Seseorang pernah berkata kepadaku, katanya :Â "kamu anak terakhir yang seharusnya dimanja, dituruti semua keinginannya, tapi sikapmu sangat dewasa bahkan kamu tidak ingin membebani siapapun, kamu melakukan semuanya sendiri, kamu sangat mandiri".
Pujian itu, sungguh aku berterimakasih.
Aku senang jika mereka menganggapku dewasa dan mandiri, tapi disisi lain aku sedih. Karena aku di dewasakan oleh keadaan. Keadaan lah yang memaksaku untuk menjadi dewasa diusia yang masih terbilang cukup labil  yang seharusnya asik bersenang-senang dengan teman sebayanya, tapi dipaksa untuk menjalani keadaan yang tidak seharusnya aku jalani.
 Tak bisa dipungkiri, kadang aku merasa lelah. Kini aku bisa menangis tanpa air mata, berteriak tanpa suara, otak bising karena suara-suara yang tidak bisa dikeluarkan. Sering kali berbicara sendiri dan menjawab sendiri, ingin berbicara tapi pada siapa? Ingin mengeluh pun tapi buat apa, tak akan memberikan solusi. Mengingat rasa lelahku ini tidak sebanding dengan yang orang tuaku rasakan.
  Berkali-kali aku mengalami depresi tanpa sepengetahuan keluargaku. Jangan tanya bagaimana rasanya. Serasa ingin ditelan bumi saja, hahah.Â
  Tapi beruntungnya aku selamat, hanya karena aku menuliskan semua keluh kesahku dalam Diary. Sehingga niat gilaku sudah tidak terpikirkan lagi setelah perasaanku sudah lega. Cukup manusiawi karena aku berada di usia yang masih labil dan sedang dalam proses pencarian jati diri.
  Untuk kalian si paling anak bungsu tapi memiliki beban yang sangat banyak, semangat buat kalian. Kita kuat dan mampu menghadapi ujian karena Tuhan selalu punya rencana terbaik.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H