Jangan berusaha menyetop angkot hari Senin pagi lewat jam tujuh. Di tempat saya. Di Medan. Jam sibuk begitu angkutan kota selalu penuh. Anak sekolah. Pekerja kantoran. Maka tadi pagi saya sudah berdiri di mulut ganga jam tujuh kurang sepuluh. Ternyata sudah pada penuh. Dua tiga supir angkot tancap gas tanpa memedulikan lambaian tangan calon para penumpang.
Angkot ketiga, dan pak supir berhenti. Syukur… begitu naik di bangku sebelah dekat pintu ternyata tidak ada tempat. Saya hitung cepat berapa penumpang di sana, ada empat. Loh, jadi! Semboyan angkot di medan itu kan Lapan Enam. Bangku yang panjang muat delapan orang, bangku yang pendek muat enam orang. Hei, pak supir bersiap melaju. Seragam putih biru semua yang duduk di bangku pendek ini. Bukannya besar-besar mereka, tapi ga ada yang mau bergeser seincipun.
“Eh, dek ini bangku masih berempat. Biasanya enampun muat kok. Tolong geser sedikit!”
Hem, nada saya masih biasa saja loh. Pagi-pagi, masih berusaha ramah dengan hari.
Si remaja SMP (cewek) ini Cuma menggeser duduknya sedikiiiii…t sekali. Ampun deh! Pak sopir sudah melajukan angkot. Saya ngomong baik-baik dengan si adek ini.
“Dek, ini angkot namanya. Kamu tahu kan Lapan Enam? Tuh, lihat bangku yang ini, kok muat mereka berdelapan? Ini bangku harusnya muat enam, kita masih berlima kok bisa ga ada tempat? Duduknya yang benar, yang llurus, jangan miring kayak gitu ya mana muat! Coba yang benar duduknya ya biar sama-sama enak semua.”
Si remaja akhirnya menggeser duduknya. Ternyata muat kok, masih lapang pun. Angkot berhenti dan penumpang naik satu lagi.
Lapan enam, lapan enam yah dek, itu namanya angkot.!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H