Sejarah perbankan syariah bermula pada tahun 1992 saat bank umum syariah pertama (Bank Muamallat Indonesia ) terbentuk sebagai tindak lanjut lokakarya Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor Jawa Barat. Kemudian dilanjutkan pada tanggal 16 Desember 2003 (yang dokumennya baru keluar 24 Januari 2004) saat MUI mengeluarkan fatwa yang mengikat bagi setiap individu muslim Indonesia mengenai haramnya bunga bank. Banyak pengamat industri perbankan yang meramalkan bahwa setelah MUI mengeluarkan fatwa haram mengenai bunga bank maka akan ada pemindahan besar-besaran rekening khusunya umat muslim dari bank-bank konvensional menuju bank syariah. Tetapi yang terjadi sungguh diluar perkiraan banyak pengamat.
Sudah tujuh belas tahun setelah berdirinya bank umum syariah pertama dan enam tahun setelah MUI mengeluarkan fatwa haram bunga bank, per Juni 2009, pangsa pasar perbankan syariah terhadap perbankan nasional baru sebesar 2,2 % dengan total aset perbankan syariah hanya Rp 55,238 Triliun. Bandingkan dengan aset perbankan konvensional yang sebesar Rp 2.496 Triliun. Mengapa hal ini bisa terjadi? Bukankah Indonesia merupakan negara yang mayoritas beragama Islam (89 % dari seluruh penduduk Indonesia) yang merupakan pasar yang cukup potensial bagi perbankan syariah? Lalu mengapa selama tujuh belas tahun pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia hanya sebesar 2,2 %?
Apakah mungkin umat Islam Indonesia tidak mengetahui fatwa haram bunga bank yang dikeluarkan MUI tersebut? Hal itu mungkin saja terjadi karena selama ini kita kurang mendengar adanya sosialisasi mengenai hal tersebut. Selain itu masih minimnya pangsa pasar perbankan syariah dibandingkan industri perbankan secara keseluruhan adalah masih adanya keraguan di kalangan umat Islam terhadap "ke-syariah-an" dari bank syariah itu sendiri. Mereka (umat Islam) menganggap bank syariah sama saja dengan bank konvensional. Bagi hasil yang ditawarkan perbankan syariah pun dianggap tidak berbeda jauh dengan bunga yang ditawarkan perbankan konvensional.
Selain itu, apabila ingin mengajukan pembiayaan ke bank syariah khususnya bagi mereka yang berasal dari kalangan menengah ke bawah mereka mendapati kendala yang sama yaitu: sulit, terlalu birokrasi dan hal lain yang biasa mereka temui jika ingin mengajukan kredit ke perbankan konvensional bahkan terkadang lebih sulit lagi. Belum lagi margin yang diminta oleh perbankan syariah yang cukup besar bahkan terkadang lebih besar dari bunga yang diminta jika meminjam di bank konvensional. Umat Islam tidak lagi memperdulikan fatwa haram mengenai bunga bank yang dikeluarkan MUI di bulan Desember 2003. Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh perbankan syariah dalam menjawab keraguan yang hinggap dalam benak masyarakat Indonesia khususnya mereka yang beragama Islam dalam memahami sebenarnya apa itu bank syariah.
Menanggapi keraguan umat islam akan kekurang-"syariahan" bank syariah, maka perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa lembaga keuangan syariah termasuk di dalamnya bank syariah yang ada saat ini diawasi oleh suatu lembaga yang disebut Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mengawasi operasional bank syariah tersebut apakah sesuai dengan koridor syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) atau tidak. Dalam menanggapi kritik masyarakat yang berpendapat bahwa bunga bank konvensional dan bagi hasil yang ditawarkan oleh bank syariah sama saja hanya berbeda dalam istilah, perlu dilakukan pemberian pemahaman kepada masyarakat mengenai perbedaan diantara keduanya.
Permasalah di atas sebenarnya dapat diatasi termasuk belum mengetahuinya masyarakat mengenai fatwa haram bunga bank yang dikeluarkan MUI dengan cara bersatunya para stakeholders bank syariah termasuk di dalamnya ormas-ormas keislaman seperti: Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis dan lembaga-lembaga lainnya dalam menyosialisasikan dengan benar mengenai perbankan syariah. Seperti kita ketahui selama ini jika kita mendengar materi majelis taklim, tablig akbar dan khutbah yang disampaikan oleh para ulama adalah selalu mengenai fiqih ibadah seperi sholat, puasa, dan haji. Sedikit sekali para ulama yang menyampaikan materi mengenai haramnya bunga bank (riba) dan urgensinya menabung di bank syariah bagi seorang muslim. Bank syariah dapat menggandeng lembaga-lembaga dakwah islam tersebut dengan cara memberikan materi kepada para ulama yang berada di bawah koordinasi lembaga-lembaga tersebut mengenai fatwa haram bunga bank dan urgensi dalam mengalihkan rekening dana mereka (umat islam) ke bank syariah.
Dalam tulisan ini penulis menekankan pentingnya perbankan syariah di Indonesia untuk serius dalam "menggarap" umat Islam karena potensi yang dimilikinya sangat besar (89% dari total seluruh penduduk Indonesia). Bukan untuk meremehkan pasar non muslim tetapi ini bagian dari strategi segmentasi pasar perbankan syariah. Tak dapat dipungkiri bahwa bank syariah merupakan salah satu implementasi dalam ajaran Islam dalam hal Ibadah Muamallat, untuk itu akan menjadi semacam cemoohan dikalangan non muslim apabila perbankan syariah ditawarkan kepada mereka sedangkan mereka sendiri melihat bahwa umat Islam itu sendiri tidak menggunakan perbankan syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H