"Tidak jauh, paling sekitar dua kilometer!"
Asem. Dua kilometer dibilang tidak jauh. Padahal kaki kami rasanya sudah nyaris lumpuh. "Mbah sama orang-orang ini dari mana?"
"Kami baru nonton orkes di desa tetangga!"
"Kalau dari desa bapak ke tempat orkes berapa jauh?"
"Ya sekitar lima kilometer!"
Ya ampun, nonton orkes saja harus menempuh jarak lima kilometer dengan jalan kaki. Terbayang betapa hausnya masyarakat desa terhadap hiburan.
Setelah beberapa menit, kami berpisah dengan rombongan dan melanjutkan ke arah sesuai petunjuk mbah tadi.
Tepat jam dua belas malam. Akhirnya bisa juga sampai tujuan, sumber air panas alami yang berasal dari kaki Gunung Welirang. Terbayang nikmatnya berendam air hangat, di tengah suasana hijaunya kawasan hutan lindung. Berendam air panas akan membuat tubuh rileks, mengusir penat setelah berjalan sejauh belasan kilometer.
Waktu berendam, aku baru berani cerita mengenai rumah di tengah bukit tadi. "Waktu berteduh di rumah terpencil tadi, kalian tahu apa di dalamnya?"
"Kuburan!" sahut Yono singkat.
Aku pun merasa ada yang aneh. Perasaanku tadi memang melihat seseorang seperti Yono ada di dalam, tapi nyatanya dia duduk di teras bersama Anto. Tapi kini dia tahu kalau di dalam rumah itu adalah kuburan.