Selama kebijakan publik diproduksi melalui watak kekuasaan yang teknokratis, maka selama itu pula kebijakan publik tidak akan pernah benar-benar bijaksana. Oleh karena itu, pemaknaan primer kebijakan yang merupakan perintah dasar konstitusi untuk menyelenggarakan dan mendistribusikan kesejahteraan tidak terlaksana.
Dalam era neo-kapitalisme, logika pasar menjadi dikotomi asosiatif nation-state untuk meminimalisir komodifikasi kapitalisme negara di antara dominasi agresif non-state-actor yang, misalnya, mempersempit ruang demokrasi sosial dengan pertandingan kapital; ada uang, ada kebijakan.
Nation-State mempersilahkan warga negara memiliki ruang terbuka untuk memastikan arah kehidupan bernegara dan bermasyarakat melalui fasilitas partai politik, lembaga masyarakat, organisasi sosial sebagai civil society yang berperan menyelenggarakan social control dan moral force warna kebijakan.Â
Lambaga kemasyarakatan tersebut merupakan pilar demokrasi warga negara yang secara legal dapat digunakan mengambil peranan strategis dalam navigasi arah dan kualitas kebijakan; Good Governance.
Sedangkan Non-State-Actor merupakan pemain baru kebijakan yang berhasil melampaui otoritas absolute negara bangsa. NSA menjadi faktor eksternal warna kebijakan yang berbasis pada kepentingan mekanisme pasar; global financial capitalism.Â
Para pemain bisnis raksasa yang memiliki kekayasaan dalam kuantitas besar acap kali berhasil mengintervensi politik nasional melalui ekspansi modal demi dihasilkannya kebijakan yang berdampak pada ketidakadilan struktural.
Eksisnya logika pasar yang dipromosikan oleh konsepsi imanensi NSA dapat diketahui melalui kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menghasilkan kebijakan publiknya. Ketika kekuatan modal menjadi basis material segala pertimbangan dibuatnya kebijakan, maka dapat diasumsikan bahwa kebijakan akan berorientasi pada laba atau keuntungan.
Relasi pasar dengan kebijakan publik ditentukan oleh logika ekonomi. bahwa sisi permintaan bergerak cepat seperti deret ukur dan sisi penawaran bergerak seperti deret hitung.Â
Maka formulasi kebijakan nasional yang diakibatkan oleh pengaruh NSA seperti IMF dan world bank yang, misalnya, IMF kerap mendorong kerja sama moneter bagi negara dunia ketiga, memberikan pinjaman demi perancangan program-program kebijakan. Sedangkan world bank kerap mendorong pembangunan ekonomi jangka panjang dan pengentasan kemiskinan.
Muslihat neo-kapitalisme melalui aliran deras kapital guna membantu pengembangan kebijakan sosial-ekonomi negara berkembang adalah palsu. Akhirnya, warga negara menjadi korban setelahnya.Â
Menanggung beban hutang yang disebabkan oleh politik etis ambisi kekuasaan yang bergantung secara total pada donatur internasional. Akibatnya, warna politik kebijakan nasional sering kali bergantung pada kehendak kepentingan internasional. Pun, dorongan pembangunan nasional jangka panjang, selalu menyisahkan korban-korban penderitaan warga yang mengalami disrupsi atas hak-hak sipilnya; social injustice.