terjadi, yang tidak produktif dan hanya mengganggu ketertiban masyarakat, sekaligus untuk mencegah terjadinya konflik yang meluas.
Namun bila memang para pelanggar ketertiban itu tidak juga menjadi jera dan selalu saja mengulangi perbuatannya, maka wacana revisi UU ITE mungkin dapat menjadi cara menemukan solusi dengan memberi hukuman yang lebih keras, tegas dan presisi kepada para pembuat dan penyebar ujaran kebencian, fitnah dan berita palsu (hoax) yang mengarah kepada perpecahan dan konflik yang bersifat horizontal maupun vertikal.
Semoga para pengguna media sosial di Indonesia menjadi semakin bijak, cerdas, dan memiliki literasi digital yang lebih baik.
Semoga pula wakil rakyat melalui badan legislasi yang ada bisa berpikir jernih mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, dengan mengesampingkan ego pribadi dan kelompok masing-masing.Â
Salam kebajikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H