Peran Ahli Ilmu Pangan dalam Pengembangan Inovasi Kemasan Pangan berbasis Nanoteknologi
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru, jumlah penduduk di Indonesia kini telah mencapai sebanyak 278,69 juta jiwa pada pertengahan 2023. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah hingga 312 juta penduduk dalam 10 tahun ke depan.
Seiring dengan bertambahnya penduduk, maka meningkat pula jumlah sampah yang dihasilkan. Hal ini menjadi salah satu penyebab Indonesia menempati peringkat kedua sebagai penghasil sampah laut terbesar di dunia setelah China. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa lautan Indonesia tercemar sekitar 65,8 juta ton sampah plastik pada tahun 2021.Â
Menurut data Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah (Jaktranas) dalam Peraturan Presiden Nomor 97, proyeksi timbulan sampah pada 2025 diprediksi meningkat 7,6 persen dari tahun 2021 hingga mencapai 70,8 juta ton.
Kemasan produk pangan menjadi salah satu jenis sampah/limbah yang banyak ditemukan mencemari lingkungan. Berdasarkan data Inaplas (2022), sebagian besar kemasan pangan yang digunakan di Indonesia merupakan kemasan plastik dengan jumlah presentase mencapai 80% atau sejumlah 7,2 juta ton.Â
Kemasan plastik yang digunakan saat ini tersusun dari polimer sintetik yang berasal dari minyak bumi yang merupakan sumber daya yang tidak diperbarui dan membutuhkan ratusan hingga ribuan tahun untuk terdegradasi oleh mikroorganisme (Walker et al. 2021).Â
Hal ini yang menyebabkan kemasan plastik tidak dapat dipertahankan penggunaannya secara meluas dikarenakan memicu penumpukan limbah plastik yang memberi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan (Rodrigues et al. 2019).Â
Selain itu, pemilihan kemasan pangan yang kurang tepat juga dapat menyebabkan produk pangan lebih cepat mengalami penurunan kualitas dan beresiko menjadi food waste. Food loss and waste adalah salah satu masalah yang mempengaruhi ketahanan pangan global (Hidayat et al. 2020).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peran ahli pangan diperlukan untuk melakukan riset dan pengembangan inovasi kemasan pangan yang lebih ramah lingkungan dan dapat mempertahankan kualitas pangan lebih baik sehingga kebutuhan pangan dapat terpenuhi dan mewujudkan ketahanan pangan nasional.Â
Salah satu peran ahli ilmu pangan untuk mewujudkan dan meningkatkan ketahanan pangan adalah pengembangan inovasi smart food packaging yang merupakan kombinasi kemasan cerdas dan aktif.Â
Kemasan cerdas merupakan teknologi kemasan yang dapat memberikan informasi kondisi kesegaran produk pangan kepada konsumen yang dapat memanfaatkan baik sensor kimia maupun kemosensor (Realini dan Marcos 2014).Â
Sementara kemasan aktif merupakan kemasan yang mengandung senyawa yang dapat berinteraksi aktif antara bahan kemasan dan bahan pangan yang dikemas. Kemasan aktif digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas pangan yang dikemas (Warsiki et al. 2013).
Pengembangan nanoteknologi dapat membantu mewujudkan smart food packaging. Nanoteknologi adalah bidang ilmu pengetahuan dan teknik yang berfokus pada desain, sintesis, karakterisasi, serta aplikasi material dengan mengendalikan bentuk dan ukuran pada skala nanometer (1-100 nm).Â
Smart food packaging atau kemasan makanan pintar adalah istilah yang mengacu pada penggunaan nanoteknologi untuk untuk meningkatkan fungsionalitas kemasan, termasuk peningkatan sifat mekanik, sifat penghalang gas dan uap air yang lebih baik, serta kemampuan antimikroba (Thirumalai et al. 2023).Â
Salah satu contohnya adalah hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (balitbangtan) mengembangkan teknologi nanoselulosa sebagai campuran bioplastik kemasan pangan yang lebih ramah lingkungan karena mampu mempercepat waktu urainya. Selain itu, penambahan nanoselulosa dari limbah pertanian dari hasil penelitian tersebut mampu meningkatkan kuat tarik sekaligus menurunkan permeabilitas bioplastik. Nanoselulosa dapat diproduksi dengan memanfaatkan limbah biomassa pertanian seperti tandan kosong kelapa sawit, tongkol jagung, daun nanas, jerami padi, dan sebagainya.
Aplikasi nanoteknologi pada pengembangan smart food packaging juga dapat membantu untuk mendeteksi kontaminasi atau pembusukan makanan dengan menggabungkan nano barcodes untuk mengautentikasi dan melacak makanan dan nano sensors untuk memberikan informasi tentang kondisi makanan baik di dalam maupun di luar kemasan (Rodrigues et al. 2021).Â
Berdasarkan hasil penelitian Balitbangtan, nanoselulosa berbagai penelitian jenis nanopartikel yang dapat diaplikasikan pada smart food packaging yaitu nanopartikel emas, seng oksida (ZnO), dan titanium dioksida (TiO2) yang masing-masing berfungsi untuk mendeteksi gas amina yang dihasilkan oleh pembusukan daging, pertumbuhan mikroba, dan senyawa volatil organic (Fuertes et al. 2016).
Selain itu, inovasi smart food packaging ini dapat memberikan informasi secara real-time (waktu saat itu juga). Hal ini dapat dilakukan melalui sensor yang terpasang di dalam kemasan atau melalui label pintar yang dapat mendeteksi suhu, kelembaban, dan kesegaran produk pangan, serta memberi peringatan kepada konsumen dan pemasok tentang masalah yang dapat mempengaruhi kualitas produk.Â
Hal ini sangat penting untuk diaplikasikan pada produk makanan seperti, daging dan ikan, karena mudah mengalami pembusukan akibat perubahan kecil dalam suhu atau kelembaban dan membuat makanan tersebut tidak layak dikonsumsi (Realini dan Marcos 2014).
Penggunaan smart food packaging ramah lingkungan juga diharapkan dapat mengurangi sampah baik sampah plastik maupun sampah makanan (food waste) sehingga kebutuhan pangan akan lebih terpenuhi dan mewujudkan ketahanan pangan.Â
Hal ini karena nanoteknologi yang terintegrasi pada kemasan makanan dapat membantu mengawasi dan menjaga kesegaran makanan. Dengan demikian konsumen dapat dengan mudah mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengonsumsi makanan tersebut.Â
Meskipun penggunaan smart food packaging masih relatif baru, teknologi ini menjanjikan manfaat besar bagi industri pangan. Produsen dapat meningkatkan kualitas dan keamanan produk, serta memperpanjang umur simpan makanan dengan cara yang lebih efektif.Â
Namun, disisi lain perlu diketahui bahwa penggunaan nanopartikel pada kemasan juga harus memperhatikan regulasi dan pengawasan yang ketat untuk memastikan keamanan dan keberlanjutan teknologi ini.
Sumber:
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2023. Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun, 1960-2023. https://www.bps.go.id/id/indicator/12/1975/1/jumlah-penduduk-pertengahan-tahun.html. Diakses pada tanggal 4 Desember 2023
Fuertes G, Soto I, Carrasco R, Vargas M, Sabattin J, Lagos C. 2016. Review article: intelligent packaging systems: sensors and nanosensors tomonitor food quality and safety. Journal of Sensors. 2016(4046061): 1-8. doi: 10.1155/2016/4046061.
Hidayat SI, Ardhany YH, Nurhadi E. 2020. Kajian Food Waste untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Agriekonomika. 9(2): 171-182. doi:10.21107/agriekonomika.v9i2.8787.
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2022. Capaian Kinerja Pengelolaan Sampah. https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn/. Diakses pada 25 November 2022.
Realini, C. E., Marcos, B. 2014. Active and Intelligent Packaging Systems for a Modern Society. Meat Science, 98 (20) 404--419.
Rodrigues C, Souza VGL, Coelhoso I, Fernando AL. 2021. Bio-based sensors for smart food packaging---current applications and future trends. Sensors. Â 21(6): 1-23. doi: 10.3390/s21062148.
Rodrigues M., Abrantes N, Gonalves F, Nogueira HS, Marques J, dan Gonalves AM. 2019. Impacts of Plastic Products Used in Daily Life on The Environment and Human Health: What Is Known?. Environ. Toxicol. Pharmacol. 72 (10): 32-39
Thirumalai A, Harini K, Pallavi P, Gowtham P, Girigoswami K, Girigosawi A. 2022. Review: Nanotechnology driven improvement of smart food packaging. Materials Research Innovations. 27(4): 223-232. doi: 10.1080/14328917.2022.2114667
Walker TR., McGuinty E, Charlebois S, dan Music J. 2021. Single-Use Plastic Packaging In The Canadian Food Industry: Consumer Behavior and Perceptions. Humanit. Soc. Sci. Commun. 2021, 8 (80)
Wardana AA., Suyatma NE, Muchtadi TR, dan Yuliani S. 2017. Pengaruh Pelapis Bionanokomposit Terhaddap Mutu Mangga Terolah Minimal. Jurnal Keteknikan Pertanian, 5(1): 81-88.
Wijaya A. 2019. Nanoselulosa produk balitbangtan mampu urai plastic 60 hari. https://www.antaranews.com/berita/1027008/nanoselulosa-produk-balitbangtan-mampu-urai-plastik-60-hari. Diakses tanggal 25 November 2023.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H