Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wajah Coreng-moreng Tertutup Topeng Bopeng

24 Maret 2024   19:09 Diperbarui: 25 Juni 2024   07:30 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo


Oleh: Tri Handoyo

Musim kampanye bagaikan musim topeng. Masing-masing kandidat, baik capres-cawapres maupun calon legislatif, akan berlomba-lomba mengenakan topeng terbaiknya.

Topeng membuat manusia tampil dengan segala kepalsuan. Kepalsuan yang dikemas dalam berbagai retorika indah, senyum menarik, dan janji mempesona,  padahal sejatinya itu semua semu dan penuh tipu-tipu.

Dengan berbagai topeng indah itu maka potensi tampilnya orang-orang yang tak memiliki ilmu dan kemampuan layak bisa berhasil menjadi wakil rakyat atau bahkan pemimpin rakyat. Sehingga, semua urusan kepentingan publik pun bisa berada di tangan orang jahil.

Selain musim topeng, pemilu juga berarti musim di mana kebanyakan politisi merangkai hoax dan merajut ujaran kebencian. Serangan kampanye negatif dan kampanye hitam tak kenal istilah istirahat.

Demi meraih kemenangan, orang sibuk mencongkel-congkel batu, mencari aib, yang kemudian dijadikan senjata menyerang lawan. Peluru itu diobral ke publik dengan harapan ketika lawan tampak buruk maka derajat dirinya akan naik tinggi.

Yang menyedihkan, hoax yang berlimpah ruah itu akan diterima begitu saja, sebagai akibat rendahnya tingkat literasi masyarakat. Bahkan di kalangan akademisi dan para pengamat pun tidak imun dari hoax. Di antara mereka ada yang justru turut serta memproduksi dan menyebarkannya.

Itu artinya selama ini partai-partai kurang berhasil mengedukasi masyarakat, bahkan ke para partisannya sekalipun. Buktinya hoax, provokasi dan ujaran kebencian masih menjadi pilihan utama. Masih terus merajalela dan sulit dikikis habis.

Padahal kampanye yang tidak mengedukasi dan memberi pencerahan akan menentukan kualitas sebuah pemilu. Kualitas pemilu tentu nantinya akan berdampak pada kualitas pemerintahan.

Kenapa kampanye hitam menjadi pilihan? Nah, di sinilah peran yang disebut dengan istilah post truth. Istilah yang dikenalkan oleh Steve Teisch tahun 1992 itu berkaitan dengan situasi di mana keyakinan pribadi lebih mendominasi dibanding fakta. Keyakinan yang dibentuk dari berbagai framing, pengkondisian, dan penggiringan opini, yang sebetulnya bukan berdasarkan realitas sebenarnya ini lebih mudah daripada jika adu gagasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun