Seperti orang dewasa, anak-anak juga merasa cemas, takut, atau khawatir pada waktu tertentu. Setiap anak mengekspresikan emosi tersebut dengan perilaku yang berbeda.
Contoh berikut menggunakan nama samaran: Andre yang berusia 1 tahun menangis saat digendong teman ayahnya yang baru pertama kali berkunjung ke rumah.
Atau, misalnya, hari pertama di sekolah, Fika yang berumur 4 tahun memegang erat tangan ibunya dengan mata berkaca-kaca ketika diminta masuk kelas.
Ada juga Chika yang duduk di kelas 4, merasa deg-degan menjelang presentasi tugas pertama kali di sekolah.
Dari pengalaman anak-anak tersebut, beberapa orangtua menanyakan apakah wajar bila anak merasa cemas, takut, atau khawatir.
Emosi cemas, takut, atau khawatir merupakan bagian dari proses perkembangan anak. Sumber yang menimbulkan emosi cemas dapat berubah sesuai tahapan usia anak.
Perubahan terjadi seiring dengan meningkatnya kemampuan berpikir, fisik, ataupun akibat pengalaman baru anak (Schroeder & Gordon, 2002). Pada contoh di atas, Andre merasa takut pada orang yang tidak familier (asing).
Hal tersebut umum terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 3 tahun, dimana anak memelihara kedekatan dengan orangtuanya.
Chika merasa cemas karena membayangkan apakah nanti presentasinya berjalan lancar. Emosi yang dialami Chika adalah wajar, ia belum pernah mendapatkan tugas presentasi. Hal ini memotivasi Chika untuk mempersiapkan diri dengan baik, seperti latihan presentasi di depan cermin.
Jadi perasaan cemas, takut, atau khawatir adalah wajar terjadi pada rentang usia dan situasi tertentu. Selanjutnya emosi tersebut akan berkurang pada beberapa tahun berikutnya.
Lalu bagaimana dengan rasa cemas yang tidak wajar?