Mohon tunggu...
Tri Indah Sakinah
Tri Indah Sakinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Ilmu Hukum

Criminal law enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kuat Arus Kompetisi di Fakultas Hukum: Mengapa Tidak Saling Berdiskusi?

25 September 2022   18:59 Diperbarui: 25 September 2022   19:14 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kita memang tidak pernah asing untuk memaknai istilah kompetisi, kompetisi atau persaingan tidak terlepas dari berbagai aspek kehidupan kita. Namun, pemikiran untuk berkompetisi ini seharusnya perlu ditempatkan pada tempat yang benar sehingga tidak menimbulkan prasangka. Menurut Sacks & Krupa, Kompetisi merupakan usaha untuk melawan atau melebihi orang lain. Sedangkan menurut Brigham, kompetisi dapat membuat individu memiliki persepsi yang negatif terhadap orang atau kelompok lain.

Setiap kita berada di Fakultas Hukum tak jarang kita merasakan vibes yang agak serius dan seringkali menemukan seseorang atau bahkan diri kita sendiri yang memiliki pola pikir yang sangat kritis, hal tersebut merupakan suatu label yang pasti dimiliki oleh anak Hukum. Namun, kuat arus kompetisi dalam Fakultas Hukum seringkali menimbulkan konsekuensi antara setiap mahasiswa mendapati perdebatan sengit atas pemikiran mereka masing-masing yang berbeda. Perdebatan yang seharusnya bertujuan untuk mendekati dan mencari apa yang benar, menjadi pendapat siapa yang benar.

Saya akan membawa arah dan maksud tulisan ini dengan memberikan perumpamaan seperti ini, dalam suatu Fakultas Hukum di universitas X anggaplah seorang yang bernama mamat adalah orang yang cerdas dan kritis begitupun dengan temannya, si udin. Namun mamat yang dari kecil sudah terbiasa berada di lingkungan yang selalu mengutamakan kompetisi, tempat di mana ia merasa dirinya harus jadi yang terbaik dan tidak boleh ada yang mengalahkannya sehingga ia menganggap seseorang yang lebih unggul darinya adalah saingannya. Ketika memasuki bangku kuliah, mamat bertemu dengan udin, dan mamat merasa udin adalah saingannya sehingga bagaimanapun caranya mamat terus belajar untuk mengalahkan Udin.

Lain halnya dengan Udin, udin menganggap mamat adalah rekannya atau temannya untuknya dapat berdiskusi dan tidak memiliki prasangka kepada mamat untuk menjadikan mamat sebagai saingan. Udin lebih senang berdiskusi dan mendapati pengetahuan dari orang yang lebih unggul darinya terkait hal-hal yang udin tidak ketahui. Ia terus belajar dan mengasah pikirannya bukan untuk mengalahkan mamat, tapi untuk dirinya sendiri.

Bukankah dalam hal ini terdapat perbedaan yang sangat signifikan? Perjuangan Mamat hanyalah untuk sebatas mengalahkan Udin, fokusnya adalah untuk orang lain bukan untuk dirinya sendiri, sedangkan Udin terus berproses untuk dirinya sendiri dan bukan untuk mengalahkan mamat atau orang lain. Bukankah cara yang dilakukan udin termasuk cerdas dan bijaksana?

 Ketika kita belajar dan berproses untuk fokus memperbaiki dan mengupgrade diri sendiri tanpa berpikir untuk mengalahkan orang lain, maka perjuangan ini tidak hanya sebatas pada kemampuan orang lain. Bukankah belajar untuk mengasah kemampuan karena diri sendiri tidak ada batasnya daripada kita hanya berpatokan kepada orang lain tersebut yang hanya sekadar ingin mengalahkannya.

Intinya, you have no limit untuk improve dirimu sendiri, daripada proses dan progress mu hanya sebatas untuk mengalahkan orang lain. Hal yang membuat saya heran adalah ketika masih ada teman sefakultas saya masih menganggap kompetisi dengan teman sendiri adalah hal yang lumrah untuk memotivasi dirinya. Tapi bukankah itu menunjukan keterbatasannya untuk memperbaiki diri hanya sebatas berpatok pada kemampuan orang lain yang menjadi saingannya itu?

Kalau kita berpikir lebih jauh, agaknya tampak sangat aneh apabila masih ada beberapa dari kita yang memiliki pemikiran bahwa “saya harus lebih baik dari teman saya ini”, bukankah hal tersebut berimplikasi minimnya untuk keinginan berdiskusi dan saling bertukar ilmu pengetahuan karena rasa “persaingan” itu yang terus tertanam dalam jiwa. Bukankan saat kita bekerja nanti di ranah hukum kita membawa nama baik almamater kita? bukankah seharusnya yang menjadi saingan kita adalah beberapa orang yang berasal dari almamater lain dalam dunia pekerjaan dan bukan teman sefakultas kita sendiri?

Memanglah benar bahwasanya kompetisi bukanlah hal yang buruk, Namun alangkah bijaksananya tempatkanlah itu pada tempat yang benar. Tampaknya memanglah perlu ketika mendapati pemikiran untuk merasa bersaing dan tersaingi dalam proses untuk belajar ini harus diubah dengan saling bekerja sama untuk saling berbagi ilmu. Alih-alih menganggap rekan sendiri adalah saingan dan kita hanya sebatas untuk mengalahkannya, cobalah untuk saling bekerja sama berbagi ilmu dan berdiskusi untuk mencari solusi dalam proses pembelajaran ini. Diskusi merupakan cara berkomunikasi paling efektif untuk mendapat dan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar untuk menemukan solusi. Dengan diskusi kita dapat saling memahami atau apabila tidak mendapat solusi, kita bisa mendapat istilah dan belajar hal baru dari hasil diskusi tersebut bukan?  

Kalau kata Bertrand Russel, “The only thing that will redeem mankind is cooperation.”

Lalu bagaimana bila timbul pertanyaan seperti ini,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun