Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Nutrisi Nurani

22 Mei 2024   07:03 Diperbarui: 14 Juni 2024   11:14 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo


Oleh: Tri Handoyo

Setiap Jumat ada pemandangan yang menarik di pelataran masjid. Tulisan yang terpampang di pinggir jalan, berbunyi 'Makan Gratis', membuat banyak pengguna jalan akhirnya memilih berbelok, dan berniat untuk dapat makan gratis sambil menanti datangnya shalat Jumat.

Gagasan cemerlang mengundang orang datang itu dimotori oleh ketua remaja masjid, yang kemudian didukung sepenuhnya oleh pengurus takmir. Kegiatan itu dikemas dengan istilah 'Jumat Berkah'.

Hari itu jumlah donatur yang bersedekah meningkat tajam. Rupanya istilah 'Jumat Berkah' dengan cepat menjadi sangat populer. Ratusan nasi kotak bertuliskan Jumat Berkah berjajar di atas meja.

Baru jam setengah sebelas. Orang-orang berkerumun di bawah peneduh, dengan sabar menanti para pemuda membagikan nasi dan botol minuman mineral.

Mereka yang sudah mendapat bagiannya lalu menikmatinya di sekitar serambi masjid. Makan sambil mendengarkan lantunan tadarus Al-Quran dari kaset CD yang diputar menambah kenikmatan tersendiri.

Sayang, kadang pemutaran kaset dengan durasi panjang juga bisa mengganggu. Sebagian warga sekitar yang butuh ketenangan menganggap itu polusi suara. Apalagi jika volumenya tinggi dengan kualitas sound system yang jelek.

Alhamdulillah! Dalam hati Mbah Subur mengucap syukur. Dalam kondisi sulit seperti saat itu, masih ada orang-orang yang peduli dan mau berbagi kepada sesama.

Tampak wajah-wajah bersih yang antusias menyodorkan nasi kotak hingga ke pinggir jalan. Jujur, Mbah Subur ingin bisa berbuat mulia seperti mereka, tapi dia termasuk orang yang layak menerima pembagian makanan gratis itu.

"Trima kasih ya, nak!" ucap lelaki tua itu terharu. Ia berdiri di luar pagar pintu gerbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun