Lereng Argopura memiliki ketinggian yang sangat cocok untuk tanaman kopi. Oleh karena itu, kendati hanya mengelola lahan sekitar tiga ribu hektar, Eyang Semi menjadi salah satu pengusaha kopi terbesar di wilayah timur Jawa.
Apa yang telah dilakukan Kanjeng Wotwesi dan rombongannya hari itu diharapkan bisa memikat hati Eyang Semi, janda berusia enam puluh tahun yang kaya raya dan masih terlihat cantik.
Pada lima tahun belakangan, bisnis kopi yang dirintis Eyang Semi telah tumbuh menjadi bisnis terbesar di Nusantara. Kopi Argopuro yang memiliki cita rasa khas dan unik itu sangat diminati hingga mancanegara.
Maka dari itu, Kanjeng Wotwesi dan Ki Dewan merancang suatu jebakan. Beruntung bagi mereka, terjadi bencana alam yang bisa menjadi alasan untuk mendekati Eyang Semi. Alasan yang sangat manusiawi.
Jebakan pertama yang dilakukan adalah mengutarakan betapa hebat Eyang Semi dalam mengelola usaha. Itu diulang-ulang dengan maksud membuat janda itu merasa besar kepala. Setelah besar kepala biasanya kewaspadaan akan lemah. Jebakan berikutnya mengutarakan dukungan dan ingin membantu membesarkan bisnis tersebut.
Beruntung bagi Eyang Semi, yang telah membangun bisnisnya sedemikian rupa hingga sulit untuk bisa diambil dengan caracara curang.
"Kami siap membantu tenaga kerja dan mendanai biaya perluasan lahan!" ujar Kanjeng Wotwesi.
"Kanjeng, saya bersedia mengembangkan bisnis ini dengan anda. Anda menjamin ketersediaan dana, sementara kami tetap sebagai tenaga ahlinya. Itu syarat utama. Tidak peduli berapapun dana yang nantinya anda kucurkan!"
"Ha..ha.., mana bisa begitu Raden Ajeng Semi. Itu tidak adil namanya!"
"Kalau anda tidak setuju tidak apa-apa! Maaf!"
"Ha..ha..ha.., baiklah. Karena ini sama Raden Semi, saya terima. Tapi ingat lho ya, ini hanya dengan anda saja, karena saya mengagumi anda. Tidak mungkin akan anda temui pengusaha yang mau bisnis dengan cara tidak adil seperti ini!"