Oleh: Tri Handoyo
Panji Segoro, seorang mata-mata kepercayaan Ki Demang, yang menjadi kabuyutan menggantikan Raden Kusno, dan tidak lama kemudian menjadi lurah menggantikan Ki Setiaji, petang itu melamar Roro Ajeng, Sang Pendekar Bidadari.
Kedua orang muda itu sebetulnya sudah lama saling mengenal, karena memang bertetangga desa. Panji selama ini juga mengenal Ki Lurah Setiaji, ayah Ajeng. Akan tetapi Panji baru dekat dengan Ajeng setelah ia hadir dalam acara penobatan pengurus Ikatan Pendekar Jawa, di mana Ajeng menduduki posisi wakil ketua.
"Selamat ya Dik Ajeng!" ucap Lurah Panji sambil dengan hangat menyalami gadis cantik itu. "Kamu luar biasa, bisa menjadi contoh generasi muda, dan yang pasti menjadi kebanggan kita semua!"
"Terima kasih, Ki Lurah!" balas Ajeng dan ia merasa gugup karena sorot mata Panji menatapnya begitu dalam dan ada sesuatu yang tersirat di sana.
Panji adalah seorang pemuda yang gagah, tampan, dan sukses. Ia suka berpenampilan bersih dan tampak selalu rapi. Jadi tidak aneh jika banyak gadis yang diam-diam mengidam-idamkannya.
Setelah pertemuan yang singkat itu, Panji kemudian sering menemui Ajeng, tentu saja dengan berbagai alasan yang dicari-cari. Gadis itu pun tidak bisa menyembunyikan rasa sukanya. Setelah mereka semakin akrab, Panji membulatkan tekad untuk melamarnya.
Keluarga besar Ajeng, khususnya ibu dan semua kakaknya, menyambut gembira lamaran itu. Panji adalah pemuda yang cakap dalam hal ilmu pemerintahan. Di usianya yang baru menginjak dua puluh tujug tahun, pemuda itu sudah memiliki hidup yang bisa dibilang mapan dan menduduki jabatan lurah. Meskipun tentu saja jabatan itu atas campur tangan Ki Demang Wiryo.
Tanggal pernikahan sudah ditentukan. Segala perlengkapan sudah disiapkan. Undangan pun dengan segera disebarkan. Seolah-olah semuanya dilaksanakan dengan serba cepat.
***