Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penjual Gorengan

6 Desember 2024   06:40 Diperbarui: 7 Desember 2024   00:41 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalau seorang penjual gorengan saja dihina bisa membuat orang marah, tapi kenapa saat seorang presiden dicaci-maki, dilecehkan, dihina dan direndahkan, bahkan disebut 'bajingan tolol', kok malah dapat sorak-sorai. Kasusnya juga gak seramai ini? He..he...

Apalagi kalau ujaran kebencian dan hinaan itu datangnya dari para panitia surga, malah seolah diaminkan oleh pemujanya. Seakan-akan itu cacian itu untaian doa yang agung. Oleh karena itu nilai-nilai ketidakberadaban jadi bias. Tergantung cuaca. Menguntungkan apa tidak bagi para penjual gorengan.

Namun demikian, di balik peristiwa kasus penjual gorengan tersebut, Allah tengah menunjukan kebesaranNya. Allah mengizinkan si penceramah terpeleset lidah, untuk kemudian Allah angkat derajat orang kecil yang terhina. Mirip judul film Sengsara Membawa Nikmat. Sampai-sampai banyak juga yang berandai-andai jadi pedagang gorengan dan kemudian berharap dihina. Lalu orang berbondong-bondong numpang tenar dengan memberi santunan. Lumayan, kapan lagi ada momen bisa ikut populer.

Bagi si penceramah tentu mudah saja mendatangi pedagang gorengan untuk meminta maaf. Mereka berdua sudah berpelukan dan ridha. Damai kembali mewarnai jagad ini. Tamat sampai di sini? Tidak. Apa yang terjadi dengan para penjual gorengan lainnya? Mereka tetap panas dan tidak terima. Rupanya mereka benci perdamaian. Bensin terus disiramkan, agar api terus berkobar-kobar.

Menurut laporan berjudul 'Digital Civility Index (DCI)', netizen tanah air ini menduduki peringkat paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Netizen kita memang terkenal paling cerewet dalam hal 'goreng-menggoreng'.

Cakrawala cerah berangsur-angsur memerah di ufuk barat. Surya yang lelah tampak semakin tersudut. Meringkuk. Menyerah oleh terjangan mendung gelap. Angin topan menghempas. Petir menggelegar memecah langit, menyambar bumi pertiwi yang enggan untuk beranjak dewasa. Goreng-menggoreng menjadi budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun