Mohon tunggu...
Tri Merry
Tri Merry Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya suka membaca berita terkini seperti berita tentang pemerintahan, politik dan berita lainnya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akankah Prabowo Mematikan Otonomi Daerah?

14 Januari 2025   16:15 Diperbarui: 14 Januari 2025   16:16 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertanyaan mengenai apakah Prabowo Subianto akan "mematikan" otonomi daerah di Indonesia mencerminkan kekhawatiran yang mendalam terkait arah kebijakan pemerintahan baru. Dalam beberapa bulan pertama kepemimpinan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka, sejumlah kebijakan dan pernyataan telah muncul yang menunjukkan adanya kecenderungan untuk meresentralisasi kekuasaan. Salah satu contoh nyata adalah keputusan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, yang mengusulkan agar pengelolaan penyuluh pertanian kembali dikelola oleh pemerintah pusat. Hal ini menjadi sinyal bahwa pemerintah ingin memperkuat kontrol atas aspek-aspek penting dalam pembangunan daerah, yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah itu sendiri.

Kekhawatiran terhadap deotonomisasi semakin menguat ketika beberapa pejabat pemerintah, termasuk Wakil Menteri Perumahan Rakyat Fahri Hamzah, menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 sebaiknya menjadi yang terakhir. Mereka berargumen bahwa keberadaan "raja kecil" di daerah dapat mengganggu kelancaran program pembangunan nasional. Pandangan ini mencerminkan keyakinan bahwa otonomi daerah dapat menjadi penghalang bagi pencapaian tujuan pembangunan yang lebih besar dan terkoordinasi secara nasional.

Namun, penting untuk dicatat bahwa otonomi daerah dijamin oleh konstitusi, khususnya dalam Pasal 18 UUD 1945. Djohermansyah menegaskan bahwa menarik kewenangan ke pusat tidak dapat dilakukan hanya melalui surat edaran atau peraturan menteri. Tindakan semacam itu berpotensi melanggar ketentuan konstitusi dan dapat menimbulkan konflik antara kebijakan pemerintah dan hak-hak daerah.

Untuk mencegah penurunan kualitas otonomi daerah, ada usulan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Revisi ini bertujuan untuk memperjelas pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah serta memastikan bahwa undang-undang sektoral tidak menggerus kewenangan yang seharusnya dimiliki oleh pemerintah daerah.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, juga menekankan pentingnya hubungan yang sehat antara pemerintah pusat dan kepala daerah. Ia mengingatkan bahwa kepala daerah tidak seharusnya dipandang sebagai pembantu presiden, melainkan sebagai pemimpin yang memiliki kewenangan untuk mengelola urusan lokal dengan efektif. Hubungan yang harmonis ini sangat penting agar otonomi daerah dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Di sisi lain, ada harapan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran dapat memperkuat pelaksanaan otonomi daerah dengan meningkatkan partisipasi rakyat. Fahri Hamzah menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan kepala daerah akan memperkuat partisipasi rakyat dalam proses demokrasi. Dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, diharapkan pembangunan dapat menjadi lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan lokal.

Namun, tantangan tetap ada, terutama terkait dengan pengaruh partai politik di tingkat daerah. Kontrol partai politik yang kuat dapat menciptakan ketidakselarasan antara kebijakan pemerintah pusat dan pelaksanaan di tingkat daerah. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memastikan bahwa otonomi daerah tidak terhambat oleh kepentingan politik yang sempit.

Secara keseluruhan, masa depan otonomi daerah di era Prabowo-Gibran tampak penuh tantangan. Meskipun ada harapan untuk memperkuat partisipasi masyarakat dan mempercepat pembangunan, gejala resentralisasi dan potensi deotonomisasi menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan otonomi daerah di Indonesia. Oleh karena itu, perhatian serius harus diberikan terhadap kebijakan yang diambil agar prinsip-prinsip desentralisasi yang telah ditegakkan selama ini tetap terjaga dan diperkuat demi kemajuan bangsa secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun