CARA TERAMPUH MENGHILANGKAN KESOMBONGAN
Kesombongan ada di mana pun dan kapan pun. Orang-orang sombong ada di sekitar kita. Sifat sombong sudah ada sejak Nabi Adam as hingga hari kiamat kelak.Â
Di dalam Al Qur'an dan kitab-kitab suci lainnya banyak menceritakan kehidupan orang-orang yang menyombongkan diri. Satu contoh adalah kesombongan Fir'aun yang mengaku sebagai penguasa dunia sekaligus sebagai "Tuhan". Dari semua kisah yang ada, kesombongan selalu berakhir dengan sad ending.
Beberapa faktor yang menjadikan seseorang menjadi sombong, di antaranya: kepemilikan harta-benda (kekayaan), memiliki kelebihan fisik (ketampanan, kecantikan), status sosial (kedudukan, jabatan), ilmu dan gelar akademis, terkenal dan populer; dan masih banyak lagi. Bahkan, orang yang tidak memiliki kelebihan apa pun, ada juga yang sombong.
Saat ini kesombongan mudah sekali ditampakkan, yaitu dengan adanya media sosial. Orang dengan begitu mudahnya memamerkan ketampanan atau kecantikannya, menunjukkan harta-benda dan properti yang dimilikinya, mengumumkan posisi dan kedudukannya, menampakkan kepintaran dan keilmuannya, dan seterusnya.
Bahkan, media sosial sudah menjadi semacam "ajang kontes" kesombongan. Orang berlomba-lomba memposting foto diri sedemikian rupa, rumah baru, mobil baru. Memposting jabatan baru, penghargaan, kesuksesan usaha, jalan-jalan ke luar negeri. Hingga posting hal-hal remeh seperti kemesraan keluarga, sedang apa, sedang berada di mana, sedang makan apa, dan seterusnya.
Memang, pada dasarnya kita tak pernah mengetahui secara pasti apakah seseorang itu sombong atau tidak. Karena kita tidak tahu apa niat seseorang dalam melakukan sebuah tindakan. Namun, setidaknya kita bisa mengetahui dari ungkapan, kata atau kalimat, ekspresi wajah, gestur tubuh, dll apakah seseorang itu ada indikasi sombong atau tidak.
Tidak mudah untuk menghadapi orang yang sombong. Yang dibutuhkan oleh mereka adalah pujian, sanjungan, apresiasi, perhatian, kekaguman, dan semacamnya. Bahkan, tak jarang orang-orang sombong ini meremehkan dan merendahkan orang lain. Malah, kadang kita sering dibuat jengkel atas sikap dan perilaku mereka.
Terkadang kita salah dalam merespon kesombongan mereka. Kita malah melakukan tindakan tidak terpuji untuk membalas kesombongan mereka. Misalnya, menjelek-jelekkan mereka, mencaci-maki, menuduh mereka korupsi atau mencari pesugihan, mengutuk mereka, menjauhi mereka, atau mendoakan yang buruk bagi mereka.
Hal tersebut tentu tidak akan menyelesaikan masalah, justeru menambah masalah baru. Akan timbul konflik, perselisihan, bahkan permusuhan. Akan semakin terjadi kesenjangan sosial, gap si kaya dan si miskin, dan ketidaknyamanan di masyarakat. Padahal tujuan kita adalah bagaimana mengubah orang sombong tadi menjadi tidak sombong lagi. Mengubah mereka agar bisa rendah hati, sederhana, tawadhu'.