Tahun 2019 nanti genaplah 50 tahun grup musik kenamaan sepanjang masa Koes Plus  lahir  setelah sebelumnya populer dengan Koes Bersaudara. Â
Dari berbagai sumber , tertulis bahwa tahun 1965-1968 Koes Bersaudara mengalami stagnasi akibat berbagai situasi internal. Nomo Koeswoyo memilih berbisnis daripada terus menjalankan  komitmen Tonny Koeswoyo untuk terus bermusik.Â
Dari sini dapat dilihat catatan penting  perjalanan Koes Bersaudara bahwa mereka adalah pelopor format band musik Indonesia karena pada waktu itu sedang musim penyanyi solo, demikian komentar Bens Leo seorang wartawan musik yang pada saat itu juga aktif mengulas perjalanan Koes Bersaudara dan Koes Plus.Â
Kedua, singgungan Koes Bersaudara dengan rezim penguasa membuat grup ini memiliki nilai historis yang kuat. Sebagaimana sejarah mencatat, Koes Bersaudara dipenjarakan di kawasan  Glodok selama tiga bulan, dilepaskan setelah peristiwa G 30 S/PKI.  Dalam pendekatan historis, karya seni akan sangat bernilai ketika di dalamnya termuat catatan sejarah.Â
Memasuki masa Koes Plus pada tahun 1969 bukanlah perjalanan yang mudah bagi Tonny, Yon, Murry dan Toto AR. (Yok Koeswoyo baru bersedia bergabung pada saat Koes Plus merilis album vol.2). Â
Album pertama bertajuk "Deg-Deg Plas" benar-benar membuat awak Koes Plus deg-deg plas karena sempat tidak mendapatkan sambutan positif di masyarakat yang terlanjur menyukai Koes Bersaudara.Â
Baru setelah Koes Plus tampil dalam Parade band di Senayan 1970, dengan menyanyikan lagu karya cipta sendiri tanpa disangka-sangka justru mendapat sambutan yang sangat antusias. Penonton mengelu-elukannya. Tak Pelak lagi piringan hitam volume 1 ini kemudian dicari-cari penggemar musik dan sering disiarkan di radio RRI.Â
Semenjak saat itu, nama Koes Plus semakin berkibar-kibar dan sangat produktif dengan secara bertutut-turut mengeluarkan album hingga volume 14, belum termasuk album dari berbagai macam genre. Tercatat pada periode Tonny Koeswoyo, 1969-1987 telah mencetak 953 lagu (catatan Kompas). Sedemikian prodduktifnya Koes Plus era Tonny Koeswoyo sehingga pada tahun 1970-1978 Koes Plus benar-benar merajai pasar musik tanah air. Popularitas itu masih ditambah dengan gebrakan reuni Koes Bersaudara 1977 yang sangat sukses dengan lagu "Kembali".
Produktivitas Koes Plus yang sangat kencang pada masa keemasan mereka mendatangkan kritik dari pendekatan yang berbeda. Musik Koes Plus dinilai secara komposisi/struktural sebagai musik ringan, cepat, tiga jurus, atau musik kacang goreng. Pada saat itu, kemungkinan dianggap sebagai musik gampangan. Hal yang perlu diperhatikan dari kritik ini adalah bahwa penilaian terhadap musik Koes Plus yang sebenarnya hanya merupakan salah satu pendekatan kritik, namun seakan-akan menjadi cap bagi Koes Plus secara keseluruhannya.Â
Menyikapi hal ini menarik untuk membicarakannya dari apa yang terjadi dalam dunia sastra kita. Pertama, di dalam ranah kesusatraan, karya yang berhasil dapat dilihat dari segi-segi tertentu, seperti segi ekspresi, struktural, mimektik, dan prakmatik. Pendekatan ekspresif menekankan bahwa karya yang berhasil adalah jika karya tersebut dapat mengekspresikan gagasan pengarang dengan tepat.Â
Pendekatan struktural memandang karya yang berhasil apabila terjadi kepaduan antar unsur-unsurnya, pendekatan mimetik memandang karya sastra yang berhasil dari segi bagaimana karya tersebut dapat menggambarkan masyarakat, dan pendekatan pragmatik memandang karya yang berhasil adalah karya yang berguna bagi pembaca untuk menghibur, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, dll.Â