Mohon tunggu...
Tri Muhammad Mahesa
Tri Muhammad Mahesa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Program Studi Penerbitan (Jurnalistik)

Tri Muhammad Mahesa adalah seorang Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta Program Studi Penerbitan (Jurnalistik)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Fenomena Budaya Flexing yang Sudah Menjalar di Media Sosial

2 Juli 2024   21:32 Diperbarui: 3 Juli 2024   09:06 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selian itu, ada Steven Setiono, dari kelompok Crazy Rich Surabaya, juga sering memamerkan gaya hidup mewahnya di TikTok dan YouTube, menunjukkan liburan mewah, mobil mahal, dan gaya hidup hedonistik yang menonjolkan kesenjangan sosial. Misalnya, video Steven yang menghabiskan ratusan juta rupiah untuk liburan di resor mewah atau membeli mobil sport terbaru sering menjadi perbincangan netizen dan dapat menimbulkan kecemburuan sosial.

Meskipun flexing dapat meningkatkan status sosial dan popularitas, terutama di kalangan generasi muda yang sangat terpengaruh oleh media sosial. Hal ini juga dapat memicu perilaku konsumtif dan materialistis. Selain itu, pamer kemewahan dapat memperparah kesenjangan sosial dan memicu perasaan tidak aman serta rendah diri di kalangan yang tidak mampu mengimbangi gaya hidup tersebut.

Pengguna media sosial, terutama figur publik, harus memiliki kesadaran tinggi tentang dampak konten yang mereka unggah. Mereka harus mempertimbangkan apakah konten tersebut memberikan dampak positif atau negatif pada masyarakat. Dengan demikian, mereka dapat lebih bertanggung jawab dalam mengunggah konten yang tidak hanya menonjolkan kemewahan, tetapi memberikan inspirasi dan edukasi yang bermanfaat.

Platform media sosial juga perlu berperan aktif dalam mengendalikan fenomena flexing dengan membuat regulasi yang mendorong konten positif dan mendidik. Platform semacam TikTok, YouTube, dan Instagram dapat membuat kebijakan yang membatasi konten yang hanya bertujuan untuk pamer kemewahan dan memberikan insentif untuk konten yang berdampak positif pada masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun